Mohon tunggu...
Daniel Simanullang
Daniel Simanullang Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Lucid Dreamer/ Tarot Reader/ Pengamat Sepakbola/ Pecinta Sastra

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Diving, Air Mata, dan Kejayaan Edisi 1

12 Juli 2014   12:42 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:34 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah pembantaian Brasil oleh Jerman, kita disuguhkan sepak bola membosankan ala Argentina vs Belanda. Terlintas dalam pikiran saya, apakah saya kan menyaksikan gol ala Mario Kempes di tengah lautan confetti atau sentuhan magic ala Dennis Berkamp. Ternyata tidak ada hal yang mengensankan dalam pertandingan tersebut. Sayang sekali Belanda tidak bisa mengikuti jejak saudara jauhnya yang berhasil melangkah ke partai puncak kali ini. Menariknya kegagalan Belanda mampu menjaga legenda yang telah terjaga bertahun tahun " Negara Dari Eropa Tidak Pernah Juara Di Benua Amerika". Praktis legenda tersebut masih dijaga oleh tameng perang dari Messi dan kawan-kawan.

Sebelum kita melangkah ke final, mari kita napaktilasi bagaimana  kedua tim yang sudah haus gelar juara dunia ini secara santai tapi serius.

Mari kita mulai dari Argentina. Negara yang mengoleksi 2 gelar Piala Dunia ini datang dengan kepercayaan tinggi setelah mampu menembus final dengan mengalahkan salah satu favorit juara yakni Belanda. Negara yang secara tradisi sepak bola mampu diandalkan untuk menghasilkan gelandang kelas dunia ini pada dasarnya menemukan harapan pada sosok dari "negeri seberang" yakni Lionel Messi. Tanpa menghormati rasa nasionalisme, Messi adalah orang Argentina yang dibesarkan oleh tradisi sepak bola Spanyol. Dia satu-satu nya pemain yang tidak menimba karier profesional di tanah kelahirannya. Higuan lahir di Brest, Parncis dan menimba karier profesional di Riverplate. Tapi sudahlah, tidak usah memperdebatkan itu. Sebab sekarang banyak pemain yang dinaturalisasi oleh negara untuk prestasi dan prestise. Messi telah meraih segalanya di Barcelona dan sangat diharapkan publik Argentina agar apa yang ia raih di Barca dapat ditularkan di Argentina. Tapi tunggu jika Messi adalah anak emas dengan sentuhan midas di Barca, dia harus jumawa ketika berada di timnas Argentina. Sebesar apapun ia di Barca, maka ia tidak lebih seorang pemain yang sama di mata pelatih. Dia harus menuruti apa kata pelatih dalam taktik dan strategi. Dia harus memahami bahwa Argentina memiliki 2 pakem dalam gaya sepak bola. Yakni gaya Billardisme yang mengutamakan sepak bola pragmatis dan mengutamakan hasil. dan gaya Menottisme yang mengutamakan sepak bola indah dan elegan. Jika anda ingin menemukan perbedaan 2 pakem tersebut. Maka lihat lini tengahnya. Jika lini tengahnya adalah pekerja keras, fisik, dan full body contack (permainan keras secara tim) maka itu adalah Billardisme. jika ingin contoh paling nyata lihatlah Atletico Madrid edisi Diego Simone. Gaya Menotti adalah sepak bola yang mengandalkna lini tengah bervisi cerdas, skillfull, dan stylish. Mungkin contoh paling nyata adalah permainan Valencia kala masih memiliki Pablo Aimar, Boca Junior edisi Riquelme, atau Totenham Hotspurs edisi Ardilles.

Kembali ke tim Argentina sekarang. Kita tidak bisa melihat ketangguhan Daniel Pasarella di lini belakang,keeleganan Redondo di lini tengah, dan kedahsyatan Batistuta di lini depan. Sabella memberikan ramuan mengerikan yang sewaktu waktu bisa menjadi boomerang jika tidak didalami. Mengandalkan Messi dalam setiap aspek akan memudahkan lawan untuk mengerdilkan potensi messi secara bersamaan. Sampai sejauh ini memang messi memberi peran, tapi lihat dipertandingan terakhir.Messi tidak ada apa-apanya oleh pemain sekelas Vlaar yang bermain untuk klub semenjana aston Villa. Tanpa opsi yang lain, Sabella akan tersadera oleh strateginya sendiri. Banyak penggemar menyesalakan cideranya Di Maria. Tapi ingta tidak sedikit juga yang menyesalakan tidak dipanggilnya Tevez dan Pastore. Secara personal dan kemampuan Tevez adalah pekerja keras dan bermental baca. Pastore adalah tipikal playmaker sejati yang sentuhannya mampu memberikan efek kejut bagi lawan-lawan. Tapi sudahlah, Sabbela sudah lebih tahu dengan apa yang dilakukannya, hanya saja melihat apa yang ditampilkan Argentina samapai sejauh ini memberi harapan bahwa akan ada idola baru yang tidak akan dilabeli dengan Maradona baru. Anda sudah tahu maksud saya kan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun