Mohon tunggu...
Tri Lokon
Tri Lokon Mohon Tunggu... Human Resources - Karyawan Swasta

Suka fotografi, traveling, sastra, kuliner, dan menulis wisata di samping giat di yayasan pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Wisata Narsis Bersama Kereta Api Jadul di Sumurup

13 Juli 2012   05:22 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:00 1306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_193866" align="aligncenter" width="640" caption="Kereta Api Jadul, Berhenti di Sumurup"][/caption] Jaka Baru Klinting, pemuda desa miskin tak kuat menahan amarahnya tatkala penduduk mengejek nya karena badannya yang amis oleh luka dan boroknya. Tak hanya itu, penampilannya yang lusuh dan dekil disertai bau amis, membuat gerah dan benci setiap orang. Tak ada pemuda desa yang mau menerima Jaka untuk bermain bersama. Selalu ejekan dan caci maki yang diterima ketika berjumpa dengan mereka. Hanya ada seorang janda tua bernama Nyai Latung menaruh perhatian pada Jaka. Bahkan memberinya makan dan minum. Rasa terima kasih Jaka, diwujudkan dalam sebuah pesan, agar Nyai Latung begitu mendengar kenthungan, segera menyelamatkan diri ke bukit (Bukit Cinta). Karena Jaka Klinting sering dicemooh, maka Ia menantang penduduk untuk menarik lidi yang ditancapkan ke tanah. Merasa ditantang dan kelihatan mudah maka hampir semua orang mencoba menarik lidi itu. Singkat cerita, tak ada satu pun yang berhasil. Karena itu, Jaka Klinting akhirnya mencabut lidi itu dan berhasil. Penduduk tidak tahu bahwa Jaka Klinting itu titisan Dewa yang menyamar menjadi manusia. Banyak orang heran akan keampuhan Jaka Klinting. Sementara masih tercengang, bekas lubang lidi yang dicabut mengeluarkan air. Makin lama makin besar dan deras hingga penduduk lari karena airnya makin meluas. Kenthungan bertalu-talu dibunyikan sebagai tanda bahaya. Nyai Latung selamat, tetapi kesombongan penduduk dan Desa Rawa Pening tenggelam oleh air bah itu. [caption id="attachment_193867" align="aligncenter" width="576" caption="Ambarawa Tuntang pp, Wisata Kereta Api Jadul"]

1342156061561968293
1342156061561968293
[/caption] Kini Rawa Pening yang berada di Kabupaten Semarang dan mencakup wilayah Ambarawa, Bawen, Tuntang, Banyubiru menjadi daerah tujuan wisata alam yang banyak dikunjungi oleh wisatawan terutama Bukit Cintanya di Banyubiru yang sekaligus menjadi sentra kuliner ikannya. Dalam rangka menghabiskan waktu liburan sekolah, saya menghubungi Dhave Danang (6/7) kompasianer  sekaligus Kampretos yang sehari-hari menghabiskan waktunya di laboratorium Biologi UKSW untuk menemani saya jalan-jalan sambil hunting foto di sekitar Rawapening. Akhirnya, mas Dhave mengarahkan saya menuju ke Sumurup. Kami berangkat dari Kampus UKSW lalu menuju ke jembatan Tuntang yang ditempuh tak kurang dari setengah jam karena sedikit macet. Setelah jembatan dilewati, kami belok ke kiri melalui jalan beraspal tapi sudah banyak lubang. Saat menyusuri jalan sedikit jelek itu, saya melihat orang sedang memikul tanah gulma enceng gondok yang membuat badannya basah kuyup serta kehitaman akibat lumpur yang mengotori. “Itu sudah menjadi pekerjaan mereka. Tanah gulma enceng gondok itu dikumpulkan dan kemudian dimasukkan ke karung plastik dan dijual. Tanah itu bermanfaat untuk pupuk dan sekaligus media pertumbuhan tanaman jamur” kata mas Dhave menerangkan kepada kami. [caption id="attachment_193868" align="aligncenter" width="576" caption="View Lanskap Alam Sumurup, Disukai Fotografer"]
13421561961859725501
13421561961859725501
[/caption] Tak lama kemudian mas Dhave memberi aba-aba belok kiri masuk ke sebuah jalan sempit. Saat kendaraan saya arah ke jalan itu, terhalang oleh portal kecil yang ditaruh di tengah jalan dan bertuliskan truk Rp. 2.000,- Motor Rp. 1.000,-. Tak ada orang yang menjaganya. Mas Dhave berencana turun dan menyingkirkan halangan itu. Namun tiba-tiba dari arah belakang mobil, seorang ibu mendekati kami menyingkirkannya sambil meminta uang. “Yah, lokasi yang kita tuju ini memang menjadi objek wisata dadakan. Nama lokasinya Sumurup. Banyak fotografer berburu sunset di lokasi ini karena view-nya bagus. Rawapening dikelilingi oleh perbukitan dan gunung hingga view di Sumurup ini tampak indah. Tak hanya itu, banyak orang suka mancing di sini. Makin esotik lagi ketika kereta api wisata Ambarawa Tuntang melewati di lokasi. Bahkan kereta jadul dengan lokomotif hitamnya, sering berhenti atas permintaan penyewanya” ungkap mas Dhave membuai mimpi saya untuk mendapatkan momen dan spot foto yang menarik. Setelah mobil saya parkir di samping mobil lain dan sepeda motor, saya dan rombongan kecil menyusuri bantaran rel kereta api buatan Belanda. Kurang lebih baru berjalan 10 menit di atas rel itu, terdengar bunyi tut tut tut kereta api mau lewat. Tak menyiakan kesempatan dan momen itu, saya pun ambil kamera langsung jepret. [caption id="attachment_193869" align="aligncenter" width="576" caption="Dhave Dhanang Tak Ketinggalan Mebidik Si Hitam"]
1342156282998274936
1342156282998274936
[/caption] “Mas-mas jangan nutupi. Jongkok saja mas” saya kaget diteriaki seperti itu saat saya lagi membidik kereta itu. Rupanya ada fotografer yang sedang menjepret juga dari arah belakang saya. Tak lama kemudian, kereta api itu berhenti dan para penumpang berhamburan turun dari dua gerbong. Lucunya, saya kira ada sesuatu yang bahaya eh ternyata mereka pada narsis foto bareng dengan si hitam berasap tebal alias kereta api jadul. Geli melihat tingkah mereka yang narsis banget di depan loko hitam itu. Dari kondektur kereta api, saya dapat informasi bahwa kereta api dengan dua gerbong ini disewa oleh rombongan wisatawan dari Jakarta. Berapa mereka sewa? Katanya antara 3-4 juta rupiah dengan trayek Stasiun Ambarawa ke Stasiun Tuntang pp. [caption id="attachment_193870" align="aligncenter" width="266" caption="Sampan Pencari Ikan"]
13421563671285633044
13421563671285633044
[/caption] Setelah “dihibur” oleh kereta api jadul itu, lalu saya meneruskan foto-foto lanskap pemandangan sekitar Rawapening. Orang yang sedang mancing dan nelayan yang sedang pergi mencari ikan menjadi momen foto yang eksotik siang itu. Panas dan udara kering memang terasa sekali saat itu, tapi kegerahan itu tertutupi oleh keasyikan jepret sana-jepret sini.  Rupanya, fotografer yang teriak-teriak tadi adalah seorang wartawan dari Republika yang sedang meliput kereta api wisata. “Maaf bro, sesama jurnalis dilarang saling mendahului” gurau saya sambil tersenyum. [caption id="attachment_193871" align="aligncenter" width="266" caption="dok. pribadi"]
13421564521345832992
13421564521345832992
[/caption] Itulah Sumurup, Rawapening obyek wisata dadakan dan sekaligus lokasi spot foto yang banyak diminati fotografer.  Terima kasih buat mas Dhave Dhanang yang telah menemani saya. Satu lagi kenangan liburan yang indah saya simpan di hati bersama kompasianer.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun