Mohon tunggu...
Tri Lokon
Tri Lokon Mohon Tunggu... Human Resources - Karyawan Swasta

Suka fotografi, traveling, sastra, kuliner, dan menulis wisata di samping giat di yayasan pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Jejak Liburan (2): Disuguhi "Jathilan" di Candi Gedongsongo

6 Agustus 2011   20:33 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:02 510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_123739" align="aligncenter" width="517" caption="Tari Jathilan, hibur Wisatawan Candi Gedongsongo, Jawa Tengah"][/caption]

Jejak liburan. Sabtu 30 Juli 2011, saya bersama group “uwis seket” jalan-jalan ke Wisata Gedongsongo. Obyek wisata ini terletak di daerah Bandungan, Ambarawa, Jawa Tengah yang sudah cukup terkenal sehingga wisatawan yang baru pertama kali akan mengunjungi Gedongsongo tidak perlu kuatir tersesat.

“Kalau anda sudah sampai di pasar Bandungan, tanya saja kepada orang-orang di situ. Pasti akan ditunjukkan arahnya. Mau naik kendaraan umum juga ada. Sangat mudah.” kata seorang tukang parkir yang kebetulan ketemu di terminal Ambarawa, ketika saya mencari surat kabar.

Rombongan sudah bekumpul di pintu masuk Wisata Budaya Gedongsongo. “Pak, kalau rombongan bayar tiket masuknya berapa? Apa dihitung per orang atau bisa dapat diskon? “, tanya seorang ibu teman saya yang sedang berbincang dengan petugas setempat. “Ada enam puluh lima”, kata saya kepada ibu teman saya tadi. Saya melihat ibu tadi membayar untuk karcis masuk sesuai dengan jumlah yang saya katakana tadi.

Jalan masuk ke obyek wisata ini langsung mendaki. Tidak kurang dari sepuluh menit berjalan, kami sampai di Candi Gedongsong yang pertama. Candi yang konon dibangun pada tahun ke 7-9 Masehi dan bercorak candi Hindu. Saat itu, cuaca begitu cerah. Langit berwarna biru dan sedikit awan putih. Meski mentari bersinar, namun kesejukan pegunungan masih terasa di kulit. Di depan candi ini kami lalu foto bersama.

“Siapa yang mau naik kuda sampai ke Candi yang kesembilan lalu balik ke sini lagi? Murah kok, Cuma lima puluh ribu saja! ” teriak saya kepada teman-teman. Ini sengaja saya umumkan karena bapak-bapak pembawa kuda sejak tadi membuntuti kami mulai dari pintu masuk.

Ada sebagian teman saya lebih memilih jalan kaki. Katanya sambil olah raga, dan menghirup udara yang bersih yang katanya, udara bersih ini tidak ada yang menjual di kota besar. Maklum, udara kota sudah kotor karena polusi. Yang memilih naik kuda tampak begitu senang sekali dan minta difoto. “Eh, tolong dong koboi kota difoto.”, kata teman saya dengan gaya gokilnya. Lalu semua yang menunggang kuda minta difoto bareng.

[caption id="attachment_123737" align="aligncenter" width="587" caption="Finish di Candi ke Sembilan"][/caption]

Obyek wisata cagar alam budaya Candi Gedongsongo kini makin tampil mempesona. Jalan trekking setapaknya menuju ke semua candi, telah ditata sedemikian rupa sehingga pengunjung bisa melalui sederetan warung makan yang dibangun di sepanjang jalan. Jalan setapak (beda dengan jalan kuda) yang saya lalui cukup bersih dan ditata rapi di bawah rindangnya pohon pinus.

Tidak jauh dari deretan warung makan, dibangun home stay yang bisa menampung rombongan sekaligus ada fasilitas ruang pertemuan. Di tempat ini pengunjung bisa menginap layaknya sebuah hotel. Arsitektur home stay, menurut saya, cukup unik dan selaras dengan suasana pegunungan. Saran saya kalau mau menginap di home stay ini lebih baik rombongan daripada pribadi. Selain lebih murah, juga cocok untuk acara bersifat “rame-rame” karena suasana di situ cukup sunyi di alam hutan pegunungan. “Kami pun menyediakan camping ground untuk berkemah. Tidak perlu susah-susah membawa tenda. Kami punya tenda ukuran besar kecil untuk disewakan” kata petugas home stay sebelum kami melanjutkan perjalanan ke atas.

[caption id="attachment_123736" align="alignleft" width="295" caption="Permandian Air Panas, Sembuhkan Segala Penyakit Kulit"][/caption]

Setelah melewati home stay, candi berikutnya sudah kelihatan. Demikian juga candi-candi berikutnya. Saya dan beberapa teman berhenti sejenak di tempat permandian air panas. Di situ tersedia kolam air panas meski tidak terlalu besar. “Kalau mandi di sini, segala penyakit kulit bisa disembuhkan. Airnya mengandung belerang yang cocok untuk meremajakan kulit” kata petugas di situ dengan nada promosi.

Candi ke Sembilan dan ke delapan sudah tampak dekat dari tempat permandian air panas. Saya lihat ada seorang anak melambai-lambaikan tangannya dari atas kuda yang ditungganginya di samping candi yang ke sembilan. Mungkin dia sangat bangga karena sudah “finish“ di candi yang ke Sembilan. Kalau anda berwisata di tempat ini, saya sarankan supaya berjalan atau naik kuda ke candi yang ke Sembilan. Bahkan anda boleh bangga karena anda masih kuat berjalan di jalan yang berkontur mendaki dan tidak sedkit keringat keluar meski udara sejuk. Perjalanan yang sangat eksotik dan menyenangkan.

Daya tarik wisata di Candisongo ini tidak hanya alam pegunungan dan candinya saja. “Mau nyoba makan sate kelinci? Tuh, banyak dijual di warung-warung makan. “ kata saya sedikit menggoda teman di samping saya. Dia cuma tersenyum ketika saya goda tadi. Sate kelinci termasuk sajian kuliner yang menjadi daya tarik wisata di sini. Tidak hanya itu, ketika anda melewati jalan keluar menuju pintu masuk tadi, banyak souvenir-souvenir yang ditandai dengan tulisan “Candi Gedongsongo” dijual di lapak-lapak. Yah, buat kenang-kenangan sebagai bukti sudah pernah sampai di tempat wisata ini.

[caption id="attachment_123740" align="alignright" width="300" caption="Pawang Menyembuhkan Salah Satu Penari"][/caption]

“Ada suara gamelan di sana. Kayaknya ada pertunjukan seni di sini. Lihat para penarinya dengan pakaian tarinya kuning-gemerlap sudah siap menari diiringi tabuhan gamelan.” kata teman saya sambil menunjuk ke arah kerumunan orang di dekat pintu masuk tadi. Memang betul ada tari Jathilan yang siap disajikan di hadapan seribu pengunjung yang datang ke lokasi wisata pada hari Sabtu ini. Sajian budaya setempat ini, menurut saya, melengkapi daya tarik wisata Gedongsongo. Saya dan rombongan merasa puas dan senang berwisata ria di tempat ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun