[caption id="attachment_174442" align="aligncenter" width="480" caption="Tradisi Ngrowod Yang Tetap Lestari (Foto: Romo Yatno)"][/caption] Jarang terjadi, rakyat sederhana membuat pesta untuk Rajanya. Kalau pun ada, hanyalah legenda cerita dari negeri antah berantah yang sering dipakai orang tua untuk dongeng sebelum tidur. Tetapi, pesta rakyat untuk rajanya yang ingin saya ceritakan ini bukanlah sebuah dongeng. Memang ada dan sementara dalam proses persiapan menuju pelaksanaannya. Tanggal 12 April 2012 yang lalu adalah 100 tahun (satu abad) kelahiran Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Raja Ngayogyakarta Hadiningrat atau lebih dikenal Yogyakarta. Berbagai acara peringatan Satu Abad Hamengku Buwono IX, sudah digelar tak hanya dari pihak Keraton tetapi juga masyarakat. Informasi ini saya peroleh dari Romo Suyatno, mewakili Forum Persaudaraan Umat Beragama (FPUB) dan masyarakat lereng Merapi, melalui milis yang dikirim kepada saya beberapa waktu lalu. Dari pihak Keraton Ngayogyakarta memberikan piagam penghargaan Tanda Yekti kepada 15 keluarga pahlawan, yaitu Ki Hajar Dewantara, Jenderal Sudirman, Herman Johannes, Ki Sarmidi Mangun Sarkoro, Sajoga, Soentani, Hudoro, Ronosuseno, Sukardjo Wiryopranoto, Brigjen Katamso, dan Sultan HB IX. “Penghargaan ini merupakan ungkapan terima kasih dari keraton kepada masyarakat yang terlibat dalam menjaga keutuhan NKRI pada jaman penjajahan (1945),” kata salah satu panitia Peringatan Satu Abad Hamengku Buwono IX. (sumber dari Kompas.com) “HB IX adalah tokoh Nasionalis sejati dan telah berjasa menyelamatkan pemerintahan RI sejak pendudukan Jepang. Tak hanya itu, beliau menjadi panutan masyarakat Yogya karena demi keutuhan negara, mengijinkan Kerajaan Ngayogyakarto Hadiningrat bergabung dengan NKRI. Sikap NKRI HB IX ini kemudian menjadi “panutan” masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Banyak yang memberi kesaksian bahwa ribuan orang mendapat sentuhan secara pribadi tatkala beliau menyamar sebagai orang biasa seperti tukang kebun, peng-ojek, sopir angkutan, dan lainnya” kata Romo Suyatno, penerima penghargaan Ashoka Award (2011) atas usahanya menjaga kerukunan umat beragama dan aksi sosialnya pasca Letusan Gunung Merapi bagi masyarakat sekitar yang terkena musibah. Sudah banyak jasa yang dilakukan oleh Sri Sultan Hamengkubowono IX sebagai Raja Ngayogyakarta Hadiningrat kepada rakyatnya. Karena itu, masyarakat lereng Merapi yang barusan terkena musibah Bencana Letusan, ingin mengadakan berbagai kegiatan dalam rangka rasa terimaka kasih kepada Rajanya, dan ikut berpartisipasi dalam memeriahkan Satu Abad HB IX. Bukan tanpa sebab untuk membuat “pesta untuk Rajanya” (Sri Sultan) yang dicintai rakyat karena kepemimpinannya yang merakyat. Masyarakat lereng Merapi memiliki ikatan erat dengan Keraton melalui garis spiritual dari Gunung Merapi hingga Pantai Selatan. “Kalau dibuat garis lurus maka Tritis, lapangan di kaki gunung Merapi, dan pusat kegiatan pesta rakyat lereng Merapi, akan bertemu Tugu Yogya, Alun-alun, Keraton, Pesantren Krapyak, Parangkusumo dan Pantai Selatan. [caption id="attachment_174443" align="aligncenter" width="480" caption="Romo Yatno Bersama Masyarakat Dalam Tradisi Ngrowod (Foto: Romo Yatno)"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H