Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) merupakan salah satu masalah sosial yang masih menjadi tantangan besar di Indonesia. Berdasarkan data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), pada tahun 2022 terdapat 2.546 kasus KDRT yang dilaporkan ke pihak kepolisian. Angka ini meningkat sebesar 15,9% dari tahun sebelumnya.
KDRT dapat terjadi dalam berbagai bentuk, mulai dari kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, hingga kekerasan ekonomi. Namun, dari semua bentuk KDRT, kekerasan fisik terhadap perempuan merupakan bentuk yang paling banyak terjadi.
Ada banyak faktor yang menyebabkan terjadinya KDRT, salah satunya adalah relasi gender yang timpang. Dalam masyarakat patriarki, laki-laki dianggap sebagai pihak yang lebih superior dan memiliki kuasa atas perempuan.Â
Hal ini dapat menyebabkan laki-laki merasa berhak untuk mengontrol dan menguasai perempuan, termasuk dengan menggunakan kekerasan.
Relasi Gender Patriarkis
Relasi gender patriarki adalah relasi gender yang menempatkan laki-laki sebagai superior dan perempuan sebagai inferior.Â
elasi ini didasarkan pada asumsi bahwa laki-laki memiliki sifat-sifat yang lebih unggul daripada perempuan, seperti kekuatan, kecerdasan, dan kemampuan memimpin.Â
Sementara itu, perempuan dianggap sebagai makhluk yang lemah dan harus tunduk kepada laki-laki.
Relasi gender patriarki telah berlangsung selama berabad-abad dan telah mengakar kuat di dalam masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari berbagai aspek kehidupan, mulai dari budaya, agama, hingga hukum.
Kekerasan Dalam Rumah Tangga