Mohon tunggu...
Fadli Hermawan
Fadli Hermawan Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Suka minum coklat hangat.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Bahana Angklung di Konser Orkestrasi Tabula Rasa

31 Maret 2015   14:47 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:44 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Keluarga Paduan Angklung SMAN 3 Bandung" (Foto: Situs Resmi KPA3 Bandung)

Tidak mudah mempertahankan eksistensi musik tradisional di tengah era globalisasi sekarang ini, terutama di kalangan anak muda. Demikian pula dengan alat-alat musik tradisional asli Indonesia yang butuh usaha ekstra agar keberadaannya tidak lekas hilang begitu saja. Angklung, salah satu alat musik tradisional asal Jawa Barat adalah salah satu contohnya. Seperti yang pernah dituturkan oleh Arief Sarifudin selaku ketua Komunitas Rumah Angklung Jakarta, memang tidak mudah membawa anak muda masa kini untuk mengenal musik tradisional. Apalagi ada yang mengganggap bahwa musik tradisional seringkali dikatakan primitif, kuno serta ketinggalan zaman. Tercatat tidak lebih 5 orang yang bergabung kala awal komunitas ini dibentuk sekitar hampir tiga tahun yang lalu. Namun ia bersama anggota komunitas lainnya tidak menyerah begitu saja. Arief yang dahulu pernah bekerja di Saung Angklung Udjo ini menegaskan bahwa hal tersebut justru menjadi penyemangat untuk tetap berlatih angklung yang merupakan kesenian tradisional nusantara.

Serangkaian program kegiatan dan edukasi pun dilakukan sebagai upaya untuk melestarikan angklung. Daeng Soetigna, yang dikenal sebagai Bapak Angklung Indonesia, turut berkontribusi dalam menjaga eksistensi angklung di jagat musik tanah air. Dari gagasannya, angklung yang semula dimainkan pada skala nada pentatonis (da-mi-na-ti-la-da'), dimodifikasi sehingga menjadi alat musik tradisional yang dapat memainkan skala nada diatonis-kromatis (do-re-mi-fa-sol-la-si-do'). Angklungnya ini dikenal pula sebagai Angklung Padaeng. Namun, perjalanan beliau juga tidak luput dari hambatan. Banyak yang menentang rencana Pak Daeng karena angklung masih dianggap udik dan dikatakan sebagai alat musik pengemis. Tetapi, Pak Daeng terus berusaha dengan mengajar cara bermain angklung di sekolah-sekolah karena menurutnya angklung dapat bersifat mendidik. Hal ini merupakan salah satu dasar dari prinsip 5M yang diutarakan oleh Pak Daeng, yaitu: mudah, murah, menarik, mendidik dan massal. Angklung juga dapat dimainkan siapa saja yang berminat ingin mempelajarinya, tidak terbatas oleh kalangan dan usia tertentu. Beragam jenis musik juga dapat dimainkan dengan angklung, seperti pop, rock, dangdut, jazz hingga klasik sekalipun. Dari musik dengan susunan nada yang sederhana hingga kompleks sekalipun dapat dimainkan dengan alat musik tradisional ini.

"Daeng Soetigna, Bapak Angklung Indonesia" (Foto: Situs Musik Angklung)

Kini angklung semakin berkembang di berbagai daerah, bahkan hingga ke tingkat mancanegara. Tentu hal ini tidak terlepas dari peran serta para peminat musik angklung yang terus berusaha memperkenalkan alat musik bambu tersebut dari generasi ke generasi. Keluarga Paduan Angklung SMA Negeri 3 Bandung (KPA3) termasuk salah satu kelompok yang aktif terlibat dalam memperkenalkan angklung ke khalayak umum, baik dalam maupun luar negeri. Bermula saat tampil di konferensi Asia-Afrika XXV pada tanggal 28 April 1980, KPA3 menjadi perintis dalam menyuguhkan musik modern dengan alat musik berbahan bambu ini. Dengan ini, angklung tidak terbatas hanya memainkan musik-musik tradisional saja, tetapi dapat disesuaikan dengan perkembangan zaman. Sejak 1996, tercatat bahwa KPA3 sudah lebih dari 15 kali mengadakan konser dan memenangkan berbagai penghargaan atas kiprahnya dalam memainkan angklung. Ini merupakan apresiasi tersendiri bagi KPA3, mengingat kelompok ini awalnya hanyalah bagian dari kegiatan ekstrakurikuler sekolah bagi yang ingin menyalurkan minat para siswa terhadap alat musik tradisional tersebut.

Konser Orkestrasi Angklung (KOA) yang diselenggarakan pada tanggal 28 Maret 2015 lalu bertempat di Aula Simfonia Jakarta, Kemayoran. Ini adalah KOA XII sekaligus kedua kalinya KPA3 tampil di aula tersebut semenjak KOA VIII yang dilaksanakan lima tahun yang lalu. Dengan tema konser Tabula Rasa: Indulge Your Senses, kali ini KPA3 membawakan sejumlah repertoire musik klasik pilihan dari komposer ternama seperti Symphony No.5 karya Beethoven, Die Fledermaus dan Pizzicato Polka karya Strauss Jr., Anvil Chorus from Il trovatore karya Verdi, Serenade for Strings karya Tchaikovsky, Symphony No.1 karya Schumann, Clair de Lune karya Debussy dan lain sebagainya. Tidak hanya itu, KPA3 juga tampil bersama bintang tamu yang turut memeriahkan konser, diantaranya adalah harpis Rama Widi, penyanyi tenor Christopher Abimanyu, penyanyi sopran Regina Handoko dan Paduan Suara Mahasiswa UNPAD.

"Promotional Poster" (Foto: Situs Resmi KPA3 Bandung)

14277878321144353054
14277878321144353054

"Booklet dan Tiket Konser" (Foto: Dokumentasi Pribadi)

Konser yang berlangsung selama dua jam ini terdiri dari dua sesi. Pada sesi pertama, KPA3 memainkan musik klasik instrumental yang dipandu oleh Miryam Wedyaswari. Ia memulai karirnya sebagai konduktor saat konser Angklung Evening Concert: A Tribute to Daeng Soetigna pada tahun 2006. Selain itu, ia juga berhasil membawa KPA3 sebagai juara pertama dalam Festival Paduan Angklung ITB 2009. Saat ini, Miryam sedang meneruskan kuliah S2 bidang psikologi di UNPAD. Sedangkan pada sesi kedua, KPA3 memainkan musik opera aria dengan Mirina Nurfitriani sebagai konduktornya. Ia merupakan salah satu konduktor termuda dalam KPA3. Debutnya dimulai saat membawakan KOA X: Exchange yang diselenggarakan di Gedung Teater Jakarta pada tahun 2010. Sekarang ini, Mirina berstatus sebagai mahasiswi jurusan Farmasi di ITB.

"Concert Hall Aula Simfonia Jakarta" (Foto: Situs Resmi ASJ)

Suasana konser berlangsung dengan tertib. Sebagaimana menonton konser musik klasik pada umumnya, para penonton diminta untuk hadir tepat waktu, tetap tenang dan dilarang untuk mengambil foto maupun video selama konser berlangsung, kecuali bila ada izin dari panitia. Bagi yang terlambat tidak diperbolehkan untuk masuk ke dalam ruangan konser sampai satu repertoire selesai dimainkan.

14277876931271817963
14277876931271817963

"Anggota KPA Bersama Bintang Tamu" (Foto: Dokumentasi Pribadi)

Dengan dukungan akustik ruang yang bagus, suara angklung yang dihasilkan terasa lebih indah membahana. Rama Widi dengan kelihaiannya dalam memainkan harpa turut menambah indahnya alunan musik yang dipadu bersama angklung, seperti pada saat ia memainkan Clair de Lune. Ia juga turut menyumbang dua permainan harpa secara solo, yaitu Etude de Concert "Au Matin" karya Tournier yang bernada elegan dan romantis serta Red Hot karya Vannesa Mae yang bernada cepat dan bergairah. Christopher Abimanyu dan Regina Handoko dan juga tampil memukau lewat performa mereka dalam menyanyikan opera aria, contohnya pada Liamo ne' lieti calici from La traviata karya Verdi. Performa PSM UNPAD juga tidak kalah bagusnya dalam menyanyikan choir yang mereka bawakan.

14277878981439694417
14277878981439694417
"Christopher Abimanyu, Regina Handoko dan Rama Widi" (Foto: Dokumentasi Pribadi)

Sebagai penonton yang baru pertama kali menghadiri konser semacam ini, saya turut merasa kagum. Bagaimana tidak, angklung yang semula hanya dianggap sebagai alat musik tradisional yang "kampungan", ternyata dapat menghasilkan lantunan nada dengan indahnya pada karya musik klasik yang dimainkan. Sepintas terlihat mudah, namun dibutuhkan kerjasama tim yang baik dan kompak dalam menampilkan performa yang maksimal. Lihat, dengar, rasakan dan nikmati. Inilah "tabula rasa" yang mereka ingin sampaikan.

* Tabula rasa berasal dari bahasa Latin yang berarti kertas kosong. Secara istilah, tabula rasa dapat merujuk pada pandangan epistemologi bahwa seorang manusia lahir tanpa isi mental bawaan, dengan kata lain "kosong", dan seluruh sumber pengetahuan diperoleh sedikit demi sedikit melalui pengalaman dan persepsi alat inderanya terhadap dunia di luar dirinya (dilansir dari situs Wikipedia).

Referensi:

[1] Booklet Konser Orkestrasi Angklung Tabula Rasa: Indulge Your Senses [2] Komunitas rumah angklung, hidupkan seni anak negeri: http://www.tnol.co.id/komunitas/minat/22019-komunitas-rumah-angklung-hidupkan-seni-anak-negeri.html [3] Nasionalisme angklung milik Indonesia: http://angklung3.org/2015/02/nasionalime-angklung-milik-indonesia/ [4] Angklung sebagai sarana meningkatkan efektivitas tim: http://angklung3.org/2015/02/angklung-sebagai-sarana-meningkatkan-efektivitas-tim/ [5] Konser Orkestrasi Angklung XII: http://angklung3.org/2015/03/konser-orkestrasi-angklung-xii/ [6] Profil Keluarga Paduan Angklung SMAN 3 Bandung: http://angklung3.org/history/ [7] Daftar Konser KPA3 Bandung: http://angklung3.org/concerts/ [8] Tabula rasa: http://id.wikipedia.org/wiki/Tabula_rasa

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun