Mohon tunggu...
Loganue Saputra Jr.
Loganue Saputra Jr. Mohon Tunggu... Farmasis -

Hobi baca, nonton, video game, dan sering kali sedikit narsis

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Memupuk Dendam, Memendam Luka (1.1)

13 Mei 2016   09:11 Diperbarui: 13 Mei 2016   15:04 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

~~~

Siang itu, hujan turun sangat lebat ketika sebuah mobil pikap yang berasal dari kota berhenti di depan rumah Mak Minah. Terpal jingga yang menutupi bagian belakang mobil, basah kuyup merembes hingga ke dalam. Pembersih kaca mobil bergerak ke kiri dan kanan, tak lama mesin mobil mati, seorang lelaki membuka pintu mobil sembari menjulurkan payung keluar dan membukanya. Ia berlari ke arah pintu rumah lalu mengetuknya beberapa kali.

Mak Minah kenal dengan lelaki itu. Itu adalah Marwan, teman dekat suaminya, Sulaiman. Mak Minah tidak pernah tahu apa pekerjaan suaminya dan Marwan, yang penting ketika pulang ke kampung suaminya itu membawa duit untuk hidup mereka.

Wajah lelah Marwan jelas menyiratkan sesuatu, hal itu membuat Mak Minah mengerutkan kening penuh pertanyaan. Marwan seakan enggan menyampaikan hal itu kepada Mak Minah. Ia bimbang hingga akhirnya terucap juga dari mulutnya.

“Botak mati dibunuh orang!” Kalimat itu singkat, padat yang tepat sasaran.

Mak Minah paham betul, siapa botak yang dimaksud Marwan. Jelas itu gelar untuk suaminya, gelar yang tak pernah diketahui oleh Mak Minah darimana asalnya.

“Aku membawa mayatnya untukmu di dalam pikap.” Tunjuk Marwan ke mobilnya.

Berlari Mak Minah ke arah mobil tanpa memedulikan hujan, tubuhnya basah dan perlahan mulai mengigil, ia berdiri di samping pikap, menyingkap sedikit terpal yang terikat tadi, dan mendapati mayat Sulaiman tak berkepala di dalam sana. Ia kenal tubuh itu, ia kenal pakaian yang dikenakan mayat itu, begitu juga dengan tatto yang ada di lengan bagian kanannya. Jelas itu mayat Sulaiman, suaminya.

Mak Minah tak kuasa menghadapi kenyataan itu, ia ambruk di atas lumpur sebelum sempat disambut Marwan yang berlari ke arahnya.

~~~

Sejak mayat Sulaiman datang, hingga dikuburkan di tanah pemakaman yang ada di ujung kampung. Mustafa tidak terlihat sedih, wajahnya biasa saja, walau tak ada kalimat yang keluar dari mulutnya. Di dalam hati ia memang tidak bersedih, ia hanya semakin marah ketika mengingat banyak hal tentang bapaknya itu. Dulu ketika ia belum berani melawan, bapaknya sering kali memukulinya, salah sedikit main pukul, hingga ia dewasa dan berani melawan mereka sering kali saling pukul, dan apabila sudah demikian Mustafa pasti babakbelur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun