[caption id="attachment_362618" align="aligncenter" width="600" caption="Air Terjun Kembar Temanten Wonorejo, Kalibaru, Banyuwangi"][/caption]
Cuaca buruk sering menjadi kendala dalam menikmati liburan. Padahal liburan adalah kesempatan untuk mewujudkan mimpi berwisata tanpa diganggu rutinitas kerja.
Sebenarnya masih pagi (29/12) tapi gerimis telah mengguyur Margo Utomo Agro Resort. Suasana "kembali ke desa" menyapa hangat setiap tamu yang ingin menikmati liburannya.Itulah yang diandalkan pengelola dalam menarik minat para tamu. Konsep alam seraya mendengarkan suara binatang, dan desiran angin sejuk yang menghembus dari "plantation" perkebunan kopi, coklat, pala, cengkih dan kelapa,
"Kami adalah hotel berbintang tiga tetapi tidak menggunakan kemewahan. Yang kami utamakan adalah hospitality agar kunjungan anda menyenangkan dan berkesan" ujar Mas Ari petugas resepsionis di lobby. "Karena itu setiap kamar tidak dipasang AC dan tidak ada TV" imbuhnya. Semula saya tidak paham mengapa hotel berbintang tiga tak ada fasilitas AC dan TV. Tapi setelah merasakan sendiri, saya baru sadar bahwa itulah arti dari kembali ke desa. Tanpa kebisingan elektronik apapun. Biarkan alam desa memainkan orkestra kehidupannya.
Tak hanya menawarkan suasana saja. Margoutomo memberi kesempatan kepada para tamu untuk mengelilingi perkebunan yang berada di belakang penginapan."Silahkan jalan-jalan melihat peternakan sapi perah kami dan proses pengambilan susunya. Per hari sekitar 350 liter dihasilkan. Susu kami ini kami jual ke masyarakat per liternya 15 ribu. Pangsa pasar kami, pulau Bali" lanjut Mas Ari.
[caption id="attachment_362619" align="aligncenter" width="600" caption="Margo Utomo Agro Resort (dokpri)"]
Sore kemarin. Lewat pengeras suara, petugas Kereta Api Mutiara Timur yang saya tumpangi dari Gubeng Surabaya, mengumumkan bahwa sebentar lagi kereta api berhenti di setasiun Kalibaru. Penumpang yang akan turun, mohon siap-siap. Lalu saya lihat jam di hape saya. Jarum jam menunjuk ke angka 14.35 wib. Lima setengah jam perjalanan dari Surabaya hingga stasiun Kalibaru.
Turun dari kereta api, saya langsung melangkahkan kaki menuju ke penginapan yang sudah saya booking sebelumnya. Tak kurang dari 10 menit, pelataran Margo Utomo dengan mengandalkan konsep "kembali ke desa" sudah kelihatan. Begitu masuk ke halaman, kerindangan pepohonan Klengkeng menyapa sejuk kehadiran saya. Tak hanya itu, keramahan alam juga terpancar dari penataan tanaman bunga yang ditata di depan bungalow.
Setelah istirahat, esoknya saya berniat mengunjungi air terjun. Oh ya pihak pengelola penginapan menawarkan paket-paket tour ke berbagai objek wisata. Ijen Tour, Alas Purwo Tour, Aroma Tour, Village Tour dan Sukamade Tour. "Kalau ke Sukamade wisatawan harus menginap semalam untuk bisa melihat penyu bertelur" ujar Mas Ari, petugas lobby.
[caption id="attachment_362621" align="aligncenter" width="600" caption="Yuk foto (dokpri)"]
Setelah dipertimbangkan dan mengingat waktu, akhirnya saya memilih wisata ke air terjun Wonorejo, Kalibaru Wetan, Banyuwangi, Jawa Timur yang jaraknya hanya sekitar 5 km dari penginapan. Menurut masyarakat setempat, air terjun ini dinamakan "Kematen" karena terdapat dua air terjun yang dianggap sepasang pengantin laki-laki dan perempuan. "Air terjun yang besar dan deras airnya, itu yang laki-laki" kisah pak Ojek yang mengantar saya ke air terjun dengan logat Maduranya.
Langit masih berawan. Udara terasa sejuk di badan. Goncangan sepeda motor terasa sekali saat melewati jalan berlubang. Sepanjang perjalanan aroma perkebunan coklat tercium di hidung. Beberapa kali saya melihat warga yang sedang membersihkan pohon tebu. Sesekali ada warga yang bersih-bersih di sekitar pohon coklat. Jalan ke air terjun memang menyibak perkebunan kopi dan coklat.
Tak kurang dari 30 menit pak Ojek menghentikan sepeda motornya di lahan parkir yang tidak dijaga. "Silahkan pak turun. Ikuti jalan setapak itu dan nanti jalannya turun sedikit terjal" ujar Pak Ojek memberikan sedikit pengarahan.
Menyusuri jalan setapak ke air terjun, mengingatkan saya pada jalan setapak ke kebun. Betapa tidak. Jalan setapak ke air terjun tampak tak terawat. Tangga-tangga semen sudah mulai rusak mengelupas. Saat menuruni, berjalan dengan ekstra hati-hati supaya tidak jatuh terpeleset.
[caption id="attachment_362622" align="aligncenter" width="600" caption="Suasana Air Terjun Temanten dari akses setapak (dokpri)"]
Tak lama kemudian, gemuruh suara air terjun terdengar. Dari kejauhan air terjun sudah terlihat meski sedikit terhalang oleh pohon durian yang sedang berbunga dan sebagian sudah berbuah kecil. Lima bulan lagi durian ini akan siap dipanen, ungkap Pak Ojek yang rupanya ikut juga ke lokasi air terjun.
Dua air terjun Kematen desa Wonorejo sudah di depan mata. Tingginya kira-kira 10 meter. Tampak dua remaja putri berkerudung sedang berfotoria di sekitar air terjun. Melihat sekeliling air terjun, saya menduga bahwa air terjun ini sering dikunjungi oleh wisatawan. Buktinya, terdapat buk segi empat sebagai tempat duduk. Cuma sayangnya rumput dan semak-semak liar dibiarkan begitu saja sehingga terkesan tidak ada perawatan.
[caption id="attachment_362626" align="aligncenter" width="600" caption="Indah Pancaran airnya (dokpri)"]
Meski demikian, saya cukup senang menyaksikan air terjun kembar. Jatuhnya air persis di atas bebatuan sehingga pancaran airnya menjadi indah dipandang. Tak heran kalau jatuhnya air di bebatuan, menjadi incaran dua remaja putri untuk foto selfis. Air Terjun kembar ini berada di lereng Gunung Raung. Semak belukar di arena air terjun masih tumbuh subur dan memberi kesan alami daripada ditata rapi. Airnya mengalir menjadi sungai yang berpotensi untuk arum jeram apabila dikelola lebih lanjut.
[caption id="attachment_362623" align="aligncenter" width="600" caption="Jangan Buang Sampah Sembarangan Di Objek Wisata (dokpri)"]
Sementara itu, untuk mengambil lanskap air terjun kembar itu, saya justru sedikit menjauh dari lokasi. Dengan cara itu, akhirnya air terjun Kematen bisa dinikmati indahnya. Suara air terjunya sangat ritmis sehingga menggoda untuk bermeditasi bersam alam. Rasa kagum terhadap air terjun itu sedikit ternoda oleh aksi coret mencoret (grafity) pada dinding buk dan batu suangai. Belum lagi sampah plastik kemasan minuman dan permen, berserakan di sekitar objek wisata itu.
"Saya berharap semoga masalah sampah dan grafity di objek-objek wisata yang dilakukan oleh wisatwan lokal, teratasi. Saya bisa membayangkan apabila turis asing melihat sampah dan grafity itu, pasti akan berkomentar negatif. Malu-maluin" batin saya sambil berharap Dinas Pariwisata Banyuwangi mampu menjaga aset wisata di wilayahnya dengan baik, bersih dan nyaman.
Setelah puas menikmati indahnya air terjun itu, akhirnya saya pulang. Pak Ojek sudah menunggu saya di tempat parkir. Sesampainya di penginapan, pak Ojek saya bayar 50 ribu karena sudah menunggu saya. Itulah traveling saya ke air terjun Wonorejo, Kalibaru, Banyuwangi, Jawa Timur.
[caption id="attachment_362624" align="aligncenter" width="600" caption="Kolam Renang dan Spa di Penginapan (dokpri)"]
Menginap di Margo Utomo saya mendapat harga khusus per malam hanya membayar Rp. 375.000,- sudah termasuk makan pagi untuk dua orang. Makan siang dan makan malam tak perlu keluar penginapan karena bisa datang ke restoran penginapan dengan menu standar turis asing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H