Firli Bahuri, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kembali mangkir dari pemeriksaan Dewan Pengawas (Dewas) KPK terkait dugaan pelanggaran etik. Ini bukan kali pertama Firli mangkir dari pemeriksaan Dewas. Sebelumnya, ia juga mangkir dari pemeriksaan pada 27 Oktober dan 8 November 2023.
Dugaan pelanggaran etik yang disangkakan kepada Firli adalah pertemuan dan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL). Pertemuan tersebut diduga terjadi pada 2021, saat SYL masih menjabat sebagai Menteri Pertanian.
Dalam pertemuan tersebut, Firli diduga meminta sejumlah uang kepada SYL agar KPK tidak mengusut kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian. SYL sendiri sudah membantah tuduhan tersebut.
Dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh Firli ini tentu sangatlah serius. Sebagai Ketua KPK, Firli seharusnya menjadi teladan bagi seluruh jajaran KPK. Namun, dengan mangkir dari pemeriksaan Dewas, Firli justru menunjukkan sikap yang tidak menghormati lembaga yang dibentuk untuk mengawasi kinerja KPK tersebut.
Mangkirnya Firli dari pemeriksaan Dewas juga dapat menimbulkan berbagai spekulasi. Ada yang menilai bahwa Firli sengaja mangkir karena takut diperiksa. Ada juga yang menilai bahwa Firli merasa tidak bersalah dan tidak perlu diperiksa.
Apapun alasannya, mangkirnya Firli dari pemeriksaan Dewas adalah tindakan yang tidak dapat dibenarkan. Dewas memiliki kewenangan untuk memeriksa dan mengadili anggota KPK yang diduga melakukan pelanggaran etik. Oleh karena itu, Firli harus kooperatif dan memenuhi panggilan Dewas.
Selain itu, mangkirnya Firli dari pemeriksaan Dewas juga menunjukkan bahwa KPK masih memiliki masalah internal. KPK seharusnya menjadi lembaga yang bersih dan bebas dari korupsi. Namun, dengan adanya dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh pimpinan KPK, hal ini tentu dapat merusak citra KPK sebagai lembaga penegak hukum.
Untuk mengatasi masalah internal ini, KPK perlu melakukan reformasi internal secara menyeluruh. KPK harus memperkuat sistem pengawasan internalnya agar dapat mendeteksi dan menindak pelanggaran etik yang dilakukan oleh anggotanya. Selain itu, KPK juga perlu meningkatkan profesionalitas dan integritas anggotanya.
Masyarakat tentu berharap bahwa KPK dapat segera menyelesaikan kasus dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh Firli. KPK harus memberikan kepastian hukum kepada publik terkait kasus ini.Â
Jika Firli terbukti bersalah, maka ia harus dijatuhi sanksi yang tegas. Sanksi tersebut harus mampu memberikan efek jera bagi Firli dan anggota KPK lainnya agar tidak melakukan pelanggaran etik di kemudian hari.
Berikut ini adalah beberapa saran yang dapat diberikan kepada KPK untuk mengatasi masalah internalnya:
- KPK perlu memperkuat sistem pengawasan internalnya. Hal ini dapat dilakukan dengan membentuk unit pengawasan internal yang independen dan profesional. Unit ini dapat bertugas untuk melakukan pengawasan terhadap kinerja dan perilaku anggota KPK.
- KPK perlu meningkatkan profesionalitas dan integritas anggotanya. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan pendidikan dan pelatihan yang berkualitas kepada anggota KPK. KPK juga perlu menerapkan kode etik dan pedoman perilaku yang ketat bagi anggotanya.
- KPK perlu meningkatkan transparansi dan akuntabilitasnya. Hal ini dapat dilakukan dengan membuka akses informasi kepada publik terkait kinerja dan perilaku anggotanya. KPK juga perlu membentuk lembaga Ombudsman yang bertugas untuk menerima dan menindaklanjuti pengaduan masyarakat terkait pelanggaran etik yang dilakukan oleh anggota KPK.
Dengan melakukan reformasi internal secara menyeluruh, KPK diharapkan dapat menjadi lembaga penegak hukum yang bersih dan bebas dari korupsi. KPK juga diharapkan dapat memberikan kepercayaan kepada publik untuk kembali menjadi lembaga penegak hukum yang profesional dan efektif dalam memberantas korupsi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H