Tidak terasa pergulatan saya dalam mengikuti pendidikan guru Penggerak angkatan 9 sudah memasuki paruh waktu, saat ini sudah mempelajari modul 2.1 yang bagi saya sangat penting untuk pengembangan diri sebagai seorang guru. Sebagai pembelajar dan pemelajar sejati, saya merasa sangat tersentuh dengan materi ini, dimana guru harus bisa memetakan kebutuhan belajar murid secara baik melalui asesmen diagnostik dan juga asesmen formatif selama pembelajaran. Hal ini selaras dengan konsep Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara yakni menuntun kodrat murid. Murid lahir dengan segala potensi dan kodratnya masing-masing. Tugas guru adalah menuntun bukan menuntut ! perihal menuntun berarti mengarahkan, membimbing dan menebalkan potensi bukan mewajibkan apalagi memaksakan murid.
Pemikiran dan pemahaman saya sebelum mempelajari pembelajaran berdiferensiasi sangat bertolak belakang, saya berpikir semua murid memiliki kebutuhan belajar yang sama, sehingga gaya mengajar saya hanya mementingkan aspek kognitifnya saja. Aspek ketuntasan materi dan ketuntasan belajar murid menjadi satu-satunya tujuan pembelajaran. Tidak pernah terpikirkan dengan sebagian murid yang masih sangat membutuhkan sentuhan gaya belajar yang berbeda. Sehingga tidak jarang saya dapatkan sebagian murid yang tidur-tiduran waktu kegiatan belajar mengajar, ada yang bolos, ada juga yang selalu bandel dan malas mengerjakan tugas yang saya berikan.
Setelah mempelajari materi tentang pembelajaran berdiferensiasi, pikiran saya sungguh menjadi terbuka, saya mendapatkan pemahaman terkait dengan pembelajaran yang berpihak pada murid, ternyata murid memiliki kebutuhan belajar yang bervariasi, ada yang gaya belajarnya audio, visual, dan juga kinestetik. Saya menjadi sangat termotivasi untuk menerapkan proses pembelajaran yang dengan berbagai metode agar murid bisa belajar dengan nyaman, asyik dan menyenangkan. Saya mengkolaborasikan pembelajaran yang melayani kebutuhan murid dengan minat dan kemampuan murid di kelas, meskipun sulit saya mencobanya dengan penuh percaya diri.
Perubahan pemikiran ketika saya belajar di modul ini, sangat kuat meyakinkan potensi diri saya, dalam mengimplementasikan pembelajaran berdiferensiasi di kelas. Hal ini dikarenakan perubahan baik yang saya lihat secara faktual di kelas. Murid menjadi bersemangat ketika saya melakukan asesmen diagnostik dan menggunakan media pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan murid. Ini pengalaman nyata yang saya rasakan. Saya adalah guru mata pelajaran Matematika di kelas xi. Mengajar matematika di kelas xi ipa tentunya tidak mengalami kendala bagi saya, karena keaktifan dan animo mereka untuk mengikuti pembelajaran sangat tinggi, tetapi untuk kelas xi ips dan bahasa sangat berat, karena mereka sungguh malas untuk mengikuti pembelajaran matematika, bagi mereka matematika adalah momok yang menakutkan. Tentunya ini menjadi tantangan berat dan sebagai guru saya tidak bisa berputus asa dan berserah dengan kondisi ini.
Saya mencoba mengaplikasikan pembelajaran berdiferensiasi, dengan langkah-langkah sebagai berikut yang pertama saya menyiapkan murid secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran, yang kedua saya memberikan motivasi belajar siswa secara kontekstual sesuai manfaat dan aplikasi pertidaksamaan linear dua variabel dalam kehidupan sehari-hari, dengan memberikan contoh dan perbandingan lokal, nasional dan internasional.
Pembelajaran diawali dengan permainan atau kuis singkat. Murid diminta untuk menjawab sebanyak-banyaknya pertanyaan yang disampaikan oleh saya (Diferensiasi konten) Pertanyaan yang diberikan adalah pertanyaan singkat yang terkait dengan pertidaksamaan linear dan program linear. Setelah waktu permainan habis (10 menit), saya mengajak murid melakukan refleksi singkat dengan menanyakan: apakah mereka suka dengan kuis yang diberikan? Bagian mana yang disukai? Apa saran mereka jika ada kuis lagi? Dengan memberikan kesempatan pada murid untuk memberikan pendapat dan saran, saya dapat membangun koneksi dan rasa percaya murid. Saya kemudian mencatat dan menggunakan informasi yang didapat dari permainan tersebut untuk memetakan sejauh mana pengetahuan awal murid tentang Program Linear
Sebagai umpan balik aktivitas sebelumnya, murid diminta untuk menemukan dan mengumpulkan informasi yang ditemukan pada masalah tersebut, sedemikian sehingga murid dapat memahami model matematika (Diferensisasi Proses), kemudian saya mengarahkan murid untuk berdiskusi dalam kelompok belajar untuk menalar informasi yang disajikan melalui audio visual/powerpoint. Setelah itu setiap perwakilan kelompok diminta menyajikan hasil pemahaman mereka dengan hubungan setiap data yang telah disajikan baik dengan menggunakan poster kertas manila, video yang diunggah di youtube, atau dengan mempresentasikan langsung di papan tulis.(Diferensisasi Produk)
Dari proses yang saya lakukan di atas, saya merasa bahwa seninya pembelajaran berdiferensiasi ada disini, dimana terjadinya perubahan besar pada motivasi belajar murid, saya merasakan perubahan yang optimal dari dalam diri murid, mereka menjadi senang mengikuti pembelajaran matematika, karena merasa nyaman dengan gaya belajarnya, materi dan bahan ajar saya selalu menggunakan powerpoint, murid menjadi aktif mengerjakan tugas, ada yang menggunakan poster kertas manila yang digambar secara rapi dan penuh dengan kreativitas, ada yang menggunakan video yang diunggah di youtube, ada juga yang langsung mempresentasikan di depan kelas.
Bagi saya pembelajaran berdiferensiasi ini, sungguh selaras dengan filosofi pendidikan yang digagas oleh Ki Hajar Dewantara, bahwa sesungguhnya murid adalah aset masa depan bangsa yang memiliki potensi sejak lahir yakni kodrat alam dan juga kodrat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H