Mohon tunggu...
lora siringoringo
lora siringoringo Mohon Tunggu... Guru - Traveller sejati

Hobby travelling yang baru diwujudkan saat tangan ini sudah tidak terbuka dan memfasilitasi sendiri. Tidak ada kata terlamvat tuk mewujudkannya. Niat dan usaha menjadikannya nyata.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Kalau Bukan Kita Siapa Lagi

14 Juli 2016   14:07 Diperbarui: 14 Juli 2016   14:50 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="real picture"][/caption]Gelombang laut di pulau Kalong seakan mengayun dan menghantarkan kami ke peraduan dimalam terakhir kami di laut Flores. Angin yang berhembus kencang menambah kesejukan sekaligus menjadi  musik penghantar tidur sesaat namun lama kelamaan berubah menjadi dingin yang menusuk tulang dan suara yang menggugah waktu istirahat.

Enggan untuk mengambil android tuk sekedar melihat waktu kala kapal meninggalkan pulau Kalong namun yang pasti diluar masih terlihat gelap dan kami tetap memejamkan mata, menutup tubuh dengan kain pantai serta meringkuk diatas ranjang lantai dua. Gelombang laut seakan tak pernah lelah saling berkejaran membuat kapal masih setia mengayun laksana bayi kecil yang sedang ditidurkan. Hari semakin terang kami pun bersiap untuk memulai hari Minggu ini 26 Juni 2016. Mengawali pagi ini dalam doa saya datang menghadap sang kuasa, bersyukur dapat melalui malam yang bergelombang dan memasuki pagi terakhir di laut Flores. Semua beranjak dari peraduannya, bersiap diri untuk melihat keindahan laut Flores dari sisi yang berbeda di puncak bukit pulau Padar.

Seperti pagi sebelumnya saat kami ke ruang depan, roti untuk sarapan sudah tersedia dan sangat penting untuk mengisi perut sebelum trekking. Semua berkumpul dipantai, trekking pun dimulai. Medan trekking yang berbeda dari sebelum-sebelumnya, dengan kecuraman yang luar biasa, batu dan pasir yang membuat licinnya jalan memaksa kami untuk tetap waspada, fokus melihat kebawah jalan, menjejakkan kaki diatas batu atau pijakan yang kokoh agar tidak tergelincir serta saling mengingatkan kondisi jalan yang telah lebih dulu dilalui dan menopang satu sama lain agar bersama-sama sebagai satu tim dapat tiba di puncak Padar.

Plang merah sebagai tanda tempat perhentian pertama untuk istirahat sejenak, lalu kembali trekking keatas dan berhenti di spot foto dimana ada batu besar diujung bukit. Secara bergantian kami berfoto sementara yang lain berteduh dibawah pohon yg rindang menghindari terik matahari yang menyengat kulit dan ada juga yang mencari spot foto dibelakang pohon tersebut. Perjalanan belum berhenti sampai disini kami masih harus terus naik untuk mencapai puncak Padar. Naik dan terus naik sampai kami dari ketinggian bukit Padar dapat melihat laut yang membentang luas dengan gugusan pulau-pulau disekelilingnya.

Kali ini bukan hanya decak kagum atas keindahan alam yang saya lihat, rasa syukur kepada Tuhan yang membuat karyaNya begitu indah dialam Indonesia. [caption caption="bukan editan"]

[/caption]

Taman Nasional Komodo Loh Buaya, Rinca

Siang hari kami tiba di Taman Nasional Komodo Loh Buaya, Rinca. Tempat dimana kita dapat melihat Komodo secara langsung mulai dari ukuran yang kecil sampai yang besar.

Jangan pernah merasa hebat dan mampu berjalan sendiri di lokasi ini kalau tidak mau jadi santapan lezat Komodo. Ranger...ya semua yang ingin melihat Komodo harus didampingi ranger. Seorang ranger untuk 5 orang pengunjung, dan kami 13 orang didampingi 3 orang ranger. Tiket masuk tempat ini 60 ribu untuk wisatawan lokal dan kisaran 200 ribu untuk wisatawan asing. Perhatikan dan simak baik-baik saat ranger memberi arahan; buaya ada 2 jenis: buaya darat salah satunya Komodo dan buaya laut, saat berjalan usahakan jangan berjauhan dari rombongan dan ranger, perhatikan sekeliling karena selain komodo ada binatang melata seperti ular yang bebas berkeliaran, jangan ada benda-benda disekitar tubuh yang bergerak-gerak, bergelantungan atau melambai saat berjalan karena komodo akan mengira itu makanan hahaa (serius ini beneran).

Trekking dapat dipilih sesuai kemampuan; trekking pendek 30 menitan, trekking sedang 1-1.5 jam dan trekking panjang sekitar 2 jam-an silahkan dipilih sesuai selera masing-masing. Dan kami memilih trekking paling singkat walau tak ada pilihannya diatas... Masih dalam perjalanan memasuki kawasan Loh Buaya, Rinca ini kami sudah dapat melihat Komodo ukuran sedang yang beristirahat bobo siang diatas pohon, terus berjalan sejauh mata memandang disebelah kiri kembali melintas Komodo kecil walau ada beberapa teman yang tidak melihat karena saru dengan batang pohon. Melewati area tiketing, memasuki area rumah logistik dibawahnya ada 2 Komodo; yang 1 asyik berbaring, sementara 1 lagi asyik merayap ditanah sembari mengintai pengunjungnya hihii.. Terus berjalan mengikuti trek lagi-lagi kami bertemu dengan Komodo yang kali ini ukurannya besar, dia baru saja makan dan sedang mencari betinanya karena saat ini sedang musim kawin...asyik kawin hahay...huuush.. Komodo kawin dengan cara melilitkan kedua ekor betina dan jantan.

Disisi kanan kami adalah tempat Komodo betina menyembunyikan telur-telurnya selama beberapa kurang lebih 6-9 bulan sampai menetas. Begitu menetas anak Komodo ini akan bertahan hidup diatas pohon selama tiga tahun untuk menghindari musuh atau bahkan orangtuanya sendiri dapat memangsa mereka anak-anaknya. Berjalan naik sampai ke puncak trek jalur pendek ditemani ganteng dan gagahnya sang matahari yang memaksa kami berkeringat, membuat sebagian dari kami berteduh dibawah pohon sementara saya asyik mewawancarai salah satu ranger asal Yogja yang bekerja selama 10 hari tanpa libur namun akan libur 10 hari dihari berikutnya demikian seterusnya.

Apa pernah ada ranger yang pernah kena air liur komodo? tanya saya, ada dan tertolong karena dengan sigap dan cepat  dapat segera diterbangkan dengan helikopter yang selalu siap menghantar ke rumah sakit di Bali. Berdasarkan info air liur komodo ini mematikan, karena mengandung ratusan, ribuan bahkan jutaan virus yang mematikan maka berhati-hatilah saat berdekatan dengan buaya darat ini jangan sampai bertukar air liur hehehh. Ada juga pohon diatas bukit ini, pohon yang tertancap gagah atau cantik tergantung cara menilainya tapi sayang tak ada pohon lain yang menemani alias jomblo, pohon jomblo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun