Mohon tunggu...
Popy Indriana
Popy Indriana Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Talkative outside, an introvert inside.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mewujudkan Indonesia Kuat, Indonesia Hebat, Dari Keluarga

3 September 2015   17:31 Diperbarui: 3 September 2015   17:31 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

...Sejak semula mestinya kita sadar, mental kok direvolusi. Unsur pikiran, badan, spirit, pada manusia hanya bisa berubah melalui tradisi kehidupan sehari-hari yang menyentuh ketiganya secara sekaligus...(Dijual : Revolusi, BRE REDANA, kolom Udar Rasa, Kompas 12 April 2015)

 

Potongan paragraf diatas sungguh menggelitik. Revolusi mental memang sedang populer di negeri ini. Jargon ini pertama kali dikenalkan sejak bergulirnya kampanye Presiden Jokowi-JK tahun lalu. Menjadi semacam ruh baru dalam seluruh aspek kehidupan masyarakat Indonesia yang "kekinian" :) Namun setuju dengan yang ditulis oleh mas Bre, tidak semudah itu merubah mental seseorang dalam waktu singkat.

Mental bersifat kejiwaan, yang berpengaruh pada perilaku individu dan pada akhirnya membentuk karakter. Mental seseorang terbentuk melalui serangkaian pengalaman hidup yang didapatkan dari pola asuh dan pengaruh lingkungannya. Mental yang baik akan menghasilkan perilaku yang baik.

 

[caption caption="Ilustrasi Revolusi Mental sbr.www.youtube.com"][/caption]

 

Fungsi Keluarga

Karena membentuk (baca:merevolusi) mental membutuhkan proses, melalui tradisi dalam kehidupan sehari-sehari, ini diawali dari bagaimana seseorang itu tumbuh dan berkembang. Tentu saja keluarga dalam hal ini orang tua mempunyai peran yang sangat penting.

Keluarga sebagai unit terkecil dalam sebuah masyarakat mempunyai delapan fungsi yang menjadi landasan utama terwujudnya revolusi mental yaitu agama, pendidikan, cinta kasih, perlindungan, reproduksi, sosial budaya, ekonomi dan lingkungan (sumber : BKKBN)

 

Revolusi Mental

Ada banyak perilaku yang digenerate dari mental tidak sehat yang masih jauh dari visi Indonesia Hebat dengan revolusi mental sebagai misinya. 

1. Indonesia menduduki peringkat ke 107 dari 175 negara untuk indeks korupsi yang dikeluarkan oleh Transparency International (dirilis 3 Desember 2014). Perjuangan melawan korupsi masih menjadi PR utama bangsa ini. Korupsi seperti sudah menjadi budaya, tidak hanya menyentuh kaum elite, masyarakat kebanyakan seringkali tidak sadar bahwa mereka turut merawat bibit-bibit korupsi. Contoh sederhana : mengurus SIM menggunakan jasa calo.

2. Membuang sampah pada tempatnya masih menjadi hal sulit bagi bangsa ini. Setiap mudik lebaran, pemandangan kotoran yang berserakan di kawasan Rest Area menjadi rutinitas tahunan saya. Berapa lama mereka belajar tak mampu membuat orang-orang ini gigih mencari tempat sampah dan sabar menyimpan sampahnya terlebih dahulu.

[caption caption="Pemandangan Sampah Tol Cipali Mudik Lebaran 2015 sumber:www.lapor.go.id"]

[/caption]

3. Pemandangan perayaan kelulusan ujian nasional yang sempat ramai di media sosial. Sebuah keprihatinan melihat potret anak muda, generasi penerus yang tidak memamerkan karya atau prestasi tetapi justru kebobrokan moral. Ini akibat derasnya tontonan televisi lokal yang tidak bermuatan mendidik

[caption caption="Kelulusan Ujian Nasional dok.fajrimursalin.com"]

[/caption]

 

Indonesian Strong From Home

Tagline diatas meminjam dari Ayah Edy. Kekuatan Indonesia diawali dari rumah yaitu sebuah keluarga. Kekuatan dibangun dari nilai moral yang baik dan kesejahteraan ekonomi keluarga.

Bagaimana menanamkan nilai-nilai moral yang baik? Menjadikan agama sebagai pondasi akhlak, melalui pola asuh yang mengutamakan keteladanan dalam sikap dan berperilaku.

Menjamin kelangsungan kesejahteraan ekonomi bertujuan agar anak-anak mendapatkan pendidikan yang baik. Pendidikan adalah investasi masa depan. Yang menjadikan mereka sumber daya manusia yang mampu bersaing global dengan tidak melupakan kearifan lokal.

Keluarga kecil dengan dua anak cukup, akan meningkatkan kualitas keluarga. Orang tua tidak sekadar melakukan fungsi "reproduksi" namun ada tanggung jawab (amanah) mendidik dan mengantar anak-anak menuju kesuksesannya.

Keluarga kecil lebih berkualitas karena kontrol terhadap anak menjadi lebih mudah dan intensif. Keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera mendorong terwujudnya Indonesia yang kuat, Indonesia yang hebat.

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun