Sumber waras dan kasus suap reklamasi hanya sebagian kecil dari besarnya korupsi yang melanda negri ini, dan Jakarta pada khususnya, saya bertanya kepada anda semua, siapa yang berani membongkar korupsi di Indonesia,? adakah yang berani.? di negri yang sangat kompleks ini sangat sulit memberantas korupsi, apakah anda melihat realitas yang selama ini kita dapati, whistle blower yang pada akhirnya harus menjadi pesakitan, bukan satu atau dua contoh yang ada, bukalah ingatan anda, flasback lah, dan kembali kepada media terdahulu.
[caption caption="Kompas - edited"][/caption]
Ini bukan main-main, korupsi sudah membudaya di Indonesia. sebuah analisa dari saya, berapakah jumlah provinsi di Indonesia yang bebas korupsi,? apakah saya, kita dan anda semua melupakan hal ini.? apakah saya, anda dan kita semua telah menutup mata ini,? saya sangat malu untuk mengatakan ini, karena saya hanya rakyat biasa yang jemu dengan arogansi korupsi yang telah membuat Indonesia tertinggal dari negara lain, di mana kemajuan sejak era reformasi,? Waoww,. kita masih berhenti dan Indonesia masih harus memberantas korupsi, kita melihat para pelaku korupsi masih bisa tersenyum lebar tanpa rasa malu.
saya harus mengakui ahok sosok yang tegas, hanya ahok yang pernah mengatakan "siap melawan dan memberantas korupsi dengan segala cara," kita secara sadar membutuhkan orang-orang seperti ahok untuk memberantas korupsi, itu yang ada di dalam benak saya, jika kita berbeda maka menjadi suatu kewajaran bukan, demokrasi adalah perbedaan, tanpa perbedaan, maka demokrasi akan mati.
Dalam artikel ini saya mencoba menuliskan sebaik mungkin untuk tidak mendeskriditkan presiden saat ini Jokowi, dan memang bukan tujuan saya untuk membandingkan atau apapun itu, karena ini merupakan sebuah pendapat dan analisa, ketika ahok pada tahun 2014 mengatakan hanya presiden yang bisa memberantas korupsi, karena presiden yang memilih Kapolri dan kejagung," adalah kalimat yang sangat tepat dan kalimat yang sangat baik, dan ketika ahok mengatakan "sampaikan salam untuk prof edy (salah satu ketua BPK) semoga panjang umur agar melihat saya menjadi presiden." juga merupakan suatu kalimat yang baik,' bukankah Prof edy di doakan ahok,? dan di balik ucapan itu ahok ingin mengatakan "orang yang bersih dan orang yang benar, pasti akan di pilih rakyat," dan kelak kalian akan melihat saya terpilih karena saya bersih".
Presiden Jokowi saat ini baik, dan terus mengedepankan harmonisasi hubungan dengan parpol, tentu untuk sebuah tujuan agar pemerintahan berjalan efektif, namun di balik semua itu kita melupakan jika Jokowi adalah kader PDIP, yang suka tidak suka harus tercipta budaya "sungkan," dalam hubungan politis maupun personal. kita tidak bisa mengesampingkan hal ini, dalam ruang inilah yang membuat Jokowi sedikit susah untuk bergerak secara all out.
Jika ahok sudah bertekad maju melalui jalur independen dalam pilkada DKI Jakarta 2017, saya sebut merupakan sebuah langkah yang baik untuk "pembentukan identitas diri," pembentukan ini adalah pembuktian ahok orang yang tegas,( no compromise) dan bisa berdiri sendiri, dalam khazanah demokrasi, ini bukan deparpolisasi atau apapun, demokrasi tetap berjalan tanpa harus hidup di dalam partai, terbukti ahok mendapat dukungan dari nasdem dan hanura, walaupun jalurnya independen.
Saya ingin menggaris bawahi, ahok mencalonkan diri dalam pilpres 2019, tentu setelah memenangi pilkada DKI, dan memperbaiki kinerja, juga dengan melakukan "persahabatan dengan partai, jalur independen untuk pilpres menjadi mustahil, atau saya katakan sulit sekali, namun dengan ahok menjalin persahabatan yang baik, ahok hanya membutuhkan sebuah "tumpangan." jadi dalam hal ini bukan di usung oleh parpol, walaupun secara harfiah ahok di usung parpol, namun secara esensi ahok hanya menumpang untuk pencalonan.
BUKAN KADER PARPOL,TIDAK HARUS MENJADI MUSUH PARPOL.
Seperti saya singgung di atas, pembentukan identitas diri, ahok akan berusaha terus menjaga kredibilitasnya yang selalu lugas dan superior secara personal, inilah yang dalam politik di sebut "politics with personal identity," tetap berpolitik namun tidak harus menjadi kader parpol, saya mencontohkan system modern seperti Amerika Serikat, mereka tidak harus kader partai untuk mencalonkan diri menjadi Presiden, namun di Amerika system berbeda dengan Indonesia, dan persamaanya adalah, personal identity tersebut, sebagai contoh seperti yang saat ini terjadi dalam Pilkada DKI, ahok independen parpol mendukung karena brand ahok sudah melekat.
Dan jika masa Pilpres tiba, lalu ahok masih bisa terus mempertahankan diri dengan pembangunan image yang semakin baik, bukan tidak mungkin parpol akan berduyun-duyun melirik dan "mengusungnya," di sinilah nilai tawar ahok terbentuk, bisa dan sangat mungkin ini terjadi seperti di Amerika Serikat, apakah terjadi deparpolisasi,? tidak, karena nilai tawar ahok dalam "menumpang" untuk di usung menjadi satu paket, semisal koalisi parpol pengusung hanya menyediakan Wapres, secara harfiah ahok dan sang wapres di usung oleh parpol koalisi, namun secara nilai tawar ahok hanya menumpang dan parpol menyediakan wakil, secara matematis ini bisa terjadi, karena pembentukan jati diri ahok telah sempurna.