Mohon tunggu...
Fadli Hermawan
Fadli Hermawan Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Suka minum coklat hangat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[PDKT] Rasa yang Tak Terkira: Edisi Ada Apa dengan Fahmi?

4 April 2015   15:34 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:33 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_376695" align="aligncenter" width="360" caption="comicvine.com"][/caption]

"Ini kesempatanku!"

Ia sedang duduk sendiri menatap kolam di taman kota. Dari jauh, aku memandangi rambutnya yang tergerai dengan begitu anggunnya. Rambutnya saja sudah terlihat indah seperti itu, bagaimana dengan paras wajahnya. Aku pun menghayal lebih jauh ingin merasakan kecupan bibirnya yang merah merona membara seperti Angelina Jolie, aktris idolaku. Duh, seksi sekali!

Namanya Putri. Aku berkenalan dengannya lewat situs perjodohan cucok.com buatan Christian Sugirempong. Tidak butuh waktu lama bagi kami untuk saling mengakrabkan diri. Awalnya memang masing-masing dari kami sedikit malu, tapi lama-kelamaan kami pun merasa ada kecocokan. Kami asyik berbincang-bincang dan bercanda meski belum pernah bertatap muka. Hingga akhirnya, kami memutuskan untuk bertemu langsung. Aku pun sekaligus berencana ingin melamarnya. Tentu saja aku senang sekali.

“Kita ketemuan di taman ya mas.”, kata Putri.

Sebenarnya entah sudah keberapa kali aku melakukan pendekatan pada gadis-gadis menawan hati pejantan tangguh ini, namun panah cupid yang kulontarkan belum ada satu pun yang mengenai mereka. Berbagai jurus rayuan pun sudah kukerahkan, namun hasilnya kandas sebelum memulai. Aku anggap aku memang belum berjodoh dengan mereka.

Belum lagi teman-temanku dengan wajah tanpa dosa sering menyindir status diriku yang masih bujang tua ini. Maklum lah, mereka sudah menikah dan kini asyik menikmati zona nyamannya bersama pasangan. Tidak lagi dihantui oleh omelan orang tua yang mengharapkan cucu dari anaknya. Tidak lagi dikejar-kejar pertanyaan "kapan situ kawin" yang membuat sesak di dada. Tidak lagi, tidak lagi, tidak lagi! Sebagai laki-laki, aku merasa gengsi dan tertindas akibat perlakuan mereka. Dan melalui sosok Putri yang kukenal di situs tersebut, akhirnya aku berhasil juga menggaet calon pendamping hidupku.

Sebelum memulai, aku bergegas menuju toilet. Seketika aku menatap diriku pada cermin yang terpampang di dinding toilet yang sudah usang. Tidak bermaksud ingin meniru gaya Ariel, segera aku mencuci muka dan merapikan rambutku agar tampil ganteng maksimal.

"Oke, sudah keren. Persiapan selesai."

***

[caption id="attachment_376696" align="aligncenter" width="300" caption="epictimes.com"]

[/caption]

Kembali aku menuju tempat sosok gadis itu berada. Rupanya ia sabar menunggu diriku yang mempesona ini. Tidak lupa aku semprotkan parfum berlabel "Escada" ke sekujur pakaianku yang kubeli di toko pulsa. Aneh juga pikirku, kok bisa penjual pulsa sambil dagang parfum. Apalagi tempat parfumnya lebih mirip salah satu produk minyak angin. Tapi tak masalah, wangi parfumnya sudah cukup membuat penampilanku terlihat total sebagai gentleman.

Dengan detak jantung yang mulai menggebu-gebu, perlahan aku mulai melakukan pendekatan langsung.

"Maaf menunggu, Putri. Aku boleh duduk?"

"Ah, silahkan aja mas. Nggak ada yang ngelarang kok."

Yes! Langkah awal pendekatan berhasil! Suaranya yang lembut namun sedikit menggoda itu membuat jantungku semakin berdebar-debar saja. Kembali aku melancarkan rayuan yang barangkali terdengar klise.

"Putri nggak takut sendirian di taman?"

"Nggak, bentar lagi ada temen dateng kok. Rencananya mau mangkal bareng."

"Hah, mangkal? Apa maksudnya nih?", aku bertanya dalam hati.

"Maksudnya Putri ingin hang-out bareng teman, begitu ya?"

"Nggak cuma hang-out aja sih mas. Eh, mas ini siapa ya?"

"Aku Fahmi. Masa Putri lupa? Kita sebelumnya kan udah kenalan di medsos."

Ia diam saja. Aku belum merasakan ada sesuatu yang aneh. Sampai akhirnya aku menoleh dan... astaganaga!

Aku terkejut bukan main. Ia benar-benar... berbeda! Bibirnya memang dibubuhi gincu berwarna merah merona membara. Tapi, bukan ini sosok yang kuidam-idamkan!

"Duh, maaf ya mas. Eike jadi ngerempongin yey deh. Sampe mau nemenin eike segala di sindang. Oh iya, kenalin nama eike Angelina. Yah, nama keren eike buat mangkal sih. Nama asli eike Sukiyem, hihihi."

Ia mulai mengedip-ngedipkan matanya padaku. Aku bergidik. Tatapannya membuatku langsung menundukkan muka.

Tak berapa lama kemudian datang seseorang dengan penampilan yang tidak jauh berbeda dari sosok di sampingku.

"Ses Angelina! Aduh sori banget ya cyiin eike telat dimari, soalnya eike abis kejar-kejaran sama satpol. Gempor bo, malah eike bawa-bawa karaokean segede gaban.”

"Lupain aje deh ses Valeria, yang penting yey kagak ketengkong ini. Buruan yuk, udah mau sore nih cyiin. Eike pengen menipedi abis ngamen."

"Ah, gaya-gayaan yey pake acara menipedi segala. Bai de wai baswei, ini berondong sapose ses? Cakep deh. Kok yey nggak bilang-bilang ke eike sih? Kan lumayan bisa ajakin mangkal bareng eike, hohoho."

Instingku mengatakan kalau aku tidak ingin lama-lama berada di sini. Tapi belum sempat angkat kaki, ses Valeria dengan jari-jari ampuhnya langsung mencubit pipiku. Cubitannya kuat juga. Sampai aku merasa pipiku berdenyut-denyut. Tidak hanya itu, aku pun mendapat bonus kecupan dari mereka yang membuatku makin bergidik!

“Ituh bonus dari eike buat kenang-kenangan manis yey. Dadah mas Fahmi cakep! Titi DJ ya!”

Putri, sosok yang kutunggu-tunggu, rupanya menyaksikan langsung ketika mereka menggodaku.

"Mas Fahmi! Apa aku nggak salah lihat?! Kamu doyan bences juga sampai asyik bercumbu sama mereka!”, teriak Putri.

Segera aku menghapus bekas kecupan para bences yang melekat di pipiku dengan sapu tangan sembari aku menjelaskan kejadian tadi pada Putri.

“Nggak! Aku nggak suka mereka kok! Sumpah ketiban duren deh!”, sahutku.

“Bohong! Bekas kecupan itu buktinya!”, balas Putri tak percaya.

Putri pun lantas pergi meninggalkan aku dengan raut muka kecut. Hancur, hancur hatiku melihatnya. Sudah jatuh, tertimpa konde pula.

"Putri, jangan pergi dulu! Jangan ses! Ampun! Mamah, tolongin Fahmi!", aku menjerit.

"Fahmi! Berisik! Kuping mamah pengang denger kamu teriak-teriak kayak gitu! Ayo bangun! Cuci piring sana!”

Mendengar teriakan ibuku, aku seketika terbangun. Rupanya aku baru saja mengalami mimpi buruk.

***

[caption id="attachment_376699" align="aligncenter" width="400" caption="cathyfamily.com"]

14281347051393731508
14281347051393731508
[/caption]

“Syukur deh cuma mimpi.”, aku berkata dalam hati sambil menghela nafas lega.

“Kak Fahmi kenapa sih, kok tadi teriak-teriak gitu? Abis mimpi serem ya?", tanya adik perempuanku yang baru berumur 10 tahun.

“Iya dek, serem banget. Lebih serem ketimbang nonton film horror Suzanna.”

“Oh iya, tadi ada telepon buat kak Fahmi. Namanya kak Putri. Jieh, kakak akhirnya punya gebetan juga ya!”

Aku menyahut, “Hus, sok tau kamu. Anak kecil belom boleh ngomongin cinta-cintaan dulu!"

“Biarin!”, balas adikku.

Tanpa mencuci muka terlebih dahulu walau ketampananku masih terpancar, aku pun segera menelepon Putri kembali.

“Halo, Putri. Ini Fahmi. Kata adikku tadi kamu telepon ke aku. Ada apa ya?”, sahutku.

“Gimana mas, jadi mau ketemuan di taman nggak?”, tanya Putri.

“Jangan di taman!”, aku langsung merespon.

“Loh, kenapa?”, tanya Putri keheranan.

“Pokoknya jangan di taman ya. Di mana saja boleh, asal jangan di taman!”, desakku.

Putri terkekeh-kekeh, “Hehe, takut ketemu para bences itu lagi ya mas?”

“Hah, jadi.... itu bukan mimpi?!, balasku tak percaya.

Putri lanjut menerangkan, “Aku mau membuat kejutan untuk mas Fahmi. Sengaja aku merencanakannya. Maaf ya mas, mungkin kejutannya berlebihan. Tapi, menarik kan? Emang Mas Fahmi nggak ingat ya?”

“Putri, kenapa nggak bilang sebelumnya...”, aku terdiam sejenak, sebelum aku terkulai lemas hingga akhirnya tak sadarkan diri.

“Halo, mas Fahmi? Kenapa mas? Halo?”, sahut Putri.

Waktu sudah menunjukkan pukul 2 siang ketika ibuku kembali masuk ke kamarku dan menemukan aku masih terbaring di kasur.

“Dasar tukang tidur!!!”, omel ibuku.

Demikianlah, kisah pendekatan Fahmi ke Putri pun sukses berakhir dengan rasa tak terkira yang dialami oleh Fahmi. Benar-benar kisah pendekatan yang aneh, bukan?

*Cerita hanya fiksi belaka. Bila memang benar demikian adanya, itu bukan salah penulis.

---oOo---

No.67 - Fadli Hermawan

Ditulis sebagai ajang perhelatan event fiksi PDKT Fiksiana Community

Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community

Silahkan bergabung di FB Fiksiana Community

Selamat berbahagia untuk Mas Fahmi Idris dan Mbak Putri Gerry atas pernikahannya.

1428135835537271658
1428135835537271658
devianart.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun