Kita mengenal banyak tokoh hebat di dunia ini. Mulai dari Steve Jobs, Bill Gates, bintang film Hollywood, grup musik legendaris Beattles, seniman Beethoven, hingga para pemimpin besar dunia. Kalau melihat sejarah Indonesia kita mengenal ada Patih Gajahmada yang mempersatukan kerajaan di seluruh Indonesia. Bahkan di era modern ini kita pernah mengenal Gayus Tambunan yang katanya bisa berubah rupa dan menghilang sehingga sulit dicari.
Banyak orang ingin dikenal sebagai orang besar dan diakui di dunia ini sehingga mereka mengorbankan segalanya untuk membesarkan nama, mulai dari harta benda hingga nyawa. Hal seperti ini sering sekali kita amati di kalangan pejabat Indonesia.
Namun, apakah mereka selalu mendapatkan kebesaran seperti yang diinginkan ? Seringkali orang yang terlihat besar, belum tentu benar-benar besar. Sebaliknya, orang-orang yang biasa-biasa saja, bahkan lebih sering diabaikan sesungguhnya perlu mendapatkan penghargaan sebagai orang yang besar.
Markus, adalah salah seorang warga biasa yang berkarya sebagai pembuat kaki palsu di Sabatu, Pontianak. Kesehariannya diisi dengan membuat kaki palsu bagi para pasien yang juga sedang menjalani terapi atau latihan fisik di Sabatu. Ia mengaku bahwa ia merasa bangga bisa bekerja dan menolong sesama yang cacat sehingga bisa berjalan seperti layaknya manusia normal. Dalam keterbatasannya karena ia sendiri juga penderita cacat, ia mau berbagi meskipun ia sendiri hidup dalam kondisi yang sangat sederhana.
Fakta tersebut menunjukkan bahwa orang yang biasa-biasa saja pun bisa berkarya untuk kebaikan orang lain, bahkan tidak merasa perlu untuk dikenal ataupun diakui keberadaannya. Meskipun menderita cacat dan hidup dalam kesederhanaan, sangat jauh dari kecukupan, ia tidak mau menggantungkan diri pada orang lain. Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. Kondisi cacat bukanlah halangan untuk berdiam diri, menunggu uluran tangan, tetapi ia tetap bersemangat untuk berbuat sesuatu yang berguna untuk orang lain.
Seringkali kita lebih tertarik menjadi besar dalam pengertian yang lebih sempit dan berwujud. Kita lebih tertarik menjadi orang besar dan hebat serta terkenal secara fisik, lebih bersemangat mengejar gelar -gelar kehormatan, kedudukan, dan juga kekayaan dengan melupakan orang lain karena menjadikan diri sendiri sebagai fokusnya. Banyak orang lebih mengutamakan mengalahkan orang lain untuk menjadi orang besar. Tanpa sadar semua hal yang kita lakukan yang dianggap hal-hal yang besar justru membuat kita jadi besar kepala dan menjadikan kita menjadi orang kecil.
Sikap memenangkan diri sendiri, serakah, dan saling berebut untuk menjadi nomor satu tanpa peduli apa yang terjadi di dunia luar. Jujur dan adil hanya menjadi simbol belaka karena di balik kedudukan dan kekuasaan terdapat penindasan dan penjajahan terhadap orang-orang kecil yang mungkin sebenarnya lebih memiliki kerendahan hati dan nurani. Sering terjadi hukum bersifat tajam ke bawah, tetapi tumpul dan tidak mempan ke atas.
Banyak para pejabat yang diberikan amanat untuk memimpin dan memberikan kesejahteraan bagi rakyat malah sibuk dengan urusan harta dan kekuasaan.
Pada saat perekonomian tetap bertumbuh sementara negara lain banyak yang mengalami pertumbuhan negatif, banyak pihak mengklaim bahwa ini adalah keberhasilannya. Namun ketika angka kemiskinan masih tinggi, pendidikan dan kesehatan masih tertinggal, banyak yang berkilah bahwa itu bukan tanggung jawab mereka. Apakah mungkin mereka sudah kehilangan nurani ?
Orang yang besar melakukan hal-hal kecil, dan karena itulah mereka menunjukkan kebesarannya. Menjadi besar dan pemimpin sejati dicapai bukan dengan mendesak orang lain agar melayani dirinya, melainkan dengan kesediaan memberi diri melayani orang lain. Orang yang besar mengalahkan segala keinginan dan hawa nafsu ketika masih berupa godaan dan percikan kecil. Mereka sebenarnya tidak mengejar kebesaran nama, kedudukan, gelar, dan kekayaan.
Sejarah Indonesia pernah mencatat pertempuran di laut Aru pada tahun 1962 melawan Belanda yang menenggelamkan KRI Macan Tutul, demi menyelamatkan dua KRI yang lain yaitu KRI Harimau dan KRI Macan Kumbang. Saat berusaha mendekati kapal musuh, pihak Belanda menyangka KRI Macan Tutul membawa torpedo, bersiap melakukan serangan karena untuk melakukan serangan tersebut, kapal harus mendekat untuk memenuhi jarak tembak torpedo. Segala tembakan Belanda kemudian dikonsentrasikan ke KRI Macan Tutul hingga akhirnya kapal tenggelam. Banyak para anak buah kapal KRI Macan Tutul yang gigih, tewas, namun sampai kini tidak banyak dikenal. Mereka melakukan hal-hal besar, namun mereka tidak dikenal sebagai orang besar karenanya.
Di masa sekarang ini pun, banyak orang yang hebat berkarya dalam kesunyian, jauh dari hiruk pikuk, serta jauh dari penghargaan. Mereka berbuat tanpa pamrih. Merekalah sebenarnya pahlawan-pahlawan sejati dan orang besar itu. Mereka berkarya dengan semangat, “Melakukan hal kecil dengan cinta yang besar”. Jika kita menemukan orang-orang seperti mereka, kita layak memberikan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada mereka. Orang yang sok sibuk dan sok penting yang mengejar popularitas dan reputasi atas hal-hal yang sebenarnya tidak mereka kerjakan akan menjadi kecil sekali jika dibandingkan dengan orang yang melakukan hal besar tetapi tidak pernah dikenal karena perbuatannya.
"Dunia ini terus bergerak, bukan hanya karena kerja keras para pahlawannya yang hebat, tetapi juga oleh banyaknya jerih lelah setiap pekerja sederhana yang jujur (Helen Keller)."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H