[caption id="attachment_182319" align="aligncenter" width="600" caption="Bumbu Woku Mujaer"][/caption]
“Saya heran, kenapa kamu setiap Kamis tidak masuk kerja? Kalau pun kamu maksa kerja, pasti terlambat setengah hari. Baru siang, kelihatan” tanyaku pada salah satu pegawai.
Yang ditanya diam. Napas beratnya terdengar saat ia menariknya. Kantuknya masih tampak membengkak di sebagian pelupuk matanya, seperti aliran sungai pada sebuah hutan kehidupan. Tetap saya tunggu jawabannya. Ketidaksegaran pada sekujur badannya, membuncah menjadi rasa enggan tuk menjawab.
“Maaf, Pak. Tadi malam saya ada kerja membantu” akhirnya yang ditanya membuka mulut. Meski ragu dan enggan berucap, namun alasan itulah yang saya tunggu.
“Kerja membantu? Maksudmu apa?” tanyaku penasaran. Yang ditanya, justru matanya menatap sayu pada saya. Aneh pikirku.
[caption id="attachment_182325" align="aligncenter" width="600" caption="Siap Dipepes"]
“Saya ada kerja membantu membersihkan mujaer supaya siap dimasak pak. Ada seribu lima ratus ekor yang saya bersihkan. Setiap Rabu”
“Dikerjakan sendiri?”“Ya, pak” “Berapa jam?” “Hingga subuh.”“Oh ya?”
Saya mengerti. Kurang tidur hingga ia terlambat kerja atau kalau perlu tidak masuk. Berapa besar ia mendapat upah untuk pekerjaan itu, saya tanya kepadanya.
“Seratus ribu, Pak. Lumayan untuk bayar kredit sepeda motor” jawabnya dengan nada berat dan letih yang membuncah di badannya.
Ditambah gaji mingguannya, memang cukup untuk membayar kredit sepeda motornya yang per bulan sebesar 600 ribu. Sisanya untuk istri dan anaknya serta untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Pikir saya. Saya pun ikut terdiam sesaat mendengar cerita dari pegawai saya.
[caption id="attachment_182320" align="aligncenter" width="600" caption="Mujaer Yang Sudah Bersih"]
***
Di dapur, saya melihat ikan mujaer siap dimasak. Setelah isi perutnya dibersihkan kemudian diberi bumbu dengan rempah-rempah berwarna kuning. Rupanya itulah bumbu woku belanga, khas masakan Manado.
Selain diwoku, mujaer enak dibakar atau digoreng. Saya lebih menyukai dibakar karena rasa dagingnya manis dan kenyal. Makin nendang rasanya kalau dicocol dengan dabu-dabu pasangannya. Makin memuncak nikmatnya disantap dengan nasi yang masih panas. Dengan tangan justru menambah sensasi makan yang tak mudah terlupakan.
[caption id="attachment_182321" align="aligncenter" width="558" caption="Mujaer Bakar, Paling Populer"]
Mujaer adalah ikan air tawar yang kini menjadi primadona bagi masyarakat di Sulawesi. Rasa manis dan kekenyalan dagingnya serta tidak bau tanah, ditambah ukurannya besar, tak heran disukai oleh masyarakat.
Ikan Mujaer bakar lengkap dengan nasih dan dabu-dabu, rica owa serta sayur pakis, dipasarkan di restoran dengan harga paket per ekor ukuran sedang Rp. 35.000,- di rumah makan terapung.Harga segitu memang normal. Yang ukuran ikanya lebih besar bisa mencapai lima puluh ribu.
Kuliner ikan mujaer saya rasa tak akan pudar dan sepi dari pembeli. Selain enak, asupan ikan ini tak rentan terhadap kesehatan. Bahkan, katanya menambah vitalitas bagi yang menyantapnya. Alasannya karena ikan mujaer dikembangbiakkan di air yang jernih dan mengalir. Ubi dicampur jagung yang sudah berupa bubuk, menjadi makanan mujaer yang bergisi.
Karena itu, jangan lupa makan ikan mujaer apabila anda berwisata ke Manado dan sekitarnya.
Tantangan WPC 5 Food Ph0totgraphy Kampretkliks ini memberi inspirasi untuk membuat cerita kehidupan ini. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H