[caption id="attachment_207065" align="aligncenter" width="640" caption="Letusan Gunung Lokon Jumat Sore pk 17.27 Wita (foto: dokpri)"][/caption] Gunung “stratovolcano” Lokon, Tomohon, Sulawesi Utara yang memiliki ketinggian 1.580m Jumat hari ini (21/9) tercatat “batuk-batuk” hingga dua kali. Yang pertama pada pagi hari sekitar pukul 10.27 wita. Yang kedua sore hari jelang senja pada pukul 17.15 wita. Letusan pertama lebih besar dan agak lama (semburannya 15 menit), tapi karena awan putih menutupi tak begitu ketara hebatnya. Lihat foto-foto yang saya ambil. Setiap kali meletus, bunyi dentuman keras (gempa vulkanik) terdengar dan kaca-kaca berderit. Bunyi “dum” menjadi ciri khas Gunung Lokon meletus. Bunyi inilah yang menarik perhatian kami yang tadi pagi berada di kampus SMP-SMA Lokon. Siang itu, siswa sedang istirahat. Spontan saja mereka berlarian menuju ke sumber dentuman tadi dan secara bersamaan mendongakkan kepala melihat awan “brokoli” (abu letusan dan awan panas) terpancar tinggi ke langit. [caption id="attachment_207066" align="aligncenter" width="640" caption="Letusan Pagi Hari, pukul 10.00 wita (foto: dokpri)"]
[/caption] “Para siswa diharap tenang dan jangan panik. Jika nanti berbahaya, akan dibunyikan sirene tanda bahaya. Jangan kuatir, sudah tersedia masker dan kalau perlu mengungsi, sudah ada petugasnya” kata salah seorang guru memberi peringatan kepada siswa dan semuanya melalui pengeras suara yang terdengar ke segala penjuru sekolah. Peringatan dini ini, salah satu prosedur dalam hadapi bencana. Sementara itu saya dan karyawan lainnya berlarian mendekati lokasi Utara Gedung Sporthall yang kemarin dipakai untuk sosialisasi “pemantauan dan penyebarluasan informasi potensi bencana alam” oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (
BPBD) kota Tomohon. Di ruang itu juga, Walikota Tomohon Jimmy F Eman SE, Ak mengukuhkkan guru dan siswa SMA Lokon sebagai pembina sekolah tangguh bencana. “Ayo nonton gunung meletus. Itu semburan awan hitamnya bergulung-gulung” ajak teman saya dengan berteriak sambil berlari kecil seolah-olah takut kehilangan momen. Tak ada rasa takut atau kuatir untuk menonton letusan yang tidak setiap hari terjadi. “Ah, sudah biasa kok” kata teman lain dengan santainya. Di parkiran dekat jalan menuju perumahan karyawan, saya melihat rekan-rekan lain sedang menikmati tontonan saat-saat Gunung Lokon meletus. Lucunya, tampak ada yang minta foto dengan latar belakang Gunung meletus. [caption id="attachment_207067" align="aligncenter" width="640" caption="Debu Bergerak ke Arah Manado (foto: dokpri)"]
[/caption] “Sementara orang-orang dari jauh seperti Manado, Bitung, Kotamobagu bahkan dari Jawa, terusik dengan berita Gunung Lokon meletus di TV dan bertanya soal keadaan kami karena kuatir akan terimbas oleh letusan itu. Sebaliknya, kami yang posisinya dekat kurang dari 7 km, ramai-ramai menonton. Ironis memang” ujar saya kepada teman samping saya. Tak ketinggalan letusan itu saya potret dan suasana mereka yang sedang berkerumun tak luput dari bidikan Ipad2 yang saya pegang. Sore harinya, dentuman itu kembali terdengar, saat saya baru saja masuk rumah. Bunyi dentuman letusan kali ini memang tidak sekeras seperti beberapa hari yang lalu (15/9). Karena bunyi itu lalu saya bergegas keluar sambil bawa kamera. Tampak semburan awan panas hitam menjulang tinggi (300 meter) dari Kawah Tompaluan dan awan itu tampak mengarah ke Utara terbawa angin. Di kamera saya awan itu menjadi siluet hitam oleh pantulan sunset dari balik gunung. Indah sekali. [caption id="attachment_207068" align="aligncenter" width="640" caption="Berada Di Atas Kepala Saya (foto: dokpri)"]
[/caption] Mengapa akhir-akhir ini Gunung Lokon meletus? Mengapa Soputan, Gamalama, Karangetang juga ikut-ikutan meletus? Mengapa kami “aman” dari dampak debu vulkanik setiap kali Lokon meletus? Percaya atau tidak, tapi nyatanya telah beredar cerita mitos di masyarakat. Sebagaimana diketahui, Tomohon “dikepung” oleh pegunungan vulkanik dan berapi yang masih aktif. Sumber- sumber air panas di wilayah Tomohon seperti di Danau Linow, Lahendong, Kinilow, Tataaran, Kakaskasen yang kerap dipakai untuk mandi karena berkhasiat menyembuhkan penyakit kulit, menjadi bukti vulkaniknya tanah. Gunung-gunung berapi di Sulut adalah Soputan, Lokon, Mahawu, Kalabat, Karangetang. Konon (mitos masyarakat) Letusan Gunung Lokon (15/9, 20/9, 21/9) dan Gunung Soputan (18/9) di Minahasa beberapa hari ini menunjukkan peningkatan aktivitas berapinya karena “caper” (cari perhatian) terhadap Gunung Mahawu yang oleh masyarakat dianggap sebagai Gunung “cewek” yang kendis dan pasung (cantik). Semakin letusannya hebat, semakin menggoda Gunung Mahawu sehingga menoleh dan memilih tunangannya (Gunung Soputan atau Lokon) yang dianggap perkasa karena kehebatannya dalam “batuk-batuk” (meletus). [caption id="attachment_207069" align="aligncenter" width="640" caption="Debu Vulkanik Jatuh Ke Bawah (Foto: dokpri)"]
[/caption] Mitos itulah menjawab, mengapa akhir-akhir ini Gunung Lokon dan Soputan menunjukkan peningkatan aktivitasnya dengan letusan. Karena hanya sifatnya cari perhatian, maka diyakini tidak menimbulkan bencana besar. Itulah mitos masyarakat. Sedangkan kami yang berada di kaki Gunung Lokon, Mahawu dan pusat kota Tomohon, sampai saat ini aman karena dibantu oleh “Opo (opok) Lokon”. Percaya atau tidak, nyatanya debu vulkanik Gunung Lokon “selalu” terbawa angin ke arah Manado, Koha, Malalayang. Tomohon aman terbebas dari hujan debu. Aman terkendali dan kami siap mengantisipasi bencana karena sudah ikut simulasi dan penyuluhan soal tanggap darurat jika Lokon batuknya keras sekali. Pinta kami doakan agar tak terjadi bencana dahsyat karena akami yakin yang namanya bencana alam tak mudah diprediksi sebelumnya. [caption id="attachment_207071" align="aligncenter" width="640" caption="
Siaga Letusan Lokon Di Sporthall, 20/9 (foto: dokpri)"]
[/caption] Pemkot Tomohon lewat Badan Penanggulangan Bencana Daerah sudah mencanangkan tentang “manajemen bencana” lewat penyebaran informasi tentang
SIAGA LETUSAN GUNUNG
LOKON yang terbagi dari persiapan pra bencana dan saat potensi bencana, apa yang dilakukan saat keadaan
siaga dan tanggap darurat, dan apa yang dilakukan paska letusan. Dalam satu komando, BPBD bersama Pemkot telah membuat struktur organisasi komando tanggap daruat kota Tomohon. Dalam struktur itu dibentuk satuan Tim Reaksi Cepat (TRC) dan Komando Tanggap Darurat (KTD) yang dikomandani oleh Sekkot, Kapolres dan Koramil setempat bersama PVMBG, BNPB dan BPBD Sulut. Tugas utama mereka adalah pemantauan dini jalur rawan bencana desa Kinilow dan Kakaskasen (lokasi kerja dan tempat tinggal saya). Pemasangan tanda-tanda evakuasi dan bahaya saya lihat sudah ada dan mudah di lihat oleh masyarakat. Itulah mengapa sekolah kami dikukuhkan sebagai Sekolah Tangguh Bencana dari sisi BPBD dan Sekolah Penyangga Bencana istilah yang diberikan oleh KemenDiknas. Untuk selengkapnya lihat artikel sebelumnya. [caption id="attachment_207070" align="aligncenter" width="640" caption="Senja Paska Letusan"]
[/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Catatan Selengkapnya