Belanja ke pasar merupakan salah satu tugas domestik yang sering dilakukan oleh perempuan. Hal ini tidak mengherankan, mengingat perempuan pada umumnya dianggap sebagai sosok yang lebih cakap dalam hal memasak dan mengurus rumah tangga.Â
Namun, seiring dengan perkembangan zaman, peran perempuan dan laki-laki dalam rumah tangga mulai berubah. Laki-laki pun kini semakin banyak yang turut membantu mengerjakan tugas domestik, termasuk belanja ke pasar.
Keterlibatan laki-laki dalam belanja ke pasar tentu memiliki implikasi terhadap perspektif gender mereka. Perspektif gender adalah cara pandang seseorang terhadap peran dan kedudukan laki-laki dan perempuan dalam masyarakat.Â
Perspektif gender seseorang dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk latar belakang budaya, pendidikan, dan pengalaman hidup.
Dalam konteks belanja ke pasar, perspektif gender laki-laki dapat diukur dari beberapa aspek, yaitu:
1. Â Persepsi terhadap tugas belanja ke pasar
Laki-laki yang memiliki perspektif gender tradisional cenderung menganggap bahwa belanja ke pasar adalah tugas perempuan. Mereka mungkin merasa enggan atau tidak nyaman untuk mengerjakan tugas ini. Hal ini karena mereka terbiasa dengan pembagian peran gender yang ketat, di mana laki-laki sebagai kepala keluarga bertanggung jawab untuk mencari nafkah, sedangkan perempuan bertanggung jawab untuk mengurus rumah tangga.
Laki-laki yang memiliki perspektif gender egaliter, di sisi lain, cenderung menganggap bahwa belanja ke pasar adalah tugas yang dapat dilakukan oleh siapa saja, baik laki-laki maupun perempuan. Mereka tidak merasa enggan atau tidak nyaman untuk mengerjakan tugas ini. Hal ini karena mereka percaya bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kedudukan yang setara dalam masyarakat.
2. Â Persepsi terhadap kemampuan belanja ke pasar
Laki-laki yang memiliki perspektif gender tradisional cenderung menganggap bahwa mereka tidak memiliki kemampuan yang baik dalam belanja ke pasar. Mereka mungkin merasa tidak terbiasa untuk memilih dan membeli bahan makanan.Â
Hal ini karena mereka terbiasa dengan peran laki-laki sebagai pemberi nafkah, yang biasanya dilakukan melalui transaksi keuangan, bukan melalui transaksi di pasar.