[caption id="attachment_335466" align="alignnone" width="600" caption="Menatap Sunrise Dari Ufuk Timur Minahasa (trilokon)"][/caption]
Jarum jam menunjuk pada angka 04.30 wita. Mobil MPV putih segera dipanaskan. Kami berempat bersiap-siap menuju ke Gunung Mahawu (1.324 m dpl) Tomohon, Sulawesi Utara. Tak banyak perlengkapan yang kami bawa. Hanya senter, baju hangat, kamera dan tripod.
Kami berangkat dari Lokon. Tak lebih dari 20 menit, kami sudah tiba di halaman parkir. Mobil saya parkir berdekatan dengan dua mobil lain yang lebih dahulu datang. Itu artinya di puncak sana sudah ada beberapa orang.
Senter sudah kami nyalakan. Pendakian dimulai. Jalan pendakian berupa jalan setapak yang sudah disemen dan bertrap-trap. Saya berhenti di tengah jala. Napas mulai ngos-ngosan. Jika tidak berhenti, bisa ditempuh 10 menit saja sudah sampai puncak. Rinny dan Yudha, guru muda yang baru lulus USD Yogya terus berjalan, tapi ikut berhenti karena melihat saya dan pak Chris berhenti. Yah, semakin tua kekuatan badan menurun, apalagi tidak teratur berolah raga.
[caption id="attachment_335467" align="alignnone" width="600" caption="Jalan Pendakian (trilokon)"]
![1406527442400075966](https://assets.kompasiana.com/statics/files/1406527442400075966.jpg?t=o&v=700?t=o&v=770)
[caption id="attachment_335468" align="alignnone" width="600" caption="Gardu Pemandangan Pertama (trilokon)"]
![14065274811694065852](https://assets.kompasiana.com/statics/files/14065274811694065852.jpg?t=o&v=700?t=o&v=770)
Akhirnya kami tiba di puncak. Pendakian sedikit berat itu kami nikmati saja. Yang penting liburan lebaran ini saya manfaatkan untuk trekking ke Mahawu. Sebuah aktiftas wisata dicampur dengan olah raga pagi sambil mensyukuri alam ciptaan Tuhan.
Tiba di gardu pemandangan pukul 05.15 wita. Langit di ufuk timur perlahan-lahan merekah agak kemerahan. Gunung Klabat (2100 m dpl) bersiluet. Ada gumpalan awan di sekitar gunung tempat mentari terbit. Dengan cara foto-foto kami menikmati sunrise selama 10 menit. Sang surya belum keluar bulat.
[caption id="attachment_335469" align="alignnone" width="600" caption="Mengabadikan momen sunrise dari puncak Mahawu (trilokon)"]
![14065275621809946415](https://assets.kompasiana.com/statics/files/14065275621809946415.jpg?t=o&v=700?t=o&v=770)
Mentari belum bulat. Kami turun dari gardu pertama. Selanjutnya keliling kawah yang diameter lebarnya 180 meter. Kawah ini memiliki sejarah letusan. Tercatat Gunung Stratovolcano Mahawu ini pertama kali meletus pada tahun 1789. Orang Minahasa menyebut Mahawu karena sering mengeluarkan abu atau dalam bahasa Tombulu disebut “Roemengas”.
Letusan kembali terjadi pada tahun 1977, 1994 dan 1999. Letusan terakhir inilah yang membuat air kawah yang berwarna hijau belerang lenyap seketika. Tadi pagi saya lihat, kawah Gunung Mahawu sudah tidak ada airnya. Meski demikian, bau belerangnya masih tercium bersamaan dengan semilirnya angin bertiup.
Jalan setapak keliling Kawah Mahawu kami mulai dari sisi kanan gardu pemandangan pertama. Rumput alang-alang setinggi lebih dari manusia, menjadi hambatan. Tapi kami berjalan terus menyibak alang-alang. Setelah berjalan lima belas menit, tepatnya pukul 05.50 kami sampai di tanah datar dan di tempat ini, matahari terbit dengan bulat. Sungguh indah sunrise pagi ini.
[caption id="attachment_335470" align="alignnone" width="600" caption="Matahari Terbit Bulat (trilokon)"]
![14065276451379168961](https://assets.kompasiana.com/statics/files/14065276451379168961.jpg?t=o&v=700?t=o&v=770)
Tiba-tiba angin bertiup kencang. Tripod saya jatuh terantuk batu. Pegang erat-erat agar tidak jatuh dan menggoyangkan saat motret. Badan pun terasa seperti didorong karena begitu kencangnya angin. Namun tak lama kemudian angin reda.
Kami menaiki gardu pemandangan kedua. Paorama alam Gunung Lokon (1.580 m dpl) dan sekitarnya, sangat elok. Di sebelah Utara, gunung Manado Tua, Bunaken terlihat jelas. Kota Manado dan pantainya jelas juga dari gardu itu. Menengok ke arah Selatan, Gunung Soputan, Bukit Kasih Kanonang yang samar-samar masih diselimuti kabut tipis, juga terlihat.
“Seharusnya tadi kita ambil sunrise di gardu pemandangan yang kedua ini” ucap Yudha sedikit menyesal. Saya juga setuju apa yang dikatakan Yudha. View Gunung Klabat lebih luas terpantau daripada di gardu pemandangan yang pertama tadi. Tapi ya sudah, lain kali masih ada waktu untuk datang kembali.
[caption id="attachment_335471" align="alignnone" width="600" caption="Teman-temanku dan Gunung Lokon (trilokon)"]
![1406527716887088419](https://assets.kompasiana.com/statics/files/1406527716887088419.jpg?t=o&v=700?t=o&v=770)
Berjalan mengelilingi kawah Gunung Mahawu sedikit melelahkan untuk ukuran saya, tetapi sensasinya sangat luar biasa. Saya membayangkan seperti sedang “jogging” mengelilingi lapangan sepak bola di pagi hari. Tak ayal, satu persatu butir keringat meluncur dari dahi saya. Kancing mantel hangat pun saya buka karena badan mulai terasa gerah. Bakar kalori!
Jalan setapak dari gardu kedua sudah dikonblok hingga menyambung pada gardu pemandangan pertama. Wisatawan yang ingin berjalan keliling kawah dibuat senang karena fasilitas yang dibangun oleh Pemkot Tomohon lewat Disparbud. Alang-alang setinggi manusia lebih di kanan kiri jalan setapak itu, masih mengganggu pejalan kaki.
Sebentar lagi Tomohon akan menggelar Tomohon International Flower Festival (TIFF) pada tanggal 8-12 Agustus 2014. Peserta parade bunga ini biasanya diikuti dari seluruh Provinsi di Indonesia dan perwakilan dari luar negeri.Acara yang paling ditunggu-tunggu oleh masyarakat adalah Pawai Kendaraan Hias (Tournament of Flower) yang dipenuhi oleh indahnya bunga-bunga khas Tomohon. Tahun 2008 tecatat ada tujuh juta bunga digunakan untuk menciptakan Karpet Bunga dan tercatat dalam Rekor MURI.
Saya berharap, objek wisata puncak Mahawu secepatnya dibersihkan dari rumput alang-alang supaya wisatawan yang ingin mengelilingi dari bibir kawah bisa leluasa dan nyaman.
Setelah turun dari puncak Mahawu, kami berempat mampir ke Pasar Tomohon untuk sarapan. Ada warung makan yang jual Tinutuan (bubur Manado), Miedal, dan Mie Cakalang. Kami berempat pesan miedal (Tinutuan yang diberi mie) yang harganya Rp. 7.000,- per porsi. Dua sendok rica rowa saya campurkan bersama tahu goreng pada Miedal saya. Lelah setelah trekking ke puncak Mahawu terbayar sudah dengan menyantap miedal panas.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI