Mohon tunggu...
Julianda BM
Julianda BM Mohon Tunggu... Administrasi - ASN pada Pemerintah Kota Subulussalam, Aceh

Penulis buku "Eksistensi Keuchik sebagai Hakim Perdamaian di Aceh". Sudah menulis ratusan artikel dan opini. Bekerja sebagai ASN Pemda. Masih tetap belajar dan belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pentingnya Mekanisme Perlindungan Jurnalis yang Terintegrasi

11 September 2023   11:11 Diperbarui: 11 September 2023   13:15 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jurnalis memainkan peran penting dalam masyarakat demokratis. Mereka bertugas mencari dan menyebarkan informasi, terutama informasi yang penting bagi kepentingan publik. Untuk dapat menjalankan peran ini secara efektif, jurnalis harus memiliki jaminan perlindungan yang kuat.

Namun, dalam beberapa tahun terakhir, jurnalis di Indonesia sering menjadi sasaran serangan, baik fisik maupun digital. Serangan-serangan ini dapat berasal dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, korporasi, atau kelompok-kelompok tertentu.

Serangan fisik dapat berupa kekerasan, intimidasi, atau ancaman. Serangan digital dapat berupa peretasan, doxing, atau penyebaran informasi palsu. Serangan-serangan ini dapat berdampak serius bagi jurnalis, baik secara fisik maupun psikologis.

Untuk menjamin perlindungan jurnalis, diperlukan upaya yang komprehensif dari berbagai pihak. Pemerintah, media, dan masyarakat perlu bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang aman bagi jurnalis.

Salah satu aspek penting dari perlindungan jurnalis adalah adanya mekanisme perlindungan yang terintegrasi. Mekanisme ini harus mencakup aspek hukum, keamanan digital, dan dukungan psikologis.

Aspek hukum

Aspek hukum merupakan aspek penting dalam perlindungan jurnalis. Undang-Undang Pers No. 40 Tahun 1999 telah memberikan perlindungan hukum bagi jurnalis, namun perlu ada penguatan regulasi untuk melindungi jurnalis dari serangan digital.

UU Pers No. 40 Tahun 1999 telah mengatur bahwa setiap orang yang menghalangi kegiatan jurnalistik dapat dipidana hingga dua tahun penjara dan denda hingga Rp 50 juta. Pasal 30 ayat 3 UU ITE juga menyatakan, setiap orang dengan sengaja dan tanpa mengakses komputer dan/atau sistem elektronik dengan cara apa pun bisa dipidana penjara paling lama delapan tahun dan/atau denda paling banyak Rp 800 juta.

Namun, penerapan UU Pers No. 40 Tahun 1999 dan UU ITE dalam kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis masih belum optimal. Banyak kasus kekerasan terhadap jurnalis yang tidak terselesaikan karena polisi tidak aktif dalam menanganinya.

Untuk meningkatkan perlindungan jurnalis, pemerintah perlu memperkuat regulasi yang melindungi jurnalis dari serangan digital. Pemerintah juga perlu meningkatkan pengawasan terhadap penegakan hukum dalam kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun