Mohon tunggu...
Laurens Gafur
Laurens Gafur Mohon Tunggu... Guru - Peziarah kehidupan yang tak lelah mencari dan mendekap kebijaksanaan

Saya seorang pendidik di SMAK Seminari St. Yohanes Paulus II - Labuan Bajo, Flores Barat-NTT. Saya alumnus STF Widya Sasana Malang.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Baruch Spinoza: Demokrasi sebagai Sistem Pemerintahan Terbaik

10 Maret 2020   08:33 Diperbarui: 10 Maret 2020   08:38 3055
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

3. Kebebasan Beragama

            Setiap manusia mempunyai hak untuk menentukan  apa yang terbaik demi kebahagiaan hidupnya. Akal budi memampukan manusia untuk menemukan apa yang berfaedah bagi dirinya. Menurut Spinoza, setiap manusia memiliki hak untuk memeluk agama tertentu.[12] Berkaitan dengan hal demikian, tidak ada seorang pun  yang bisa memaksa seseorang untuk memeluk atau tidak memeluk agama tertentu. Hak untuk memeluk agama adalah hak kodrati manusia yang tidak bisa diintervensi oleh pihak lain. Dengan demikian, negara, organisasi masyarakat atau agama tertentu tidak mempunyai kuasa untuk memaksa seseorang dalam menganut atau tidak menganut agama tertentu.[13]

Pemikiran Spinoza tentang kebebasan beragama ini tidak bisa dipisahkan dari pengalaman hidupnya di Belanda.  Pada waktu itu, Spinoza diekskomunikasi dari agama Yahudi karena  dianggap sebagai penentang  ortodoksi.[14] Pemikiran kritisnya yang terungkap dalam keberaniannya dalam menafsirkan Kitab Suci secara liberal atau tidak mengikuti tafsiran sebagaimana lazimnya ternyata mengundang amarah dari pemuka agama Yahudi. Setelah dibujuk untuk kembali menghargai ajaran Yahudi dan Spinoza tidak menghiraukannya, maka mereka mengekskomunikasinya.

Selain itu, ia juga menyaksikan sendiri bagaimana kehidupan beragama di Belanda diwarnai dengan konflik antara pihak tertentu. Khususnya, konflik di dalam Gereja Reformasi Belanda antara partai Remonstrants dan kontra Remonstrants yang menyita perhatian banyak orang.[15] Kelompok Remonstrants merupakan himpunan orang-orang yang dikeluarkan dari Gereja Reformasi Belanda pada tahun 1619 karena menolak doktrin predestinasi dan ajaran tentang rahmat. Kelompok Remonstants ini mendukung Partai Republik yang menjunjung tinggi kebebasan manusia. Kelak Spinoza bergabung dengan kelompok ini. Di pihak lain, ada kelompok Kontra Remonstrants yakni orang-orang konservatif yang berani menentang kelompok Remonstrants dan  masih setia pada ortodoksi Calvinist. Kelompok kontra Remonstrants ini menjadi pendukung  Partai Orangist.

 Pengalaman di atas mendesak Spinoza untuk mengungkapkan isi hatinya tentang hak alamiah manusia untuk memeluk atau tidak memeluk agama tertentu. Ia prihatin dengan pemerintah atau ororitas agama Yahudi yang memaksa orang-orang agar mengikuti begitu saja ajaran agama tanpa dikritisi oleh akal sehat.[16] Menurutnya, di dalam kehidupan beragama, manusia dengan bebas menggunakan akal budinya untuk menghayati hidup keagamaannya dengan baik tanpa intervensi pihak lain. Otoritas yang mengintervensi seseorang atau sekelompok orang untuk memeluk agama tertentu adalah penguasa yang lalim. Yang terpenting dalam sebuah agama adalah orang-orang berjuang untuk  melakukan cinta kasih dan keadilan.[17]

 Relevansi untuk Demokrasi di Indonesia

Sebagai sebuah negara yang memilih sistem pemerintahan demokrasi, apakah negara Indonesia telah menjamin kebebasan individual para warganya? Penulis memaparkan sekilas tentang penghayatan kebebasan individual di Indonesia. Sejak kemerdekaan tahun 1945, negara Indonesia menghadapi banyak persoalan yang berkaitan dengan kebebasan individual. Persoalan yang paling sering terjadi adalah ketika Suharto menjadi presiden Indonesia. Di bawah pimpinan Suharto, kebebasan warga negara Indonesia sungguh-sungguh dikekang. Betapa tidak, siapa saja yang mengeritik kinerja pemerintah, maka akan dihukum, bahkan nyawa dipertaruhkan.[18] Masa Orde Baru sungguh-sungguh saat-saat kelam di mana kebebasan individual kurang dihargai di Indonesia.

Setelah rezim Orde Baru tumbang pada tahun 1998, Indonesia memasuki babak baru yakni reformasi. Harus diakui bahwa banyak perubahan yang terjadi di Indonesia setelah Orde Baru. Hal ini sungguh terasa dalam mengekpresikan kebebasan berpendapat. Kita bisa menyaksikan bagaimana para warga dengan berani mengkritisi kinerja pemerintah apabila dianggap tidak menjalankan tugas kenegaraan dengan baik.[19] Pemerintah pun dengan lapang dada menerima sekian banyak masukan yang diberikan oleh rakyatnya.

Akan tetapi, ada beberapa catatan penting yang berkaitan dengan ekspresi kebebasan individual yang masih dikekang hingga saat ini. Kebebasan beragama dan melakukan kebaktian keagamaan adalah hal yang masih menghadapi banyak tantangan di Indonesia. Kita sering kali mendengarkan bagaimana kebaktian agama tertentu dilarang. Atau tentang sulitnya mendapatkan izinan untuk membangun rumah ibadat bagi orang-orang Kristen.

SETARA Institute mengadakan pemantauan di 12 Propinsi, yaitu Sumatera Utara, Sumatera Barat, Banten, Jakarta, Jawa Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara, Gorontalo, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Maluku.[20]  Berdasarkan pemantauan yang dilakukan mulai tahun 2007 hingga 2009 ini, mereka menemukan bahwa masih banyak pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan. Pada tahun 2007 ditemukan  135 peristiwa pelanggaran, tahun 2008 ditemukan 265 peristiwa dan tahun 2009 ditemukan 200 peristiwa pelanggaran. Banyaknya  jumlah pelanggaran ini  menyadarkan kita bahwa kebebasan Individual belum sungguh-sungguh terjamin di Indonesia.

Pelanggaran kebebasan beragama yang terjadi selama tiga tahun meliputi isu-isu dominan sebagai berikut:[21] 1) pendirian rumah ibadah; 2) penyesatan keyakinan/ aliran keagamaan; 3) pengrusakan tempat ibadah; 4) peraturan perundang-undangan dan kebijakan diskriminatif. Pelanggaran ini ada yang dilakukan oleh negara (berkaitan dengan Undang-Undang) dan ada juga yang dilakukan oleh warga negara (pengrusakan tempat ibadah, penganiayaan terhadap kelompok tertentu).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun