Mohon tunggu...
Lois Bunga Lestari
Lois Bunga Lestari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Mahasiswi Program Studi Magister Bioteknologi

Topik terkait biologi, teknologi dan aplikasinya bagi kehidupan masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Nature

Metabolit Antifungal sebagai Pengawet Makanan?

12 November 2022   13:53 Diperbarui: 12 November 2022   14:13 446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendahuluan

The United Nation memperkirakan bahwa populasi didunia akan menyentuh 9,7 miliar jiwa pada tahun 2050. Dengan pertambahan populasi tersebut, reduksi kerusakan bahan makanan dan sampah sisa makanan harus dilakukan secara signifikan untuk memenuhi harapan angka kehidupan. Dalam mengatasi hal di atas, para pelaku industri menggunakan bahan tambahan seperti pengawet buatan pada produknya. Penambahan pengawet dinilai dapat mempermudah proses penyimpanan, pengiriman, distribusi, dan menekan biaya yang dapat disebabkan penurunan kualitas produk pangan.

Di sisi lain, sebagian besar konsumen tidak mendukung penggunaan pengawet buatan pada produk pangan. Kesadaran pelanggan akan keamanan dan kebersihan pangan terus meningkat melalui seleksi terhadap produk pangan ramah lingkungan, fungsional, dan tanpa bahan pengawet. Penelitian mengenai alternatif bahan pengawet terus dilakukan untuk menjaga kualitas produk pangan, salah satunya melalui studi mikroorganisme menguntungkan dan metabolitnya sebagai bio-preservative yang layak untuk stabilitas dan keamanan produk makanan.

Pengelolaan patogen bawaan dalam berbagai jenis produk pangan merupakan hal yang sangat penting dalam bisnis makanan, hal ini dapat diselesaikan melalui strategi bio-preservative atau pengawet natural. Fungi bisa menjadi tantangan besar dalam proses pembuatan makanan, yaitu pada produk makanan mudah rusak seperti saus, minuman manis, dan keju. Fungi adalah penyebab utama dekomposisi. Hal ini disebabkan oleh sifat saprobik (dapat beradaptasi untuk memperoleh nutrisi dari limbah organik) dan kemo-heterotropik (memiliki enzim ekstraseluler yang mampu mendegradasi struktur biopolimer) yang dimiliki sebagian besar spesies fungi.

Studi ekologi kanonikal jamur terkait dekomposisi dan status nutrisi dalam polistruktur komplek telah dilakukan pada produksi pangan dalam memperpanjang masa simpan dan stabilitas produk. Identifikasi jamur perusak spesifik telah berkembang pesat sejak 1990 melalui metode molekuler dan konsensus taksonomi global. Contohnya pada identifikasi fungi yang bertanggung jawab atas kerusakan produk pangan tertentu, pencegahan dan teknik interfensi dapat diperoleh untuk meminimalisir limbah pangan.

Beberapa mikroba toksik seperti Salmonella, Straphylococcus aureus, E.coli, Clostridium perfringen sangat berbahaya dan beresiko bagi konsumen. Perubahan kondisi seperti pH, karbohidrat, permukaan pada buah dan sayur merupakan kondisi ideal bagi jamur perusak untuk bertumbuh dan masuk ke fase maturasi. Oleh karenanya, adaptasi substansi natural tidak hanya dapat mencegah dan membatasi pencemaran bakteri, namun dapat meningkatkan kualitas dan keamanan panggan sehingga menegaskan kepercayaan konsumen akan produk yang dihasilkan.


Bio-preservative atau pengawet natural merupakan subtansi yang dapat diperoleh dari tanaman, hewan, dan mikroba, dengan tujuan memperpanjang umur simpan makanan. Substansi tersebut dapat menghambat organisme patogen hingga batas minimum bahkan eradikasi keseluruhan organisme sembari meningkatkan fungsi dan kualitas makanan. Beberapa bahan biologi alami tersebut adalah antimikroba dan antioksidan yang mampu meluruhkan membran sel dan mengganggu biosintesis bakteri.

Berbagai stain antifungal dari berbagai spesies mikroorganisme telah ditemukan dari isolasi produk sayur, buah, daging, susu, dan produk pangan lainnya. Salah satunya pada studi pada isolat kulit anggur, ditemukan 55 isolat yeast Aureobasidium pullunas, Candida zeylanoides, Pseudozyma aphidis, Rhodotorula mucilaginosa dapat menghambat pertumbuhan Aspergillus tubingensis hingga 58%. Metabolit antifungal juga ditemui di habitat pangan, diantaranya, asam organik, asam fenillaktik, asam lemak, reuterin, dipeptida siklik, dan Senyawa antifungal miscellaneous seperti minyak esensial atau fitokimia. Simak berbagai metabolit yang dapat digunakan sebagai bio-preservative antifungal pada produk makanan.

Dok. pribadi
Dok. pribadi


Berbagai aktivitas dari sejumlah metabolit

Berdasarkan bahasan sebelumnya, kita dapat memahami berbagai jenis metabolit antifungal dan efikasinya terhadap sejumlah target mikroba toksik penyebab dekomposisi produk pangan. Selain menginhibisi patogen, metabolit  sekunder juga memunginkan adanya perawatan kimia di beberapa tahap, yaitu pada penggunaan jangka panjang dalam biosintesis produk pangan. Senyawa derivatif alami ini dapat mengantikan pengunaan pengawet buatan. Berikut beberapa mekanisme dari biosintesis dari metabolit antifungal diatas.

1. Asam sitrat dan asam fenillaktik

Diantara berbagai macam asam organic, asam sitrat memiliki 80% sifat anti-fungal. Biosintesis dari asam sitrat dapat dilakukan melalui fermentasi jamur pada permukaan cair atau terendam. Memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan miselium, tidak berbau, toksisitas rendah, dan kelarutan yang baik, menjadikan asam sitrat adalah agen antifungal umum yang digunakan sebagai pengawet asidulan dalam industri makanan. Selain itu, penggunaan asam fenilaktik/ PLA juga dapat meningkatkan stress oxidatif, permeabilitas, menghambat enzim, dan interferensi gradien proton dari patogen pangan.

Dok. pribadi
Dok. pribadi
2. Minyak Esensial dan fitokimia

Berbagai minyak esensial yang dihasilkan oleh tanaman merupakan mekanisme sistem pertahanan terhadap faktor eksternal. Selain digunakan sebagai subtansi aromatic dalam pembuatan parfum atau pewangi, minyak esensial juga memiliki peran antifungal sebagai bio-preservative.

Dok. pribadi
Dok. pribadi

Terpen merupakan senyawa kimia yang paling banyak yang dapat kita jumpai dari hasil isolasi ekstrak tanaman. Aksi antifungal signifikan dari senyawa terpen dapat diperkuat melalui booster fitokimia. Beberapa fitokimia sinergis tambahan seperti grifolin, katekin, queikitin, dan kamferol dapat menganggu pertumbuhan fungi patogen melalui blokir jalur quorum sensing, mengurangi kekuatan motif protein, dan inhibisi sintensis enzim. Fitokimia Grifolin merupakan seskuiterpen yang diturunkan dari fruiting body jamur Albatrellus dispansus untuk menghambat pertumbuhan miselium patogen tanaman yaitu Sclerotinina sclerotium serta perkecambahan spora Fusarium graminearum, Pyricularia oryzae, dan Gloeosporium fructigenum. Berikut adalah grafik mekanisme fitokimia dalam sinergi minyak atsiri sebagai senyawa bio-preservative.

Dok. pribadi
Dok. pribadi

3. Azole

Agen antifungal lainnya yang menargetkan membrane sel jamur melalui aksi inhibisi kompetitor enzim sitokrom CYP51. CYP51 berperan penting dalam biosintesis ergosterol atau komponen penyususn dinding sel jamur patogen. Azole memiliki beberapa aksi antifungal berdasarkan target molekul yang ingin dieradikasi pada jamur perusak.

Dok. pribadi
Dok. pribadi


Aplikasi antifungal.

Eskalasi studi dari skala lab hingga uji coba senyawa bio-preservative dilakukan dari fitokimia yang memiliki efek antifungal. Minyak atsiri nanoemulsi (EONE) Cleome visoca dievaluasi dengan patogen Candida albicans dan menunjukkan adanya penurunan biofilm. Hasil analisis spektroskopi menunjukkan adanya perubahan komposisi dinding sel yaitu penurunan kitin. Beberapa teknik telah membuktikan bahwa komponen minyak atsiri memiliki efek antioksidan, antibakteri, dan antifungal. Senyawa terpena dan kimia volatil telah digunakan sebagai bahan pengawet tambahan pada produk gandum dan sereal untuk memperpanjang masa simpan produk.

Demostrasi aktivitas antifungal 5'-hidroksi-aurapten (5'-HA)pada isolate A.flavus, patogen tanaman kacang telah dilakukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 5’-HA memiliki potensi antifungal terhadap isolate patogen melalui reduksi germinasi konidia sebanyak 60% pada jalur biosintesis alfatoxin. Mekanisme anti-aflatoksigenik dari 5’-HA diketahui meningkatkan ekspresi dari profil transkripsi yaitu sebanyak 2-2,5 fold dengan efikasi enzimatik antioksidan calatase 56,2% dan superoksida dimustase 66,7%.

Studi Sodium lignosulfonate (NaL) terhadap jerami alfalfa menunjukkan adanya aktivitas fungistatik terhadap M.circinelloides, A. amoenus, dan P. solitum. NaL memiliki sifat pelestari unggul pada tanaman Jerami melalui proteksi proteolisis hanya dengan konsentrasi 0.5%. Evaluasi bioaktivitas dari Lactobacillus brevis AM7 pada fermentasi hidrolisat roti terhadap 20-70% jamur juga dilakukan. Dibandingkan dengan roti biasa, produk yang difermentasi bio-preservative bebas dari kontaminasi jamur, umur simpan hingga 10 hari, dengan perubahan tekstur yang sangat minim. Melalui penggunaan bio-preservative ini, kerusakan protein nabati dapat dicegah dan nilai biologis dari tanaman maupun produk pangan lainnya dapat dipertahankan. Akan tetapi penggunaan bioprotektif mikroorganisme diteliti lebih dalam mengenai sifat sensorik, netralitas, dan konsistensi aktivitas yang dihasilkan karena penelitian ekstensif yang dilakukan hingga saat ini masih sebatas medikasi antifungal.


Simpulan.

Tuntutan akan produksi pangan alami namun tetap terjaga kebersihan, kualitas, dan umur simpan membawa dampak positif pada penelitian alternatif pengawet konfensional. Penelitian akan metabolisme sekunder yang dihasilkan dari mikroorganisme sebagai bioproteksi secara langsung dapat digunakan untuk memerangi kerusakan bahan pangan. Hal ini sesuai dengan preferensi konsumen yang semakin mengarah ke gaya hidup sehat dengan harapan konsumsi produk pangan yang aman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun