Mohon tunggu...
Tri Lokon
Tri Lokon Mohon Tunggu... Human Resources - Karyawan Swasta

Suka fotografi, traveling, sastra, kuliner, dan menulis wisata di samping giat di yayasan pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Uji White Balance Di Lokon Mountain View

16 Maret 2013   02:30 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:42 659
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_242696" align="alignnone" width="600" caption="WB Fluorescent. Malam Hari (tri_lokon)"][/caption]

Awalnya fitur WB yang tersedia di kamera saya tak pernah saya perhatikan sebagaimana mestinya. Dalam kenyataan, saya lebih suka menggunakan AWB (Auto White Balance) ketimbang preset yang tersedia di Kamera. Ketika menyetel WB Settings itu, saya memahami bahwa setiap foto memiliki suhu warna (color temperature) dan ini dipengaruhi oleh sumber cahaya (Light Sources) yang ada pada saat pemotretan.

Sumber cahaya itu kemudian dikategorikan berdasarkan suhu warnanya yaitu mulai dari Clear Blue Sky (10000-15000K), Cloudy Sky/Shade, Noon Sunlight, Average Daylight, Electronic Flash, Fluorescent Light, Early AM/Late PM Domestik Lightning, Candle Flame (1000K). K = Skala Kelvin.

Preset “Custom WB” jarang saya gunakan dalam pemotretan. Alasannya sedikit ribet dalam pemotretan dan membutuhkan media tambahan untuk atur suhu warnanya seperti kertas putih atau abu-abu.

Namun demikian, White Balance (WB) itu sendiri saya pahami sebagai upaya “mengukur” suhu cahaya untuk memberi keseimbangan warna putih/netral yang keluar sesuai dengan hasil foto yang diinginkan. Jadi kalau saya setel Shade misalnya, pada kamera, hasil pemotretan di dalam ruangan dengan sinar cahaya lampu, maka suhu warna yang dihasilkan dalam foto lebih cenderung hangat kekuningan atau vintage warm.

Padahal penyetelan white balance untuk mencapai White Balance yang ideal di mana warna putih memberikan keseimbangan “suhu netral” pada setiap foto yang dihasilkan sehingga semua warna yang ada di foto tampak benar hidup. Itulah fungsi yang benar penyetelan White Balance. Kesalahan WB bisa terjadi ketika foto dan warna gambar tidak sesuai dengan yang anda lihat seperti warna biru atau kemerah-kuningan pada warna foto yang tak sesuai dengan warna aslinya.

[caption id="attachment_242697" align="alignnone" width="600" caption="Mendapatkan Blue Sky, Dengan Fluorescent Light (tri_lokon)"]

1363400275205957405
1363400275205957405
[/caption]

Fitur preset WB lainnya pada kamera saya abaikan ketika saat pemotretan saya setel Auto WB. Setingan ini saya sukai karena selain ingin mendapatkan suhu warna seperti aslinya, juga dikemudian hari foto itu bisa dimainkan dalam “kalibrasi Digital” pada olah digital untuk mendapatkan warna sesuai dengan keinginan. Apalagi akhir-akhir ini sudah banyak beredar software dan aplikasi yang mampu menyesuaikan keinginan fotografer untuk mengubah suhu warna apa saja. Lightroom dan photoscape adalah software yang bisa digunakan untuk “mengatur” suhu warna sesuai dengan yang diinginkan. Aplikasi-aplkasi untuk pengaturan suhu warna itu sekarang menjamur untuk smartphone dan tablet, seperti Instagram, InstaEffectFree, PS Express dll.

Banyaknya software dan aplikasi itu, membuat pengguna secara instant suka bermain-main dalam mengatur suhu warna pada foto yang dihasilkan. Dengan demikian, kalau anda suka suhu “dingin” ketimbang suhu “hangat”, anda tinggal memainkan saja kalibrasi warnanya secara digital.

Baru-baru ini, tertantang WPC 35 soal white balance, saya mencoba pemahaman white balance tadi dengan pemotretan langit malam yang bertaburan bintang di seputaran Lokon Mountain View.

Lokon Mountain View tak lain adalah sebuah lokasi di mana para traveler atau penyuka alam dapat melihat jelas keelokan Gunung “stratovolcano” Lokon baik pagi, siang dan malam. Dari lokasi ini, (7 km dari kawah Tompaluan) anda bisa menikmati indahnya Gunung Lokon saat sunset, atau saat sunrise menyinari di pagi hari. Bukan hanya itu saja. Ketika bulan purnama tiba, atau saat langit bertaburan bintang, anda bisa bermain dengan kamera untuk mengabadikan “milky way” atau star trail atau sekedar memotret bintang dan gunung di malam bertaburan bintang. Bahkan ketika Lokon basembur alias meletus dari lokasi ini bisa memotretnya dengan jelas.

[caption id="attachment_242698" align="alignnone" width="600" caption="Sinar Lampu Kabut Malam Pada AWB, Hasilkan Warna Eksotik (tri_lokon)"]

1363400397880190232
1363400397880190232
[/caption]

Pengalaman membidik bintang di seputaran Gunung Lokon merupakan sensasi yang luar biasa. “Sekarang saya bisa menangkap bintang-bintan itu” kata saya kepada Anas Kilungga saat berjalan-jalan di malam hari yang penuh bintang di langit. Anas pun hanya mengangguk setelah paham dengan yang saya maksud karena setiap kali foto malam, ia selalu menemani.

Berbekal kamera 550d, lensa “wide” 17-55mm, dan tripod serta filter UV +ND 8, saya bereksperimen dengan pengaturan kombinasiShutter speed-Aperture-ISO (The Exposure Triangle) dengan setelan pada Slow Speed.

Yang pertama, kecepatan 30 detik (low speed) dikombinasikan dengan ISO 100 dan Aperture (Diafragma) antara f/2.8 – 8. Kombinasi ini menghasilkan objek foto tajam, dan Noise reduction-nya tak tampak jelas. Namun kelemahan utamanya adalah cahaya lampu atau pantulannya menjadi keras dan kesannya menyilaukan.

[caption id="attachment_242699" align="alignnone" width="600" caption="Suhu "]

13634005561226841335
13634005561226841335
[/caption]

Pengaturan exposure itu, ternyata mendapat komentar dari teman saya. “Alangkah baiknya ISO dinaikkan hingga 6400, dan Aperturenya mulai dari f/22 hingga f/16. Pengaturan seperti ini untuk mendapatkan lebih banyak bintang di langit. Milky Way jugabisa” ujar temanku. Saya pun langsung mencobanya dan ternyata noisenya begitu kuat sehingga kehalusan objek foto kurang didapat meski semakin banyak bintang tercover.

Memanfaatkan lighting yang ada di seputaran lokasi yang berasal dari lampu-lampu rumah, ternyata mengasyikkan juga. Pernah saya mencoba sinar lampu yang menyala itu saya masukkan dalam frame. “Ah, kenapa bisa silau (flare) begini!” batin saya. Karena itu, beberapa lampu saya padamkan untuk mengurangi kesilauan cahaya pada pemotretan. Meski redup cahaya, namun nyatanya begitu terang di hasil fotonya.

Memang kali ini saya cuma berprinsip mencoba dan mencoba pemotretan malam sambil membuang kekuatiran pada rusaknya sensor kamera setelah bermain Slow Speed. “Sensor kameranya masih bagus pak, bintang-bintang di langit terekam dengan baik” kata Aji setelah melihat hasil foto saya.

[caption id="attachment_242700" align="alignnone" width="600" caption="Mmengatur suhu warna pada foto (tri_lokon)"]

13634006541106024783
13634006541106024783
[/caption]

Bagaimana dengan WB di malam hari itu? Ketika sapa pakai WB Shade, foto yang dihasilkan terasa hangat kemerah-kuningan yang didapat. Warna biru atau kebiruan pada sinar dan langit akan terasa ketika disetel pada Fluorescent.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun