Karena  kesadaran bahwa yang namanya manusia pasti meninggal dunia, apa yang harus kita lakukan? Apakah kita takut? Takut itu manusiawi, asal tak berlebihan. Sebab takut atau tidak, sama sekali tidak membuat  hidup kita abadi di dunia ini. Kita tetap meninggal dunia.
Memento mori seharusnya membuat kita memaknai hidup hari ini dengan sebaik-baiknya. Bila perlu kita menganggap bahwa hari ini, minggu ini atau bulan ini adalah saat terakhir dalam hidupku! Seremkah? Bisa jadi. Tapi ini cara yang baik untuk mengakrabkan diri dengan kematian. Â Ini cara untuk menyadarkan diri kita bahwa kematian bahkan menjadi bagian dari hidupku yang tak seharusnya ditakutkan secara berlebihan.
Tak berlebihan juga kalau dikatakan bahwa memento mori menggerakkan hati kita agar mencintai kematian, jangan membencinya! Sebab tak ada gunanya juga membenci kematian. Kita tetap meninggal dunia!
Tak hanya itu, memento mori  juga menggerakkan hati kita untuk hanya melakukan yang  terbaik hari ini, minggu ini atau bulan ini. Apa yang terbaik itu? Menurutku, patokannya adalah norma atau aturan dalam keluarga, masyarakat/negara atau norma agama masing-masing.
Bagi para pengikut Yesus, norma  tertinggi atau norma pertama dan terutama adalah KASIH. Norma ini ditegaskan sendiri oleh Tuhan Yesus. "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri (Mat. 22:37-38)." Norma inilah yang seharusnya menjiwai peziarahan hidup para pengikut Kristus.
Memento mori menggerakkan hati para pengikut Kristus untuk hanya berjuang mengasihi Allah dan mengasihi sesama dengan segenap hati  sesuai panggilan dan perutusan masing-masing. Norma ini dihayati secara konkret di dalam keluarga, komunitas, lingkungan atau kelompok basis, tempat kerja dan di tengah masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Ini juga bentuk persiapan pribadi menghadapi kematian yang sering datang seperti pencuri itu. Semuanya ini harus dilakukan selama hari ini, minggu ini atau bulan ini. Jangan menunda-nunda! Sebab barangkali ini saat terakhir hidup kita.
Dengan demikian, segala tindakan yang bertentangan dengan norma KASIH, antara lain: menyangkal Tuhan (ateis), malas berdoa, benci, iri hati, fitnah, menyebar kebohongan, sombong, berhamba pada harta atau tahta atau kenikmatan tertentu, mencuri/korupsi, tidak peduli dengan penderitaan orang (egois), membunuh, aborsi, euthanasia perlu dihindari atau tidak perlu dilakukan. Semuanya tindakan ini tidak perlu dilakukan hari ini, minggu ini atau bulan ini. Jangan menunda-nunda! Sebab barangkali ini saat terakhir kita menikmati hidup di dunia ini.
Memento Mori juga menyadarkan orang bahwa harta, pangkat/jabatan dan kenikmatan yang diperoleh di dunia ini semuanya fana. Tak abadi. Karena itu, orang tak perlu melekatkan hati pada semuanya itu. Tidak perlu berhamba pada tuan harta, uang, pangkat/jabatan dan kenikmatan tertentu. Semuanya akan berlalu. Semuanya tak akan dibawa pulang saat kematian. Semua orang akan pulang kepada Allah dalam keadaan telanjang sebagaimana ia keluar dari rahim ibunya. Telanjang bulat. Bulat sekali!
Akhirnya, memento mori menyadarkan orang bahwa dunia ini tidak abadi. Yang abadi adalah tinggal bersama Allah dalam keabadian yang dialami setelah meninggalkan dunia ini. Dunia ini bukan rumah kita. Dunia ini hanya tempat singgah (mampir ngombe: mampir minum) dan bukan tujuan peziarahan. Tujuan peziarahan adalah berada di rumah Tuhan dalam keabadian.
Tentang kefanaan hidup manusia, saya tertarik untuk membagikan kepada Anda syair lagu yang indah sekali dari  Maria Shandi, artis Kristen yang terkenal beberapa tahun terakhir ini. Saya sangat menyukai lagu ini. Jika Anda belum tahu lagu ini dan mau tahu bagaimana menyanyikannya, silahkan mencari dan mendengarkannya di Youtube.
Dunia bukan Rumahku