Mohon tunggu...
Widya Pratama
Widya Pratama Mohon Tunggu... -

Seorang guru kimia yang sederhana dan sedang mempelajari lebih lanjut tentang psikologi remaja dan semua aspek masalah dan solusinya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kurikulum yang Itu-itu Saja

6 Desember 2014   15:57 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:55 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semalam Mentri Pendidikan Dan Kebudayaan, Yang Mulia Bapak Anies Baswedan telah mengumumkan adanya penangguhan penggunaan kurikulum 2013. Hampir di seluruh sekolah se-Indonesia kurikulum ini dikembalikan ke KTSP. Wabilkhusus untuk sekolah yang baru saja menjalani 1 semester. Sementara bagi mereka yang sudah 3 semester akan dilanjutkan sebagai sekolah model.
Mari kita cermati baik-baik siaran pers Kemendikbud tersebut. Kurikulum 2013 tidak sepenuhnya dihentikan. Sebab mereka yang lebih dulu menggunakan akan dijadikan role model. Artinya memang kurikulum ini tetap berjalan di beberapa sekolah yang lebih dulu merintis. Menurut hemat saya, berarti kurikulum 2013 tetap berjalan sebagaimana mestinya. Toh sekarang sudah memasuki ujian akhir semester ganjil. Sistem Penilaian Sekolah sudah juga disusun sedemikian rupa. Berarti tidak mungkin dihentikan seketika.
Point berikutnya, sekolah yang baru menjalankan 1 semester kembali ke KTSP. Mari kita cermati, kurikulum 13 dengan KTSP memiliki perbedaan yang sangat mendasar. Bukan hanya pada ranah metode dan pendekatan. Tetapi pada muatan kurikulum yang sudah jauh berbeda. Sebab di KTSP kita tidak mengenal Kompetensi Inti sedang di K13 kita menggunakan Kompetensi Inti. Mungkinkah dihilangkan begitu saja? Sebab guru pun sedang menyesuaikan dirinya dengan kehadiran KI (kompetensi inti). Sekali lagi ada perubahan mendasar jika memang K13 kembali lagi ke KTSP bukan sekadar perubahan metode atau pendekatan dalam mengajar. Sebab jika sebelumnya pada KTSP materi Matematika, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris di SMK berbeda di K13 materi ini memiliki kesamaan. Lalu bagaimana? Itu permasalahannya.
Berikutnya, masalah sistem penilaian. Karena K13 sudah bergulir di seluruh tingkat satuan pendidikan di Indonesia tentu masing-masing satuan pendidikan telah mempersiapkan sistemnya. Sekolah menggunakan aplikasi sistem penilaian berbasis IT, sebab begitu banyaknya penilaian yang harus dibuat beserta deskripsinya. Penangguhan K13 yang sudah memasuki masa penilaian ini akhirnya membuat guru sebagai pelaku gamang. Model penilaian mana yang akhirnya harus digunakan jika memang mulai saat ini kembali ke KTSP? Sementara rapot hampir seluruh kelas X belum mempersiapkan versi cetak. Sementara kelas XI memungkinkan menggunakan penilaian KTSP, sebab telah lebih dulu memiliki versi cetak pada tahun ajaran sebelumnya.
Saya teringat ketika orang tua saya dulu harus menunda kelulusannya dikarenakan jadwal belajar yang begeser dari Januari-Desember menuju Juni-Juli. Jika tidak salah peristiwa ini terjadi tahun 1974. Sehingga anak-anak sekolah menunda kelulusannya.
Dulu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Daoed Joesoef menyarankan kementrian pendidikan agar diisi oleh menteri yang sama dalam kurun waktu 15 tahun. Agar kebijakan pendidikan setidaknya tidak begitu cepat terjadi perubahan. Karena selorohan "Ganti Mentri Ganti Kurikulum" benar adanya. Lihat sejak tahun 2004 kita sudah berganti 3 kurikulum. Kurikulum Berbasis Kompetensi kemudian KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) pada 2006 dan Kurikulum 2013.
Toh, pendekatan siswa aktif sudah ada sejak era CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) hanya saja sekarang berganti istilah menjadi PAIKEM (Pembelajaran Aktif Inovatif Kreatif Efektif dan Menyenangkan). Ide student centre sudah ada sejak tahun 1975 di Indonesia. Untuk K13 sendiri sebenarnya lebih menekankan pada aspek ini. Artinya K13 memang memaksa murid dan guru untuk kerja keras. Murid benar-benar diminta jadi pusat kegiatan dan guru benar-benar diminta melakukan penilaian otentik.
Pemerintah khususnya Kemendikbud sebagai pembuat kebijakan seharusnya lebih jeli dan hati-hati dalam menentukan kurikulum. Sebab dampaknya bukan hanya jumlah kecil tetapi seluruh siswa dan guru di Indonesia terkena dampaknya. KTSP yang sudah berjalan waktu itu sebenarnya sudah baik, hanya metode dan pendekatan guru saja yang harus diperbaiki. Masalah student centre dan Sciencetific approach sebenarnya ada di tangan para guru. Pertanyaannya mau tidak berinovasi? Bukan lagi kurikulumnya yang harus diupgrade tetapi kemampuan guru yang harus terus ditingkatkan.
Diakhir opini ini saya memberikan saran kepada sekolah untuk menunggu ketentuan lebih lanjut tentang penggunaan kurikulum 2013. Sedang untuk kementrian pendidikan di masa mendatang diharapkan berhati-hati dalam membuat kebijakan.
Maaf jika terdapat kesalahan kata-kata di dalam penulisan ini. Sekadar sharing pikiran

Sumber gambar: Choirulmahfud.blogspot.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun