Mohon tunggu...
Lomba Cerpen9F
Lomba Cerpen9F Mohon Tunggu... Lainnya - siswa MTsN Padang Panjang

Lomba Cerpen Online dari 9F 23/24

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cahaya Harapan di Negeri Lembah

24 Mei 2024   14:33 Diperbarui: 24 Mei 2024   14:35 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Cahaya Harapan di Negeri Lembah

Di desa terpencil Negeri Lembah, sekolah adalah sebuah kemewahan yang tak banyak tersentuh oleh anak-anak desa. Rumah-rumah yang terbentang di antara bukit-bukit hijau dan sawah yang menguning seringkali lebih memilih untuk mengirim anak-anak mereka bekerja di ladang daripada ke sekolah. Namun, di balik kesederhanaan itu, ada cita-cita yang mulai tumbuh di hati seorang anak, Sari.

"Bu, mengapa aku harus ke sekolah jika pada akhirnya aku juga akan bekerja di sawah seperti Ayah?" tanya Sari suatu pagi saat sarapan.

Ibunya, seorang wanita lembut dengan kerutan di wajah yang menceritakan tahun-tahun berat, menatapnya lekat. "Karena ilmu pengetahuan itu seperti warna pada lukisan, Sayang. Tanpanya, dunia hanya akan tampak hitam putih," jawab Ibunya, sambil menuangkan teh manis ke dalam cangkir.

Sari menatap teh yang berwarna keemasan, memikirkan kata-kata Ibunya. Di sekolah, Sari memang sering merasa seperti burung dalam sangkar, terutama ketika teman-temannya membicarakan apa yang mereka ingin lakukan di masa depan. Bagi mereka, sekolah adalah kunci ke dunia luar, ke tempat-tempat yang mereka hanya bisa bayangkan dari buku dan cerita dari Ibu Guru Ani.

Ibu Guru Ani, seorang perempuan muda yang baru dua tahun mengajar di SD Negeri Lembah, melihat potensi yang besar dalam diri Sari. Hari itu, saat jam pelajaran selesai, Ibu Ani memanggil Sari untuk tinggal sebentar.

"Sari, aku perhatikan kamu sering bersedih akhir-akhir ini. Apakah ada yang mengganggumu?" tanya Ibu Ani dengan suara penuh perhatian.

Sari mengangkat bahu, matanya menerawang ke jendela kelas. "Saya hanya berpikir, Bu, apa gunanya semua ini jika pada akhirnya saya tidak bisa melihat dunia luar seperti yang lain?"

Ibu Ani duduk di sampingnya, suaranya lembut, "Mengetahui dunia luar melalui buku dan belajar itu penting, Sari. Tapi menggunakan ilmu itu untuk membuat perubahan itulah yang lebih penting."

"Maksud Ibu, saya bisa melakukan perubahan?" tanya Sari dengan nada yang tidak yakin.

"Ya, tentu saja. Pendidikan bukan hanya untuk pergi, tapi untuk membawa sesuatu kembali. Kamu bisa menjadi contoh dan inspirasi bagi semua anak di desa ini," jelas Ibu Ani, sambil menatap Sari penuh harapan.

Kata-kata itu terasa seperti secercah cahaya bagi Sari. Dalam minggu-minggu berikutnya, dia mulai lebih aktif. Ia mulai membantu Ibu Guru Ani mengadakan kelas baca sore hari untuk anak-anak yang tidak bisa bersekolah di pagi hari karena harus membantu orang tua mereka di sawah.

Suatu sore, ketika Sari sedang mengajar adiknya dan beberapa anak lainnya, Ayahnya datang untuk mengamatinya. Ia berdiri di ambang pintu, mendengarkan dengan seksama setiap kata yang Sari ucapkan kepada anak-anak tersebut.

Setelah kelas selesai, Ayah Sari mendekatinya, matanya berkaca-kaca. "Sari, Ayah tidak pernah tahu kalau belajar itu bisa seindah ini."

Sari tersenyum, "Ayah, setiap anak di desa ini layak mendapat kesempatan untuk belajar. Mungkin suatu hari, mereka bisa mengubah desa kita menjadi lebih baik lagi."

Citra Khairani

Ayah Sari mengangguk, bangga. "Dan kamu sudah mulai melakukannya, Nak. Ayah bangga padamu."

Kisah Sari menyebar ke seluruh desa. Perlahan tapi pasti, orang tua mulai melihat pentingnya pendidikan. Tahun itu, lebih banyak anak yang mendaftar ke sekolah daripada sebelumnya. Sari, dengan bantuan Ibu Guru Ani, terus mendidik dan menginspirasi, membawa warna baru ke pagi di Negeri Lembah, membuktikan bahwa pendidikan bisa menjadi lukisan yang indah di kanvas kehidupan mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun