Mohon tunggu...
Naila Ramadhani
Naila Ramadhani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Airlangga

C’est la vie.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Hukuman 6,5 Tahun dalam Kasus Harvey Moeis: Keadilan atau Formalitas?

6 Januari 2025   18:15 Diperbarui: 6 Januari 2025   18:07 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hukuman penjara selama 12 tahun yang dijatuhkan kepada terdakwa Harvey Moeis diringankan menjadi 6,5 tahun telah menarik perhatian dari berbagai pihak. Banyak pihak bertanya-tanya apakah Keputusan tersebut mencerminkan keadilan yang sebenarnya atau hanya sebuah formalitas hukum tanpa mempertimbangkan faktor-faktor yang lebih kompleks.
 
Terdakwa Harvey Moeis dinyatakan bersalah dalam kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah yang menyebabkan kerugian negara sebesar 300 triliun rupiah. Setelah menjalani persidangan, Harvey dijatuhi hukuman penjara selama 6,5 tahun. Sebagian pihak menilai bahwa hukuman tersebut berat, namun ada juga yang merasa bahwa hukuman tersebut terlalu ringan mengingat sifat dan dampak dari tindakannya.
 
Dalam kasus ini, majelis hakim menyatakan bahwa Harvey Moeis secara sah dan meyakinkan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang secara bersama-sama. Ia dinyatakan melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Selain itu, ia juga terbukti melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
 
Hakim ketua dari kasus ini menyatakan bahwa keputusan hukuman yang dijatuhkan kepada Harvey adil karena Harvey berlaku sopan selama persidangan dan sudah berkeluarga. Harvey juga dijatuhi pidana denda Rp 1 miliar subsider kurungan 6 bulan. Selain itu, ia juga diminta membayar uang pengganti sebesar Rp 210 miliar dan harta benda akan disita jika tak dibayar dalam waktu setahun setelah putusan tetap. Bila tidak cukup, maka dianti kurungan penjara selama 2 tahun.
 
Keadilan dalam sebuah sistem hukum idealnya mencerminkan keseimbangan antara hak korban, hak terdakwa, dan kepentingan masyarakat. Banyak orang berpendapat bahwa hukuman yang diberikan kepada terdakwa adalah bentuk penerapan keadilan, terutama karena keputusan tersebut diambil melalui proses peradilan sesuai prosedur.
 
Namun, muncul pandangan bahwa sistem hukum terkadang lebih fokus pada formalitas daripada substansi keadilan. Dalam beberapa kasus, proses hukum dianggap lebih mementingkan kepatuhan terhadap aturan dibandingkan memastikan hasil yang benar-benar adil bagi individu dan masyarakat.
 
Kasus ini menunjukkan tantangan dalam sistem hukum Indonesia, salah satunya adalah rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap efektivitas dan keadilan peradilan. Keputusan seperti yang dialami Harvey Moeis memunculkan pertanyaan: apakah sistem hukum di Indonesia benar-benar adil atau hanya menjalankan prosedur tanpa memberikan dampak yang berarti?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun