Mohon tunggu...
Lona Hutapea
Lona Hutapea Mohon Tunggu... Wiraswasta - Student

Lifelong learner. Memoirist.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Di Balik Tangis Marianne

11 Desember 2015   22:50 Diperbarui: 14 Desember 2015   12:34 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tak terasa hampir satu bulan berlalu sejak Jumat, 13 November 2015, ketika Paris dan Prancis mencuri perhatian seluruh dunia. Friday the 13th yang dinodai oleh serangan teroris dalam Paris Attack itu membuat semua mata terfokus ke la plus belle vie du monde alias kota tercantik di dunia yang sempat menjadi rumah kami selama empat tahun.

Saat itu cukup banyak pengguna Facebook, termasuk saya sendiri, memasang temporary profile picture berselubung Tricolore, sebutan untuk ‘si tiga warna’, bendera nasional Prancis. Polemik yang kemudian muncul di kalangan netizen terkait tren foto profil itu menurut saya pribadi sih, masih wajar sebagai bagian dari dinamika dunia maya.

Selain foto bendera Prancis, ada macam-macam ekspresi kreatif lainnya untuk menunjukkan keprihatinan dan dukungan terhadap musibah yang dialami penduduk ibukota negara terluas di Eropa Barat itu. Salah satunya adalah sebuah gambar profil wajah close up menyamping dengan rambut sebahu berkibar ke belakang dan tetesan air mata mengalir di pipinya. Wajah itu sempat cukup sering bertebaran di timeline Facebook maupun menjadi display picture BB. Siapa gerangan dia?

[caption caption="sumber: abc.net.au"][/caption]

Marianne

Tak seperti La Tour Eiffel atau Tricolore yang sudah mendunia, masyarakat di luar Prancis atau Eropa mungkin tak banyak mengenal sosok perempuan yang menangisi peristiwa Paris Attack itu.

Namanya Marianne. Ia bukanlah tokoh nyata dalam sejarah. Marianne adalah salah satu simbol negara Prancis, mirip Garuda Pancasila. Ia berasal dari sosok Dewi Kemerdekaan (Liberty Goddess) dalam budaya Romawi yang diadopsi sebagai simbol alegoris Prancis, melambangkan la liberté dan la raison.

La liberté atau kebebasan/kemerdekaan (liberty) adalah salah satu dari tiga unsur dalam semboyan Prancis - Liberté, Egalité, Fraternité (kebebasan, persamaan, persaudaraan). Sedangkan la raison (reason, nalar) menggambarkan kebangkitan ilmu pengetahuan pada masa itu. Bangsa Prancis memang sangat mengagungkan hal-hal berbau ilmu pengetahuan, nalar dan logika. Bahkan awal mula Paris digelari ‘the city of light’ bukan hanya karena benderangnya cahaya lampu hingga malam terasa siang, tapi lebih karena posisinya sebagai pusat peradaban, kiblat dunia pada periode pencerahan (enlightenment) atau the age of reason (l’âge de raison).

Simbol Kemenangan Rakyat

Marianne dianggap sebagai simbol kemenangan Republik Prancis yang berhasil menumbangkan kekuasaan monarki. Sepanjang berabad-abad sejarah Prancis, bentuk negara sempat beberapa kali berganti-ganti antara kerajaan dan republik. République Française yang kita kenal sekarang adalah bentuk negara republik yang kelima (5th Republic).

[caption caption="sumber: wikipedia.org"]

[/caption]

Sebuah monumen bernama Le Triomphe de la République (triomphe: kemenangan)  tegak berdiri di Place de la Nation, sebuah pelataran di wilayah Paris 12. Sebagai catatan, Paris terbagi menjadi 20 wilayah atau arrondissement. Marianne sebagai sosok utama pada monumen itu digambarkan berdiri di atas bola bumi dan mengendarai kereta yang ditarik oleh dua ekor singa serta dikelilingi beberapa sosok alegoris lainnya seperti le Travail (pekerjaan), la Justice (keadilan), dan l’Abondance (kelimpahan). Patung Marianne menghadap ke arah Place de la Bastille, lokasi penjara yang diserbu rakyat pada puncak peristiwa Revolusi Prancis – the storming of the Bastille – pada 1789, dan merupakan salah satu tempat para bangsawan dan keluarga kerajaan dihukum pancung di bawah tajamnya pisau guillotine.

Lambang Negara

Selain di Place de la Nation dan beberapa pelataran lainnya, Marianne selalu menempati posisi terhormat di depan setiap kantor Walikota (La Mairie) maupun gedung-gedung milik pemerintah di segala penjuru negara pencetus Deklarasi Hak Asasi Manusia dan Warga Negara ini.

Wajah Marianne juga beredar dalam bentuk koin dan perangko, serta tampil sebagai logo yang menghiasi dokumen-dokumen kenegaraan, termasuk surat edaran kala anak-anak kami dahulu menempuh pendidikan di l’école publique (sekolah negeri) di Courbevoie dan Paris. Kalau di logo Garuda Pancasila tertulis “Bhineka Tunggal Ika”, pada logo Marianne tertera semboyan Prancis Liberté, Egalité, Fraternité.  

Anda yang jeli mungkin akan langsung mendeteksi kemiripan antara Marianne dengan Statue of Liberty, ikon kota New York. Patung ini kebetulan adalah hadiah dari rakyat Prancis kepada rakyat Amerika Serikat, dirancang oleh Frédéric Auguste Bartholdi dan dikerjakan oleh Gustave Eiffel, arsitek yang membangun menara Eiffel.

[caption caption="sumber: news.newmanu.edu"]

[/caption]

Statue of Liberty dan Marianne memang merepresentasikan prinsip yang sama – kemerdekaan, the liberty, la liberté. Bedanya terletak pada hiasan kepala yang dikenakan. Liberty mengenakan diadem (mahkota), sedangkan Marianne menggunakan Phyrgian cap atau Liberty cap, topi yang dalam sejarah Eropa dikenal sebagai simbol kebebasan.    

Nama Marianne sendiri berasal dari gabungan nama Marie dan Anne. Mengapa Marie dan Anne? Karena kedua nama ini konon sangat ‘pasaran’ pada abad 18, terutama di wilayah pedesaan atau kalangan para pekerja domestik di kediaman kaum borjuis, sehingga dianggap paling ‘merakyat’, cocok dengan semangat pergerakan saat itu.

Model Selebriti

Suatu saat saya mengikuti tour di Assemblée Nationale Paris, DPR-nya Prancis. Kami berkeliling melihat isi gedung yang sarat sejarah. Di beranda bibliothèque (perpustakaan), terdapat empat buah vitrine (lemari kaca) berisi puluhan buste Marianne dari masa ke masa. Buste adalah patung berbentuk close up, hanya sampai bagian dada, seperti pas foto.

Saya baru menyadari, ternyata ada banyak versi Marianne, aneka bentuk dan desain. Pada awal kelahirannya Marianne diciptakan semata sebagai simbolisasi rakyat kebanyakan, tanpa diketahui siapa sosok yang menjadi modelnya. Namun kini zaman telah berganti. Marianne versi modern kerap mengambil sosok para ‘diva’ Prancis, artis maupun model papan atas yang dianggap mewakili citra perempuan Prancis.

Penggunaan selebriti sebagai model buste Marianne dimulai pada 1969 dengan Brigitte Bardot, aktris film yang juga sempat terkenal di Indonesia. Kemudian dilanjutkan dengan Mirelle Mathieu (1978), Catherine Deneuve (1985), Inès de la Fressange (1989), Laetitia Casta (2000), dan Evelyne Thomas (2003).

[caption caption="sumber: deville-chabrolle.com"]

[/caption]

Ternyata pernah ada insiden menarik di balik cerita Marianne versi selebriti ini. Beberapa media memberitakan, pada April 2011, salah satu kota di utara Prancis, Neuville-en-Ferrain, sempat menurunkan buste Marianne yang sudah terpasang di depan La Mairie (kantor walikota) sejak 2007. Buste yang mengikuti profil wajah dan bentuk tubuh Laetitia Casta itu dianggap memiliki ukuran dada yang terlalu besar dan menjadi bahan ‘gosip’ warga, sehingga Le Maire alias sang Walikota pun menginstruksikan untuk menggantinya dengan buste Marianne yang lebih ‘konvensional’. Hahaha….ada-ada saja!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun