"Tidakkah engkau lihat api
Yang menjalari dapur rumahmu
Tidakkah engkau dengar derai tawa
Yang menindih gelegak isak tangis
Tidakkah engkau cium
Bau busuk bangkai dalam nafas kamarmu
Tidakkah engkau rasakan sobekan sobekan kepedihan itu
Memasuki setiap ruang-ruang sempit
Kesadaranmu.
Bersegeralah pulang,
Kerna matahari akan selalu enggan
demi menoleh kebelakang".
"Jangan ikhlaskankan saudara-saudaramu itu
Menjelma dewa-dewa kecil yang bengis
Berdiri angkuh di balik tembok-tembok istana negerimu
Yang suara sendawanya memantul dari menara
Hingga di padas-padas, ngarai dan samudra
Dan kaudapati;setiap waktu mereka mengintai saat saat terjaga
dan tidur pulasmu, yang selalu berlelehan keringat
oleh kerasnya hidup dan mimpi mimpi buruk.
Bersegeralah bangun dan pulanglah,
Hari telah disengat siang!”
[Aku hanya bisa terdiam
Sambil memandang sang perkasa itu berlalu:
Kakiku seperti terpaku!]
Malang, 28 Oktober
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H