“Masa depan peradaban manusia ada di kota. Salah mengelola kota maka hancurlah peradaban".
Â
Kalimat ini dikutip dari seorang arsitek modern Indonesia pada TEDxJakarta tahun 2010, yang saat ini menjabat sebagai Walikota Bandung, Ridwan Kamil.
Mengapa kota? Diprediksikan pada tahun 2025-2030, 60% penduduk akan tinggal di kota. Kota yang tidak berinovasi dan tidak melakukan hal baru secara berkesinambungan akan menjadi kota yang sakit.Â
Isu kelangsungan kota sebagai hunian (habitat) yang layak untuk peradaban masa depan, harus menjadi tanggung jawab bersama. PBB sejak tahun 1986 telah menetapkan hari Senin, pada minggu pertama di bulan Oktober sebagai Hari Habitat Dunia. Ini menjadi sebuah kampanye membangun kesadaran dan kepedulian setiap orang terhadap masa depan habitatnya, mewariskan bumi yang ramah untuk anak cucu kelak.Â
Setiap tahunnya, UN-Habitat akan menetapkan tema peringatan sesuai isu-isu terkini. Tahun 2015, tema yang diambil adalah "Public Spaces For All"Â
Â
[caption caption="Tema HHD sumber : ciptakarya.pu.go.id"][/caption]
Â
Â
Kebutuhan ruang publik sudah menjadi kebutuhan utama ketika lahan-lahan sudah makin terbatas. Ledakan penduduk yang terjadi di negara berkembang (emerging countries) seperti Indonesia membuat kota sebagai hunian menjadi tidak nyaman.
Kemajuan sebuah negara seharusnya tidak hanya diukur dari GDPnya (Gross Domestic Product), tetapi juga dengan menggunakan parameter baru yaitu dari Indeks Kebahagiaan penduduknya.
Â
[caption caption="Ilustrasi Hunian Padat Penduduk sumber: foto.tempo.co.id"]
Â
Kondisi kota tempat tinggal akan membentuk perasaan psikologi penduduknya. Rata-rata orang yang hidup di kota besar, ternyata kurang hepi (bahagia).Â
Ada banyak cara-cara sederhana yang akan meningkatkan indeks kebahagiaan penduduk. Diantaranya tentu saja menciptakan ruang publik yang aman dan nyaman untuk berkumpul dan beraktivitas. Ruang publik adalah tempat yang ditujukan untuk penggunaan publik dan dapat dinikmati secara cuma-cuma dengan tidak mengambil keuntungan di setiap penggunaannya (sumber : UN Habitat Issue Papers, 2015).Â
Sejak pindah ke Jakarta dan akhirnya memilih bertempat tinggal di Tangerang Selatan, pengembang BSD city telah membantu menjadikan kota ini sangat hijau dengan Taman Kota dan Hutan Kotanya.Â
[caption caption="Taman Kota 1 sumber: jakarta.panduanwisata.id"]
[caption caption="Taman Kota sumber: www.kotabsd.com"]
Setiap hari sabtu dan minggu, taman kota BSD menjadi pusat keramaian bagi orang-orang yang berolahraga maupun sekedar berjalan-jalan menghirup udara segar. Rutinitas ini juga kerap saya lakukan bersama keluarga.
Tak hanya taman kota, juga terdapat hutan kota sebagai tempat rekreasi yang murah bagi keluarga dan tak jarang saya melihat siswa sekolah dasar melakukan kegiatan outbond disini.
[caption caption="Hutan Kota sumber : www.kabartangsel.com"]
Ruang publik harus mempunyai multi fungsi bagi masyarakat publik yaitu sebagai media hiburan dan edukasi
Tinggal di sekitar BSD city juga membawa keuntungan bagi saya, karena sudah ada komunitas akademi berkebun yang merupakan inisiatif dari Indonesia berkebun.
Urban Farming seharusnya juga dilihat sebagai alternatif lain dari fungsi ruang publik.Â
[caption caption="Akademi Berkebun dok. Pribadi"]
[caption caption="Panen Bayam Akademi Berkebun dok. Pribadi"]
Dari ruang-ruang publik yang dimanfaatkan untuk berkebun ini akan menjadi ruang resapan yang mencegah banjir. Selain itu dari sebuah penelitian terbukti bahwa kembali ke alam seperti melihat pepohonan bahkan memeluknya akan menghasilkan unsur kimiawi yang menurunkan derajad atau tingkat stress.
Ruang publik yang dimanfaatkan sebagai Urban Farming selain membawa nilai hiburan dan edukasi, manfaat jangka panjangnya tentu saja mendidik masyarakat kota untuk lebih produktif dan kelak mampu menjadi bagian dari ketahanan pangan nasional.
Jadi seharusnya setiap pemerintah kota bersama masyarakatnya harus bekerja sama menciptakan bentuk-bentuk ruang publik yang kreatif dan bermanfaat melalui berbagai kampanye dengan pendekatan komunitas.
Â
Sebuah ide itu kakinya pendek, cara memanjangkannya dengan berkolaborasi membentuk komunitas"-Ridwan Kamil
Â
SalamÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H