Mohon tunggu...
Jack Sparrow
Jack Sparrow Mohon Tunggu... Penulis -

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jokowi "Ulem-ulem", Fadli Zon "Raiso Mingkem"

14 November 2017   12:29 Diperbarui: 14 November 2017   12:53 1218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam bahasa jawa, ulem-ulem itu adalah menyebar undangan untuk mengundang orang-orang agar datang ke suatu acara. Dengan maksud dan tujuan agar orang-orang yang diundang tadi sudi untuk datang ke acara yang dibuat.

Dan biasanya ulem-ulem itu hanya akan dilakukan untuk acara-acara besar saja seperti sunatan atau perkawinan. Orang-orang yang diundangpun pastilah orang-orang yang memang dikenal. Saudara sudah pasti. Tetangga, kerabat, famili atau orang-orang yang memang dianggap layak untuk diundang.

Ulem-ulem tidak saja hanya sebatas serangkaian kegiatan mengundang lalu yang diundang, datang. Kemudian berpesta, menikmati makanan dan berbagi kebahagiaan. Tapi di balik ulem-ulem itu juga tersimpan pesan-pesan moral yang sangat dalam.

Cerminan jernih akan gambaran silaturahmi yang tengah berusaha dijaga dalam bingkai persaudaraan, ada disana. Bahwa salah satu bentuk sikap menghargai, menghormati dan ingin berbagi kebahagiaan, sudah cukup bisa diwakilkan dengan cara "mengundang".

Singkatnya, dengan cara menyebar ulem-ulem atau mengundang orang-orang dalam sebuah pesta atau hajatan, adalah simbol paling jelas dari sebuah pengakuan bahwa kita ternyata masih dianggap. Bahwa kita ternyata masih diakui sebagai saudara dan kerabat.

"Kamu sahabatku, kamu saudaraku, karna itulah aku mengundangmu!".

Kira-kira seperti itulah pesan yang tersirat.

Lalu bagaimana dampak sosiologis dari ulem-ulem tadi?

Seibarat pisau bermata dua, dampak dari kegiatan itupun bisa menjadi positif, bisa juga berdampak negatif.

Tatanan sosial atau hubungan kekerabatan bisa semakin akrab dan hangat, namun juga bisa retak dan berubah menjadi permusuhan abadi yang semakin menjadi-jadi.

Pihak pengundang bisa saja membuat seseorang merasa tersanjung karna diundang. Seseorang jadi akan berfikir bahwa ia ternyata dianggap saudara. Seseorang jadi akan merasa bahwa ia dihormati dan dihargai, hanya karna diundang.

Namun hal sebaliknyapun akan terjadi jika yang lain diundang, akan tetapi ia sendiri tak mendapat undangan itu. Tidak hanya akan merasa tersinggung, lebih mengerikan lagi, hal itu bisa memuncak pada perang dingin yang tak berujung hingga tujuh generasi turun menurun. "Bayangkan saja Njul, semua tetangga dan kerabat diundang, tapi kamu sendiri tidak diundang. Kira-kira apa yang akan kamu lakukan?".

"Gue santet tuh orang, Jack!".

"Nah, itu. Ternyata tidak sesepele seperti yang semula kita bayangkan. Tidak diundang jadi akan membuat kita berfikir seperti tidak dihargai, dilupakan, dan merasa seperti diputus dari ikatan silaturahmi. Jelas itu adalah puncak kondisi paling buruk dalam hubungan sosial. Lebih buruk lagi, pasti kelak kita akan membalasnya. Dan jika saja sampai hal itu terjadi, percayalah, permusuhan kita dengan orang yang tak mengundang itu, akan sama seperti permusuhan Palestina Israel dan negara-negara sekutu. Bummmss..! Tinggal tunggu waktu saja, maka akan meledak sejadi-jadinya. Faham sejauh ini, Njul?"

"Yongkru, Jack. Gue sangat faham".

"Pintar..! Ok sekarang kita lanjut soal bagaimana seharusnya sikap seseorang yang diundang ketika mendapat uleman".

"Itu dia yang pengen gue tau, Jack. Gimana, gimana?"

"Serupa dengan pihak pengundang yang telah menunjukan rasa hormat dan menghargai kita dengan cara mengundang di hari bahagianya, pihak yang diundangpun sudah semestinya harus menunjukan rasa hormat dan sikap menghargai yang sama".

"Contohnya dengan cara apa?".

"Ya datanglah. Masa tidak datang?!".

"Tapi kan kebetulan gue harus ke China untuk menjadi pembicara?".

"Lho, kok kamu malah jadi nyindir Fadli Zon?".

"Siapa yang nyindir?".

"Itu barusan".

"Itu bukan nyindir".

"Terus apa?".

"Gue mah cuma ngatain!".

"Hahahaa..! Kampang kamu. Depan kiri piiiirrrrr...!

"Lho, mau kemana, Jack?".

"Mau beli tiket ke Bali nyusul si seksi".

"Ceritanya gak lu lanjutin?".

"Emang mau denger kelanjutanya?".

"Ya jelas mau lah..!".

"Ohh, kirain gak mau. Ya wis, gak jadi kiri piirr..!

"Lanjut, Jack..!".


"Baik. Sengaja tidak datang memenuhi undangan yang sudah diterima apalagi untuk acara sunatan atau kawinan, dalam etika orang jawa, itu merupakan sikap sangat tidak baik. Sikap kurang terpuji, mbajuk, dan sangat tidak sopan. Lebih serius lagi, itu bisa dianggap sebagai sikap yang mencela dan menghina".

"Seserius itu, Jack?".

"Simboku bilang sik seperti itu".

"Terus apa tanggapan lu soal Fadli Zon yang tidak hadir memenuhi Undangan Pak Jokowi?".

"Nah itu sebenarnya yang sedang ingin saya bahas".

"Gimana menurut lu?".

"Melihat keduanya, saya malah jadi menyaksikan perbedaan Ahlak Etika Moral dari dua tokoh yang sangat jelas dan kontras. Jika pak Jokowi saya umpamakan sebagai warna putih, maka yang satunya adalah warna pekatnya. Jika pak Jokowi saya ibaratkan sebagai wewangian, maka yang satunya adalah telek lincungnya".

"Hahahaha...! Kampret lu, Jack. Terus kalau pak Jokowi kita ibarat sebagai malaikatnya, si Fadli Zon sebagai apanya dong?".

"Si durjananya".

"Setan durjana maksud lu?".

"Kamu yang ngomong lho. Bukan saya".

"Anjing lu..! Hahahah..! Sarap,, sarap, sumpah".

"Coba deh kamu perhatikan Njul, betapa pak Jokowi benar-benar telah mununjukan sosok negarawan sejati. Seseorang yang berjiwa besar, seseorang yang penuh cinta dan seseorang yang memiliki keluasan hati, penuh pemaafan".

"Iya juga ya..?!"

"Bayangin aja, hampir tak ada satupun yang dilakukan pak Jokowi bisa luput dari komentar sinis dari si Fadli ini. Tak terlihat seperti ada niatan memberi apresiasi atas apa yang telah di kerjakan pak Jokowi, pajak yang kita bayarkan selama ini seolah malah hanya seperti untuk membiayayi si Fadli membeli paket data untuk kemudian membuat kicauan sinis agar bisa selalu viral di media berita. Anying kan? Bahkan soal perkawinan si Kahyang pun dinyinyirin. Dan hebatnya, alih-alih pak jokowi marah atau bereaksi, pak Jokowi malah tetap mengundangnya untuk datang ke acara kawinan anaknya. Ini gilak..! Kendati pak Jokowi sudah dihina dina sedemikian rupa, Pak Jokowi tetap memaafkan dengan cara mengundangnya".

"Tapi kan doi sudah kasih kabar bahwa doi ada acara ke China untuk menjadi pembicara?".

"Ahh, itu hanya alasan. Sama sekali saya tidak percaya".

"Ya paling tidak doi sudah menunjukan sikap baik dengan cara mengirim bunga ucapan kan, Jack? Berfikir positif ajalah".

"Nah itu dia alibinya. Sesungguhnya dia merasa bahwa menolak undangan itu adalah tindakan tidak sopan. Lalu dia mengarang-ngarang cerita bahwa dia harus ke China, dan untuk mengkamuflasekan sikap tidak sopanya itu, lalu dia mengirim bunga ucapan. Maksudnya terselubungnya adalah agar ketidahadiranya tetap bisa dimaklumi oleh pihak pengundang, gitu".

"Buwakakakakak..! Bener juga lu, Jack. Bener, bener..!".

"Tapi memang dasar doi sudah mengalami kerusakan ahlak, tidak tau diri dan tidak mengenal apa itu sopan santun, sudah tidak berani untuk datang memenuhi undangan, eehh, dia malah membuat cuitan dengan nada sindiran. Edan kan?".

"Ngak.. ngak.. ngak.. ngak..! Ternyata dia sepengecut itu!".

"Lebih dari sekedar itu, Njul. Rombongan dia memang pengecut semua. Mereka hanya galak di sosial media. Tapi saat bertatap langsung dengan pak Jokowi, seibarat tongkol ngaceng, baru aja nempel di mulusnya paha, langsung crooot kemana-mana. Hahahahaaa...! Masih ingat kan foto wajah sahabatnya yang saat ketemu pak Jokowi, terlihat ketakutan luar biasa?".

"Maksud lu si Fahri Hamzah?".

"Iyah..! Sementara yang ini, hanya untuk membuat nyinyiran aja harus jauh-jauh pergi ke China".

"Boleh gue ketawa lagi, Jack?".

"Silahkan".

"Buwakakakakakkk..! Anjing, goblok lu, Jack..! Anjing,, Anjing,, Anjing,, Anjiiiinnnggg...!".

"He..he..he..! Udah ah. Saya turun sini. Depan kiri maaannggg..!".

"Ehh, kok turun di mari? Mau kemana?".

"Mau beli sempak".

"Kagak jadi beli tiket ke Bali?".

"Kagak..!".

"Kenapa?".

"Si seksi udah ke Jakarta ternyata".

"Ciehhh, cieehh..! Kencan dong?".

"Ya kagaklah..!"

"Lhoo, kok bisa?".

"Dia lagi mengidap fakir rasa soalnya!".

"Hahahahaa..! Untung Lingling kagak tau".

"Ehh, awas lu yak bilang-bilang!".

"Iye,, iye. Tapi Jangkrik dulu bosss..!".

"Kampang Luh..!".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun