Mohon tunggu...
lora siringoringo
lora siringoringo Mohon Tunggu... Guru - Traveller sejati

Hobby travelling yang baru diwujudkan saat tangan ini sudah tidak terbuka dan memfasilitasi sendiri. Tidak ada kata terlamvat tuk mewujudkannya. Niat dan usaha menjadikannya nyata.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Roller Coaster Flores-Mandalika

5 Juli 2016   10:17 Diperbarui: 5 Juli 2016   10:35 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah berada di Flores selama 6 hari 5 malam dari tanggal 22 Juni - 27 Juni 2016, dimana 3 hari 2 malam sejak tanggal 24 Juni - 26 Juni 2016 kami habiskan di laut tibalah bagi kami perempuan-perempuan tangguh dari Jakarta Lita, Lora dan Rumi beserta Agoes sang komandan kembali pulang ke Lombok. Ya kami para perempuan ini memilih jalan udara hanya sampai Lombok dan selebihnya untuk menuju Flores kami menempuh jalan darat dan laut, demikian sebaliknya.

Ini kisah perjalanan pulang kami dari Flores menuju Lombok. Pagi hari pukul 07.00 WITA saya dan Rumi sengaja turun untuk memesan teh manis tok yang menjadi sajian sarapan tiap paginya. Saat melihat keluar mata saya menangkap sosok Agoes sang komandan yang sudah berdiri tepat didepan penginapan seraya menelpon salah satu dari kami untuk memberitahu agar kami segera berkemas dan beranjak ke pelabuhan Labuhan Bajo. 

Segera kami memanggil dia dan menghampirinya 'hayooo mba siap-siap kita pulang, loh barang-barang mba dan mba Lita mana?' Terlihat panik diwajahnya, kami pun berusaha untuk menenangkannya ok sekarang saya naik siap-siap sekaligus memanggil Lita sementara Rumi mengambil laundryannya dan Agoes ke pelabuhan menanyakan jadwal keberangkatan. 

Saya dan Lita pun bergegas turun meninggalkan kamar dan menyeruput teh manis serta kopi yang masih panas ditambah panasnya ruangan karena listrik yang padam, dan rasa tergesa-gesa yang membuat kami berkeringat. Tanpa tedeng aling-aling kami segera meninggalkan penginapan dan berjalan menuju pelabuhan yang jarak tempuhnya hanya 3-5 menit berjalan kaki. Tibalah kami di loket pembelian tiket 55rb/orang, 4 tiket seru Agoes sambil menyebutkan nama kamai satu persatu. 

Tiket sudah ditangan kami pun bergegas naik ke kapal, kapal yang sama yang menghantarkan kami dari pelabuhan Sape - Labuhan Bajo kini menghantarkan kami kembali ke Sape dan kami pun menempati ruangan VIP dengan posisi kursi yang sama saat berangkat hanya saja kali ini tidak ada matras untuk sekedar merebahkan tubuh ini. 

Kurang dari jam 08.00 pagi kami sudah berada diatas kapal, dan kapal baru melepas sauhnya jam 10.00 lewat. Terbayang betapa panik dan tergesa-gesanya kami takut ketinggalan kapal hhmm ternyata kami masih punya banyak waktu sebenarnya asal saja punya informasi yang jelas soal keberangkatan kapal.

Penyeberangan ini ditempuh selama 6-7 jam. Dalam perjalanan ini Lita sibuk mengunduh foto-fotonya, Rumi sibuk merangkai kata-kata untuk tulisannya, Agoes sibuk menjawab telpon dari atasannya, dan aktif mencari informasi transportasi selanjutnya, sementara saya mengambil posisi yang paling nyaman untuk memejamkan mata walau memang percuma karena suasana di ruangan vip yang ramai yang membuat ruangan sangat panas seakan 4 pendingin ruangan tidak ada gunanya.

Aman mba seru Agoes tatkala dia mendapat informasi dari orang yang dia ajak bicara diluar ruangan vip kapal. Bis dari Bima tidak akan jalan sebelum rombongan dari kapal ini tiba, ya kira-kira paling lama keberangkatannya jam 19.00 WITA. Nanti dari pelabuhan Sape - Bima kita naik bis pokoknya aman sudah perjalanan kita mba dan besok paling lambat siang hari kita sudah sampai rumah seru Agoes dengan wajah yang sumringah. 

Lepas dari informasi yang disampaikan Agoes membuka pembicaraan 'bagaimana sosoknya dimata kami dan sebaliknya'. Bukan hanya itu saja dia pun sekilas bercerita tentang kisah romansa hidupnya. Waktu makan siang pun tiba, tak ada penjual nasi keliling berkeliaran seperti saat pagi hari sebelum kapal berlabuh dan memaksa 3 teman saya untuk memesan mie instan dikantin kapal yang tentu saja harganya luar biasa wow.

Waktu menunjukkan pukul 15.45 WITA saat mata ini jauh memandang ke pelabuhan Sape yang sudah didepan mata, namun tiba-tiba kami dapat merasakan bahwa kapal tidak jalan, kapal terhenti entah untuk berapa lama. Saya melihat keluar melalui jendela kapal, disana di Pelabuhan Sape ada kapal ferry yang masih bersandar yang menjadi alasan kapal kami berhenti. Sabar menanti dan berusaha untuk tenang karena waktu yang masih cukup panjang untuk mengejar bis ke terminal Bima. 

Agoes mulai gusar; mencoba mencari informasi dari rekan sejawatnya yang bertugas di pelabuhan, dan mencari transportasi yang akan membawa kami ke Bima. Mba nanti dari Sape kita sewa mobil sampai Bima ya biar kita tidak ketinggalan bis ke Mandalika seru Agoes kepada kami, okay goes atur gimana baiknya dan kami siap ikut komando mu. Kapal tak kunjung jalan saat waktu sudah menunjukkan hampir pukul 17.00 WITA, kapal beberapa kali dibunyikan seraya klakson mobil ditengah macetnya jalan namun kapal yang bersandar di Sape belum juga beranjak. Agoes pun sibuk mencari informasi sambil sesekali melihat jam tangannya, masih nunggu surat jalan mba ferry yang disana seru Agoes dan mencoba menelepon supir mobil sewa kami agar sabar untuk menunggu. 

Entah siapa dan bagaimana proses sampai akhirnya kapal kami jalan sementara ferry di Sape masih bersandar dengan gagahnya ditempat yang berbeda dari sebelumnya. Fiiiuuh akhirnya kami turun dan meninggalkan kapal, bergegas jalan keluar melewati keramaian penumpang lainnya sambil Agoes dengan wajah tegangnya mencari temannya yang kala itu sedang bertugas. 

Kami pun bertemu, saling berjabat tangan, sedikit berbincang antara senior (Agoes) dengan junior yang pada akhirnya sang junior berpamitan dengan atasannya untuk menghantar kami ke mobil yang kami sewa. Sambil berjalan mengikuti temannya Agoes meliarkan pandangannya untuk ikut menemukan mobil sewaan, benar saja Agoeslah yang berhasil mendapat sinyal keberadaan mobil sewa kami. 

Segera kami pun berpamitan seraya bergegas menuju mobil, menyapa sang supir yang sudah berumur dan bergerak ke belakang mobil untuk meletakkan tas ransel yang kami bawa. Agoes membiarkan kami untuk lebih dulu masuk mobil lalu dia bergegas duduk didepan sebelum supir memasuki mobil. Saat supir membuka pintu mobil tiba-tiba beliau memandang ke arah Agoes dan bertanya 'bisa nyetir mobil?,  hayoo kamu saja yang bawa!' Saya seru Agoes! Iya kamu, soalnya bapak puasa.

Dengan wajah yang kesal Agoes pun keluar dan berpindah posisi duduk dikursi supir. Sebelum Agoes melaju mobil dia meminta ijin untuk menyetir mobil dengan kecepatan maksimal seraya meminta maaf atas ketidaknyaman sepanjang perjalanan ini. Saat meninggalkan pelabuhan Sape sampai beberapa kilometer didepan kami masih dapat menikmati perjalanan dan berkomunikasi dengan bapak pemilik mobil. 

Namun saat memasuki jalan yang berliku, berkelok, patahan yang tajam dan jalan yang gelap dimana kami hanya mengandalkan penerangan dari kendaraan kami dan yang melintas dari arah yang berlawanan satu teman kami mulai resah dan mencoba untuk menyampaikan keresahannya ini kepada Agoes dengan suara berbisik. 

Saya coba menenangkan dia seraya memberi pengertian kalau kondisi jalan yang memang berliku dan keterpaksaan Agoes berpacu dengan waktu sambil meminta dia untuk melihat betapa tegangnya wajah supir kami yang membuat kami tidak berani untuk mengusiknya. Dia meminta plastik untuk jaga-jaga kalau-kalau dia mengeluarkan isi perutnya, saya spontan bilang tak ada walau sebenarnya ada dalam tas saya, hanya tak ingin sang supir mendengar kresek-kresek suara plastik yang membuat supir kami trauma dengan suaranya. Saya pun memberi dia minyak angin sambil terus berusaha mengalihkan perasaan mualnya.

Sepanjang perjalanan bunyi dering android Agoes sempat memecah konsentrasinya, tak hanya sekali dua kali atau semenit dua menit sampai akhirnya dia jawab 'lagi nyetir dek, kejar bis nanti aja telponnya!' jawabnya kepada sang kekasih hati. Android pun kembali menempati sakunya namun terus berdering entah dari siapa kali ini karena dia hanya melihat tanpa menjawab. 

Perjalanan terus berlanjut, wajah semakin tegang, mata mengawasi kondisi jalan yang gelap sambil sesekali melihat jam dan bertanya masih jauh pak? Sang bapak pun menjawab sudah dekat namun hanyalah sekedar jawaban untuk menenangkan karena nyatanya masih jauh. PHP julukan yang tepat untuk si bapak karena setiap kali ditanya sudah dekat beliau akan jawab sudah dekat sebentar lagi sampai.

Jam pun menunjukkan pukul 19.00 WITA saat kami masih terus melaju diatas trotoar. Ketegangan dan pucat pasi masih menggeliat diwajah kami, harap-harap cemas akan keberadaan bis. Fiiuuuh akhirnya kami pun tiba diterminal, segera mengambil barang masing-masing dibagasi mobil, membayar sewa mobil serta berpamitan dengan si bapak seraya mengucapakan terima kasih. Agoes pun bergegas menemui sang penjual tiket, aman tiket sudah ditangan Mandalika siap menyambut kembalinya para petualang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun