Mohon tunggu...
Lora
Lora Mohon Tunggu... -

Membaca membuat pintar

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Bisakah Ahok Menjaga Momentum?

21 Maret 2016   19:09 Diperbarui: 21 Maret 2016   20:24 1556
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kepada media, Ahok mengatakan hubungan dengan PDIP baik-baik saja. Terlihat Ahok selalu menceritakan keakraban dengan Megawati. Saya sebut Mbak Mega adalah "the Political Mother homeland" dan Ahok selalu menyangkal keretakan hubungan dengan PDIP. Dalam keadaan apa pun, Ahok tetap menyangkal dan tetap menjawab dengan baik pertanyaan wartawan bahwa dirinya dengan PDIP baik-baik saja. Ini bukti pengaruh seorang Mega dengan PDIP-nya sangat besar.

Terkait hal di atas, dalam komunikasi politik sangat jelas terlihat bahwa Ahok masih perlu dukungan partai dan "masih berharap dukungan dari PDIP". Ini saya sebut sebuah realitas yang terjadi. Saya pun melihat Ahok menyadari bahwa kunci Pilkada DKI Jakarta masih di laci PDIP. Kita semua mungkin (termasuk saya) bangga dengan keputusan Ahok yang telah mengambil jalur independen. Tapi inget, kebanggaan yang diberikan Ahok bisa menjadi fatal jika Ahok dan pendukungnya (Teman Ahok) melakukan blunder.

Apakah kita, Anda semua mengamati bahwa dalam beberapa minggu ini sangat terlihat menurunnya rasa kurang percaya diri Ahok dan Teman Ahok. (Setelah fase pengumuman independen), saya melihat ini jelas terjadi.

[caption caption="Ketua umum PDIP Megawati hadir ketika Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) melantik Djarot Saiful Hidayat yang mengantikannya menjadi wakil gubenur di Balaikota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Kamis (17/12/2014). (Tribunnews)"][/caption]Pertama, Ahok melempar isu yang tidak tepat, atau belum saatnya, terkait ucapannya, "Saya kenal PDIP dari dulu tidak pernah diminta apa-apa, dan partai pengusung dalam Pilkada DKI Jakarta 2012 juga tidak meminta apa-apa." Logika politik, ucapan Ahok merupakan "warning" untuk PDIP dan Gerindra, mengingat PDIP dan Gerindra yang menjadi partai pengusung dirinya bersama Jokowi. Warning yang dilemparkan Ahok adalah sebuah bahasa sederhana "jangan sampai gue menelanjangi lo semua". Itu yang bisa saya analisiskan.

Lalu mengapa hal tersebut menjadi kesalahan fatal Ahok? Karena di satu sisi Ahok melupakan presiden saat ini adalah Jokowi yang pada waktu itu menjadi partnernya dalam Pilkada 2012. Lihatlah hingga Ahok harus terburu-buru menutup dengan isu lainnya, dan sesegera mungkin melupakan ucapan tersebut. Di sini Ahok menyerang dengan melupakan pertahanan. Sedangkan ini adalah kunci Ahok dan juga bargaining Ahok yang harusnya dikeluarkan nanti, menjelang pilkada.

Kita bisa lihat akibat serangan Ahok itu PDIP menginstruksikan agar kadernya tidak membicarakan Pilkada DKI Jakarta (jangan membuat gaduh). Ini jarak yang mulai dihindari oleh PDIP. Bagaimanapun, PDIP adalah partai besar, partai pengusung presiden terpilih dan partai pengusung Pilkada DKI 2012.

Kedua, setelah mendeklarasikan dirinya independen (Ahok-Heru), ternyata pasar politik tidak semeriah harapan. Ahok dan Teman Ahok sebelumnya mungkin berharap dari deklarasi tersebut akan muncul para pesaing dari partai politik. Namun, yang terjadi hingga saat ini parpol masih bungkam dan hanya menggadang-gadang belum ada kejelasan. Saya sebut di poin ini adalah murni kesalahan strategi dari "Teman Ahok". Dipastikan Teman Ahok menerima informasi yang keliru hingga harus terburu-buru menggandeng Heru dan mengumumkan pada publik. Namun, apa hendak dikata, semua sudah terjadi, maka perjuangan harus tetap dilanjutkan.

Memperbaiki hubungan, (meminimalisasi kurangnya kepercayaan diri ) mungkin itulah jalan terbaik Ahok saat ini. Ahok dan Teman Ahok harus menghentikan statement kampanye yang hanya akan membuat gaduh pemerintahan secara nasional dan membuat terganggunya pekerjaan di Provinsi DKI Jakarta, pakailah promosi yang bersifat simpatik dengan tetap mencari dukungan/pengumpulan KTP.

Ahok harus melakukan kembali komunikasi yang "sopan" dengan sang ibu dari PDIP. Juga melakukan pendekatan maksimal dengan Jokowi (eks-partnernya, yang juga kader PDIP) hanya Jokowi lah yang dimungkinkan dapat mengubah atau memberikan masukan kepada Mbak Mega. Tentu dalam hal ini Jokowi secara pribadi, bukan terkait karena jabatan sebagai presiden.

Ahok harus terus melakukan safari politik. Jika Nasdem dan Hanura sudah mendukung, Ahok tinggal mencari satu parpol lagi sebagai pendukung. Hal ini untuk menjaga gagalnya lobi politik dengan PDIP. Saya masih menganggap kunci Pilkada masih di tangan PDIP dan Ahok pun pasti mengetahuinya.

Namun, jika Ahok berhasil merangkul minimal tiga partai pendukung, walaupun kunci tersebut erat dalam cengkeraman PDIP, Ahok bisa menjadi lawan yang tangguh. Jika Ahok tidak mendapatkan minimal tiga partai pendukung. jalan Ahok akan berliku dan terjal bak mendaki bukit yang tinggi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun