Mohon tunggu...
Tri Lokon
Tri Lokon Mohon Tunggu... Human Resources - Karyawan Swasta

Suka fotografi, traveling, sastra, kuliner, dan menulis wisata di samping giat di yayasan pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ini Caranya Desa Tenganan Lestarikan Adat dan Wisatanya

3 Januari 2015   13:41 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:54 648
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_362884" align="aligncenter" width="600" caption="Balai Desa Adat Tenganan (doMemegang Kalender Adat Bali (dokpri)"][/caption]

Jelang libur Natal kemarin (23/12) saya diajak teman saya mengunjungi Desa Adat Tenganan, Karangasem, Bali Timur. Saya berangkat dari daerah Tabanan. Roda APV Silver melaju ke jalan Candi Dasa, Kecamatan Manggis setelah menyusuri jalan by pass Ida Bagus Mantra.

Untuk sampai ke desa adat Tenganan dibutuhkan satu jam perjalanan tanpa berhenti. Di dalam mobil saya bertanya, apa yang menarik dari desa adat Tenganan ini. Sambil menyetir mobil, teman saya mulai berkisah.

"Desa Adat Tenganan adalah salah satu dari tiga desa Bali Aga, disamping Trunyan dan Sembiran. Pola hidup kemasyarakatannya masih memegang teguh tradisi adat warisan nenek moyang mereka secara turun temurun. Hukum adat atau populer disebut awig-awig dijadikan aturan yang mengatur keseharian hidup mereka sejak abad ke 11 dan diperbarui tahun 1842 hingga sekarang" cerita teman saya dengan antusias.

"Kalau waktunya tepat, bisa nonton perang pandan. Perang ini syarat untuk memilih calon pemimpin desa" imbuh teman saya. Saya pun membayangkan serunya perang pandan berduri. Berikut prosesi adat warga dengan tarian dan pernak-pernik khas Bali yang tentunya seru dan meninggalkan sensasi.

Sepanjang perjalanan ke Desa Tenganan, daya tarik wisata itu mulai membuncah di hati. Ingin rasanya segera sampai di desa itu dan melihat bagaimana suasananya. Tapi tiba-tiba saya tertarik dengan jalan masuk ke desa itu.

[caption id="attachment_362885" align="aligncenter" width="600" caption="Jalan Pemukiman Tenganan (dokpri)"]

1420240652602368195
1420240652602368195
[/caption]


Jalannya tak terlalu lebar. Berpapasan dengan mobil lain, harus berhati-hati dan melambatkan laju mobil agar tidak bersenggolan. Kanan-kiri jalan masih hutan asli dan terkesan dibiarkan tumbuh liar. Jarang ditemukan rumah di pinggir jalan itu. Lenggang. Mobil melaju lambat. Tulisan desa adat Tenganan tertera jelas. Akhirnya kami sampai di desa adat dan memakirkan mobil.

"Selamat datang. Silahkan isi buku tamu dan kotak donasi dengan sukarela untuk desa kami" sapa Bapak yang mengenakan baju bali di posnya. Saya menulis buku tamu dan memberikan donasi 50 ribu.

Siang itu cerah. Badan terasa hangat. Sayup-sayup musik gamelan khas Bali terdengar seiring dengan semilirnya angin. Langkah kaki saya berhenti sejenak. Tertegun oleh arsitektur bangunan khas Bali yang antik. Tata ruang desa yang rapih. Tembok bata kombinasi batu sungai diplester dengan tanah. Penjor-penjor Galungan masih berkibar tegak dan katanya akan terus menancap hingga Hari Raya Kuningan.

[caption id="attachment_362896" align="aligncenter" width="600" caption="Turis Asing (dokpri)"]

1420241677965944712
1420241677965944712
[/caption]

Setiap kali melewati rumah warga, di dekat pintu ada papan tertulis informasi bahwa ada aktivitas pembuatan kain tenun grinsing, lukisan lontar dan anyaman ata basket. Warga mendesain sebagian ruang tamunya untuk tempat berjualan aneka macam kerajinan asli desa Tenganan ya mirip souvenir shop. Menyatu dengan tokonya itu, tuan rumah juga memiliki alat pemintal kayu warisan nenek moyang untu membuat kain tenun. Dengan memajang alat tenun, tamu bisa menilai bahwa kain tenun yang mereka jual adalah kain tenun asli buatan warga. Sebuah pemandangan eksotik apabila anda masuk ke tokonya.

[caption id="attachment_362886" align="aligncenter" width="600" caption="Pintu Rumah dan Informasi Wisata (dokpri)"]

14202408601005766048
14202408601005766048
[/caption]

Kain Gringsing, produk lokal, adalah kain mahal yang diburu oleh wisatawan. Bila dibandingkan dengan kain soket atau batik, kain Gringsing ini permukaannya kasar dan berpola tetap. Harga per kainnya mulai dari 500 ribu hingga mencapai 20 juta. Saya terkejut mendengar mahalnya kain Gringsing. Namun, setelah mengetahui bagaimana proses pembuatannya yang susah, ribet dan unik, harga mahal itu ya wajarlah.

Teknik dobel ikat dan ditenun 2 hingga 5 tahun menjadi salah satu alasan mahalnya kain tenun Gringsing. Tak hanya itu. Konon, Dewi Indra, sebagai pelindung dan guru kehidupan warga Tenganan, sangat menyukai keindahan langit Tenganan dan menuangkannya dalam motif kain tenun. Kain Gringsing juga memiliki kekuatan magis yang bisa dipakai untuk tolak bala. Lebih mengejutkan lagi, pewarnaan kain Gringsing dulu menggunakan darah manusia, namun kini diganti dengan pewarna dari pohon asli bukan pewarna kimia.

[caption id="attachment_362887" align="aligncenter" width="600" caption="Ini Kain Tenun Gringsing (dokpri)"]

1420240964749688387
1420240964749688387
[/caption]

[caption id="attachment_362888" align="aligncenter" width="600" caption="Alat Tenun Manual Tradisional (dokpri)"]

14202410381924724622
14202410381924724622
[/caption]


Sebelum bertemu dengan pak Nyoman, teman saya mengajak untuk melihat salah satu toko warga yang menjual aneka kain tenun, ata basket, patung-patung kayu dan batu dan souvenir lainnya. Memasuki toko, aroma dupa sejaji menyerbak menyambut kedatangan kami. Itulah mata pencaharian warga di samping bertani padi. Saya lihat wisatawan asing sedang melihat-lihat kain tenun yang dipajang dalam terlibat dalam percakapan.

Toko dan sekaligus rumah keluarga, saya tinggalkan. Kaki melangkah ke rumah pak Nyoman, kenalan teman saya. Tak jauh dari toko tadi kami sudah di rumah pak Nyoman. Saat kami tiba, pak Nyoman dan istrinya sedang melayani tamu yang datang dari Jawa Timur. Setelah bertutur sapa salam, pak Nyoman kemudian berkisah sambil mengantar kami jalan keliling kampung.

"Dulu sewaktu saya kawin, saya tidak punya tanah untuk bangun rumah. Oleh adat kami diberi tanah secara gratis. Ukurannya lumayan besar untuk ruang tamu, pawon dan ruang tinggal. Adat melarang saya untuk kawin dengan orang luar desa. Apabila dilanggar, saya rela diusir dari desa dan orangtua terkena hukuman berupa sanksi administrasi sebesar biaya adat perkawinan. Istri saya ini tetangga saya" kisah pak Nyoman.

[caption id="attachment_362889" align="aligncenter" width="600" caption="Pak Nyoman dan Pandan Duri (dokpri)"]

1420241145998584762
1420241145998584762
[/caption]

[caption id="attachment_362890" align="aligncenter" width="600" caption="Repro Perang Pandan (dokpri)"]

14202412031039759133
14202412031039759133
[/caption]

Kami jalan-jalan mengeliling desa adat Tenganan. Tiba-tiba pak Nyoman berhenti. "Ini pandan berduri yang digunakan dalam adat mageret pandan atau perang pandan. Perhatikan duri pandannya. Mereka akan saling sayat saat menyabet punggung lawan dengan menggunakan duri pandan ini" cerita pak Nyoman berkobar-kobar sebagaimana dia pernah terlibat dalam perang pandan. Biasanya perang pandan dilaksanakan setiap bulan Juli. Tujuan perang tak lain untuk melatih mental dan fisik pemuda yang nantinya bakal calon pemimpin desa.

Sambil keliling desa, pak Nyoman, yang sering ikut pameran widata mewakili desanya, bercerita tentang kearifan lokal warganya. "Pola hidup warga berdasarkan gotong royong. Misalnya kalau ada warga yang punya hajatan perkawinan, balai desa ini boleh dipakai untuk dapur dan warga lain ikut membantu masak" ujar pak Nyoman. Balai desa itu saya perhatikan seksama. Ukurannya kira-kira 10x10 m dan tersedia gazebo-gazebo serta alat-alat masak yang lengkap beserta tungkunya. Pak Nyoman bilang warga yang memakai wajib isi kas desa

[caption id="attachment_362892" align="aligncenter" width="600" caption="Balai Desa untuk gelaran acara (dokpri)"]

14202413011900101826
14202413011900101826
[/caption]

[caption id="attachment_362893" align="aligncenter" width="600" caption="Perabotan Upacara Adat di Balai Desa (dokpri)"]

1420241380952037640
1420241380952037640
[/caption]

Desa adat Tenganan ini memiliki balai-balai desa yang dipakai oleh warga untuk menggelar ritual adat baik secara keluarga maupun gelaran desa. Demikian juga dalam menjaga kebersihan dan ekosistem sumber air yang dijadikan tempat mandi.

Saat berkeliling tak jarang saya berjumpa dengan rombongan wisatawan mancanegara. Ini membuktikan bahwa desa adat Tenganan memiliki daya tarik wisata yang mendunia. Kami diajak ke rumahnya pak Nyoman. Saya duduk di ruang tamu yang sekaligus digunakan untuk berjualan hasil-hasil kerajinan warga seperti anyaman ata (sulur tanaman mirip lidi), daun lontar yang dilukis dengan bakaran kemiri, kain ikat tenung gringsing serta deretan patung-patung kayu dan batu. Sempat saya perhatikan, ata basket yang bentuknya mirip baki dijual seharga 300 ribu. Sedang kain tenung gringsing yang tadi ditawar oleh tamu dilepas dengan harga 800 ribu. Mahal? Kualitas, kerajinan tangan, tradisi dan adat, dan mata pencaharian itulah jawabannya.

[caption id="attachment_362898" align="aligncenter" width="600" caption="Anyaman Ata Kreasi Modern Pak Nyoman (dokpri)"]

1420241780911413588
1420241780911413588
[/caption]

[caption id="attachment_362899" align="aligncenter" width="600" caption="Patung Untuk Souvenir (dokpri)"]

1420241856916297595
1420241856916297595
[/caption]

[caption id="attachment_362900" align="aligncenter" width="600" caption="Lukisan Lontar (dokpri)"]

14202419181472790454
14202419181472790454
[/caption]

Dengan ramah, pak Nyoman dan istri kemudian menginformasikan jadwal gelaran kesenian dan upacara adat. "Silahkan datang pada bulan Juli, desa ini ramai dengan upacara adat" kata pak Nyoman sambil memegang kalender adat Bali. Setelah itu, kami pamitan untuk pulang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun