Oleh: Julianda BMÂ
Di era demokrasi modern, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) memegang peranan krusial dalam mengantarkan aspirasi rakyat dan mewujudkan kebijakan yang berpihak pada kesejahteraan publik.Â
Namun, seiring dengan kompleksitas tugas dan tanggung jawab, muncul pula berbagai dilema etika yang menyelimuti kiprah para anggota dewan. Di sinilah urgensi pengaturan kode etik bagi anggota DPRD menjadi sorotan utama.
Kode etik bagaikan kompas moral yang menuntun para anggota DPRD dalam menjalankan tugasnya. Ia menjadi pedoman berperilaku, melampaui aturan hukum formal, dan mendefinisikan standar moral yang diharapkan dari para wakil rakyat.Â
Lebih dari sekadar norma tertulis, kode etik mencerminkan nilai-nilai luhur dan integritas yang menjadi landasan kepercayaan publik terhadap institusi DPRD.
Moral dan Etika Politikus: Fondasi Legitimasi Masyarakat
Kepercayaan publik merupakan pilar utama bagi kelancaran tugas dan fungsi DPRD. Masyarakat menaruh harapan besar pada para wakil rakyatnya untuk memperjuangkan aspirasi dan menghadirkan perubahan positif.Â
Kepercayaan ini, pada gilirannya, melahirkan legitimasi, sebuah pengakuan dan penerimaan atas peran dan wewenang DPRD.
Moral dan etika menjadi fondasi utama dalam membangun kepercayaan dan legitimasi publik.Â
Politikus yang bermoral dan beretika tinggi akan bertindak dengan penuh tanggung jawab, menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran, dan mengedepankan kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi.Â
Keteladanan dan integritas mereka menjadi daya tarik bagi publik untuk memberikan dukungan dan kepercayaan.