Negara Indonesia menganut sistem demokrasi yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat. Salah satu wujud kedaulatan rakyat adalah hak pilih dalam pemilu dan pilpres. Setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat memiliki hak untuk memilih calon pemimpinnya.
Namun, bagi aparatur sipil negara (ASN), hak pilih tersebut dibatasi. ASN dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik, serta dilarang berkampanye untuk kepentingan calon tertentu. Hal ini dimaksudkan agar ASN dapat menjalankan tugasnya secara profesional dan objektif, serta tidak memihak kepada kepentingan salah satu calon.
Pada praktiknya, penerapan netralitas ASN dalam pemilu dan pilpres masih menghadapi sejumlah problematika. Salah satunya adalah ambiguitas mengenai batas-batas netralitas ASN.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) hanya menyebutkan bahwa ASN dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik, serta dilarang berkampanye untuk kepentingan calon tertentu. Namun, UU ASN tidak menjelaskan secara rinci apa yang dimaksud dengan berkampanye.
Hal ini menyebabkan adanya perbedaan interpretasi mengenai apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh ASN dalam pemilu dan pilpres. Misalnya, ada yang berpendapat bahwa ASN boleh menggunakan media sosial untuk mengekspresikan dukungannya kepada calon tertentu, selama tidak melakukan kampanye secara langsung.
Selain itu, problematika lain yang dihadapi ASN dalam pemilu dan pilpres adalah tekanan dari lingkungan kerja. Dalam praktiknya, ASN sering kali ditekan oleh atasan atau rekan kerja untuk mendukung calon tertentu. Hal ini dapat membuat ASN merasa dilema dan sulit untuk menjaga netralitas.
Problematika netralitas ASN dalam pemilu dan pilpres dapat berakibat pada sejumlah hal. Salah satunya adalah ASN yang gampang terperangkap dalam politik praktis. Hal ini dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap ASN sebagai pelayan publik.
Untuk mengatasi problematika tersebut, diperlukan upaya-upaya untuk meningkatkan pemahaman ASN mengenai netralitas. Selain itu, diperlukan juga upaya untuk menciptakan lingkungan kerja yang kondusif bagi ASN untuk menjaga netralitas.
Berikut adalah beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan netralitas ASN dalam pemilu dan pilpres:
Pemahaman ASN mengenai netralitas perlu ditingkatkan. ASN perlu memahami secara rinci apa yang dimaksud dengan netralitas dan batas-batasnya.
Lingkungan kerja yang kondusif perlu diciptakan. ASN perlu merasa aman untuk menjaga netralitas tanpa takut ditekan oleh lingkungan kerja.
Sanksi tegas perlu diterapkan bagi ASN yang melanggar netralitas. Sanksi tegas akan memberikan efek jera bagi ASN yang melanggar netralitas.
Dengan upaya-upaya tersebut, diharapkan problematika netralitas ASN dalam pemilu dan pilpres dapat diatasi. Hal ini akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap ASN sebagai pelayan publik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H