Anwar Usman, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), mengajukan keberatan atas surat keputusan pengangkatan Suhartoyo sebagai Ketua MK yang baru. Surat keberatan itu diteken oleh tiga kuasa hukum Anwar Usman pada 15 November 2023.
Dalam surat keberatan tersebut, Anwar Usman mengklaim bahwa pemberhentiannya dari jabatan Ketua MK tidak sah karena melanggar prinsip peradilan yang bebas dan imparsial. Ia juga menuduh Majelis Kehormatan MK (MKMK) telah bertindak sewenang-wenang dalam menjatuhkan putusan etik kepadanya.
Langkah Anwar Usman ini tentu menjadi perhatian publik. Pasalnya, ia sebelumnya telah menyatakan bahwa pemberhentiannya dari jabatan Ketua MK adalah hal yang biasa dan tidak perlu dipermasalahkan.
Namun, dengan mengajukan keberatan, Anwar Usman seolah menunjukkan bahwa ia masih tidak terima dengan pemberhentiannya. Ia masih ingin mempertahankan jabatannya sebagai Ketua MK.
Tentu saja, langkah Anwar Usman ini menimbulkan pertanyaan. Apa sebenarnya yang melatarbelakangi langkahnya tersebut? Apakah ia benar-benar merasa dirugikan dengan pemberhentiannya? Ataukah ada motif lain di balik langkahnya tersebut?
Ada beberapa kemungkinan yang dapat menjelaskan langkah Anwar Usman ini. Pertama, bisa jadi Anwar Usman memang benar-benar merasa dirugikan dengan pemberhentiannya. Ia merasa bahwa pemberhentiannya tersebut tidak adil dan melanggar hak-haknya.
Kedua, bisa jadi Anwar Usman ingin memanfaatkan momentum ini untuk kembali ke jabatan Ketua MK. Dengan mengajukan keberatan, ia berharap dapat membatalkan putusan etik yang telah menjatuhkannya.
Apa pun motif Anwar Usman, langkahnya ini tentu tidak dapat dibenarkan. Pemberhentian Anwar Usman dari jabatan Ketua MK adalah hasil dari proses yang telah berjalan sesuai dengan ketentuan hukum. Putusan etik yang menjatuhkan Anwar Usman juga telah melalui proses yang objektif dan transparan.
Oleh karena itu, langkah Anwar Usman untuk mengajukan keberatan hanya akan membuang-buang waktu dan energi. Putusan etik yang telah menjatuhkan Anwar Usman akan tetap berlaku, meskipun ia mengajukan keberatan.
Selain itu, langkah Anwar Usman ini juga dapat menimbulkan preseden yang buruk. Jika langkahnya ini berhasil, maka akan membuka peluang bagi hakim konstitusi lain yang telah diberhentikan dari jabatannya untuk mengajukan keberatan. Hal ini tentu akan mengganggu stabilitas dan independensi MK.