Mohon tunggu...
Lola Yacinta
Lola Yacinta Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Jurnalistik

Hallo! Terima kasih sudah pernah mampir di sini :)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kacamata Mahasiswi PGSD Mengasah Keahlian

22 Juni 2021   02:13 Diperbarui: 22 Juni 2021   02:21 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Keahlian adalah suatu ilmu yang harus dimiliki setiap manusia untuk mencapai tujuan mereka dalam pilihan hidup masing-masing. Khususnya bagi generasi muda yang hidup di era saat ini. Mereka membutuhkan keahlian untuk menggapai impian masa depan yang lebih menjanjanjikan. Seperti datangnya cara mengasah keahlian dari kacamata mahasiswi PGSD semester akhir yang saya temui. Mahasiswi semester akhir yang akan terjun memulai perjalanan hidup sebenarnya. Mengasah keahlian sejak awal saat dibutuhkan, karena kita ketahui bersama di tahun 2025 mendatang persaingan antara manusia bahkan teknologi akan maju dengan cepat. Kemampuan dalam mencapai keahlian harus mahasiswi akhir perkirakan agar tidak terjadi keterlambatan mencapai impian yang sudah diimpikan.

Pertama, sebelum kita membahas lebih jauh mengenai cara pandangan mahasiswa semester akhir mengasah keahliannya. Kita harus mengetahui apa saja itu keahlian? Keahlian dibagi menjadi 2 yaitu soft skill dan hard skill. Soft skill yaitu kemampuan yang dimiliki seseorang dalam berkomunikasi yang merujuk kepada sifat bawaan saat berinteraksi seperti kreativitas, cara atau pola berpikir dan pengetahuan yang dimiliki. Sedangkan, hard skill adalah kemampuan atau keahlian yang lebih spesifik yang dipelajari seseorang untuk mencapai suatu pekerjaan tertentu seperti seorang penulis, ahli komputer, desain web, dan lainnya. 

Lalu, apakah soft skill dan hard skill penting? Ya, keduanya memiliki peranan penting. Dikutip dari Kompas.com Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim menyatakan, dunia pendidikan khususnya vokasi harus menguasai keterampilan (hard skill) juga soft skill yang harus dimiliki. Keduanya kata Nadiem, diperlukan bagi tenaga kerja di Indonesia agar mudah dipandang oleh dunia usaha dan industri. "Hard skill dibutuhkan dalam rangka beradaptasi terhadap teknologi, sedangkan soft skill untuk kemampuan kreativitas, kemampuan bernalar kritis, dan problem solving," ucap Nadiem, dalam acara Kompas Talks dengan tema "Siapkan SDM, Hadapi Profesi Baru Pada Masa Depan" secara daring (Selasa, 8/12/2020).

Berkaitan dengan majunya perkembangan yang pesat itu menuntut seseorang khususnya mahasiswa untuk menggali lebih dalam keahlian mereka. Tercatat menurut World Economic Forum ada "Top 10 Skills di tahun 2025". Pada tahun mendatang mahasiswa diharapkan memiliki keahlian yang mencangkup 10 skills yang ada dengan tujuan sebagai persiapan atau bekal tantangan mereka di dunia kerja nanti pada tahun 2025.

Berikut keahlian yang meliputi"Top 10 Skills 2025" yaitu :

  • Analytical thinking and innovation,
  • Active learning and learning strategies,
  • Complex problem solving,
  • Creativity, originality, and initiative,
  • Leadership and social influence,
  • Technology use, mentoring, and control,
  • Technology design and programming,
  • Resilience, stress tolerance, and flexibility,
  • Reasoning, problem solving, and ideation.

Berikut keahlian datang dari kacamata mahasiswi semester akhir jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) di Universitas Esa Unggul Jakarta bernama Yohana Lisma mengenai skills yang ia miliki ataupun yang harus dikembangkan lagi berkaitan dengan profesinya kedepan setelah lulus, bekerja sebagai guru sekolah dasar. "Keahlian atau skill yang menurut saya akan lebih spesifik masih dikuasai kedepannya sebagai seorang guru sekolah dasar yaitu pertama pastinya active learning and learning strategis, ya." ujarnya. 

Active Learning and learning strategis adalah berdasar kepada kebutuhan belajar yang tidak akan pernah berakhir, keahlian ini sebagai kebutuhan mahasiswa untuk mengasah kemampuan mereka dengan cara membaca, menulis dan mengatur strategis dengan diskusi. Dengan keahlian ini, berkaitan dengan seorang guru nanti tidak kehabisan akan pengetahuan yang ada, juga dapat memberikan contoh kepada siswa sejak dini untuk diajak lebih banyak belajar lagi dan mencari pengetahuan baru dalam proses belajar mengajarnya, sebagai salah satu cara juga untuk menerapkan strategi yang lebih tinggi untuk menambah angka literasi membaca di Indonesia. Terkait dengan tingkat literasi sendiri di Indonesia, Kemendikbud telah membuat penelitian untuk menentukan Indeks Aktivitas Literasi Membaca (Alibaca) tahun 2019. Dari riset tersebut, Kemendikbud menemukan rata-rata indeks Alibaca di Indonesia tergolong rendah dengan angka 37,32 persen. Dari 16 indikator untuk menghitung hasil riset ini, masyarakat yang memiliki budaya untuk memanfaatkan taman bacaan masih tergolong sangat rendah yaitu sebesar 1,03. Bila sudah banyak buku yang diinginkan anak-anak di perpustakan,  Nadiem memastikan anak-anak akan lebih betah di perpustakaan dan gemar membaca buku pastinya. "Entah itu komik atau bentuk literasi yang membuat anak tertarik harus ada diperpustakaan, biar mereka cinta baca buku," ucap Nadiem.

Di masa pandemi seperti saat ini dapat kita ketahui bersama pembelajaran dilakukan melalui daring. Proses kegiatan belajar mengajar (KBM) yang dahulu dilakukan dengan tatap muka sekarang hanya melalui virtual. Hal itu yang membuat mahasiswa kedepannya pikirkan, hal yang mungkin tidak kita bayangkan bersama bisa terjadi lainnya. Dengan itu trobosan baru dibuat sedemikian agar tetap mencapai efesiensi KBM berjalan.  Nadiem selaku mendikbud mengatakan, bahwa dalam masa COVID-19 ini merupakan waktu yang baik untuk kita berinovasi dalam hal pemdidikan agar bisa menjadi masyarakat dan bangsa yang lebih baik."Belajar memang tidak selalu mudah, tetapi ini saatnya kita bereksperimentasi, ini saatnya kita mendengar hati nurani kita dan belajar dari COVID-19 agar kita menjadi masyarakat dan bangsa yang lebih baik di masa depan," jelas Nadiem. 

 "Keahlian kedua creativity, originality, and initiative pasti sangat diperlukan ya apalagi sebagai cara saya untuk memicu perkembangan belajar anak-anak nantinya." ujar Yohana Lisma. 

Creativity, originality, dan initiative adalah kebutuhan seseorang untuk tetap kreatif dan inovatif juga menjunjung tinggi orisinalitas untuk menciptakan pekerjaan baru yang lebig efektif dan efesien. "Berkaitan dengan guru sekolah dasar yang bertemu dengan banyak anak-anak nanti melatih banget sih untuk saya inisiatif mencari ide baru, mencari inovasi dari diri sendiri, mengajar siswa yang masih dibilang terbiasa dengan hal menarik tidak monoton terlalu serius mungkin bisa saya selingin dengan kemampuan saya membuat permainan kecil yang sifatnya masih belajar juga agar proses belajar lebih dapat mereka terima juga,"ujar Yohana Lisma. 

Dan keahlian terakhir menurut Yohana Lisma yang harus ia asah sedari sekarang yang nantinya sebagai seorang guru adalah leadership and social influence. Leadership and social influence adalah keahlian penting bagi seorang pemimpin, tak hanya itu kemampuan ini juga berdampak untuk menciptakan kolaborasi atau kerjasama satu individu dengan individu lain. "Kepemimpinan juga sebagai salah satu keahlian yang harus saya kuasai, di dunia pendidikan pasti saya berjalan dengan banyak rekan guru-guru lain bahkan menjadi seorang kepala sekolah bisa terjadi, dengan itu saya harus memulai belajar memiliki jiwa kepemimpinan, kan nanti saya juga yang memimpin anak-anak di sekolah" ujar Yohana Lisma. Dengan keahlian itu membantu terciptanya dunia pekerjaan yang kondusif.

Selesai saya menayakan tentang skills kepada mahasiswi semester akhir itu, memicu saya bertanya beberapa pertanyaan terakhir kepada Yohana Lisma. "Lalu, bagaimana cara Yohana Lisma sebagai guru mendidik anak-anak sekolah dasar di masa yang akan datang?", tanya saya. "Cara mendidik saya yaitu dengan cara mendampingi mereka lebih sesuai kepada penyesuaian dirinya, adanya pembagian waktu dan upaya belajar menyenangkan bagi mereka atau mengatur jadwal belajar sehari-hari mereka agar tidak bosan dalam belajar." jawab Yohana Lisma. Pertanyaan terakhir dari saya "Bagaimana upaya Yohana Lisma sebagai guru nanti, mengupayakan agar anak-anak lebih mandiri dalam pembelajaran?". Jawab Yohana Lisma "Ya dengan memberikan kepercayaan kepada anak-anak untuk lebih berani mengekspresikan cara mereka belajar, mungkin dengan cara mengajak mereka terbiasa melakukan kegiatannya sendiri dulu dan memberikan apresiasi berupa nilai tambahan agar mereka percaya diri sebagai salah satu tindakan mereka mau melakukan hal itu sendiri lagi kedepannya."

Setiap kita generasi muda, khususnya mahasiswi memiliki cara pandang atau kacamata berbeda terhadap skill atau keahlian yang dimiliki. Seperti cerita yang kita dapat dari Kacamata Mahasiswi PGSD Semester Akhir Mengasah Keahlian. Upaya kita sebagai generasi penerus mencapai suatu impian sangat diharapkan dan terus didukung. Sebagai salah satu cara memenuhi kesejahteraan hidup yang lebih baik kedepannya. Menjadikan pikiran kita lebih terbuka dan menyadari, bahwa di masa mendatang semua diperlukan demi dapat mengikuti persaingan di tahun 2025. Tidak ada kata berhenti untuk belajar, mengasah , bahkan mencari. Semua bisa karena terbiasa, semua bisa karena mencoba.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun