Mohon tunggu...
Muhammad Fikrillah
Muhammad Fikrillah Mohon Tunggu... Swasta -

Pembelajar hingga batas terjauh.\r\nAyah dari Muhammad Abiyyu Maisan \r\ndan Muhammad Dzaky Naufal. \r\nMotto "hidup, berarti, dan tiada". \r\nAkumulasi asa, serpihan coretan, dan kegalauan terhadap lingkungan sekitar. Lewat kata, mari menyuarakan. Saatnya berekspresi, keluar dari pasungan yang membungkam dan mengekang kebebasan. Terimakasih atas kesediaan Anda mampir di dinding ini. Coretkan apa saja. Semoga kita menjadi teman yang menyenangkan, berbagi pengalaman hidup, suka-duka, rajutan cerita, dan sudut pandang. Salam hangat… \r\n

Selanjutnya

Tutup

Politik

Caleg dan Kebesaran Jiwa

16 April 2014   13:15 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:37 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kompetisi, apapun jenisnya, selalu bermuara pada dua hal: sukses dan gagal. Kemenangan yang tertunda, sebagaimana yang sering diucapkan orang hanyalahpolesan bahasa penawar duka. Hanya terdengar sayup-sayup, tidak mengubah fakta. Kemenangan selalu memacu euforia, sedangkan kekalahan seringkali menggiring korbannya pada kondisi terpuruk. Tentu saja bagi mereka yang pertahanan jiwanya rendah. Bermental kerupuk, kata orang-orang di sekitar lingkungan saya.

Kompetisi di panggung politik adalah satu di antara perlombaan yang menawarkan beragam prestise. Peminat banyak, kursi terbatas menyebabkan persaingan semakin ketat dan tidakterelakan. Penghalalan segala cara untuk meraih tujuan pun terjadi, bahkan sudah membudaya. Tentu saja ini merupakan investasi politik buruk bagi bangsa ini.

Akibat ketatnya persaingan, korbannya sudah berjejer rapi. Pondok Pesantren (Ponpes) Berojomusti Lamongan Jawa Timur, misalnya, kebanjiran pasien dari para Caleg yang depresi atau stres lantaran tidak terpilih menjadi wakil rakyat. Selain dari wilayah Lamongan, juga Jakarta hingga Kalimantan. Metode dan pendekatan sipritual dilakukan untuk mengembalikan kondusivitas kejiwaan.Ada juga yang terbilang parah, di Bogor seorang Caleg linglung, berjalan tidak tentu arah, lalukedapatan mencuri sandal dan kelapa milik orang lain.Ramai-ramai dilempar warga sebelumkeluarga mencegah dan menjelaskan posisi kejiwaannya.

Namun, apapun kompetisi itu masuk dalam ruang skala waktu tertentu. Bergantung pada pribadi yang menyikapinya. Demikian pula dalam dinamika Pemilu Legislatif 2014, selalu ada letupan yang menandai perjalanan waktu. Mereka yang meraih suara signifikan kini merasa di atas angin, mereka yang mendulang suara cekak merasa teralienasi dari ranah publik. Ada baiknya kita mencermatikalimat bijak:kegagalan bukanlah saat seseorang jatuh, tetapi saat seseorang menolak bangkit.

Jika kita jujur, tidak ada orang yang tidak pernah gagal. Medium dan lapangan kehidupan setia menyediakan ruang kompetisi bagi siapa saja. Ada kalanya mampu dilewati, namun hadangan juga setia menemani. Thomas Alva Edison adalah contoh par exelence soal kegigihan berusaha, kekuatan mental segera bangun dari kegagalan. Sebelum berhasil menyempurnakan lampu listrik, Edison telah berkali-kali gagal.

Namun, konstruksi bangunan mentalitasnya amatlah kukuh. Oleh karena itu, mengapa begitu banyak ‘orang biasa’ dan hanya ada satu Edison.

Soal kompetisi politik, mereka (Caleg) yangberangkat dari keyakinan dan pilihan ideologi, memiliki kebesaran jiwa dan tidak cepat menyerah. Karena ada sesuatu yang berharga diperjuangkannya. Mereka setia bertahan dan tidak lantas menjadi ‘kutu loncat’ ke Parpol lain yang berideologi berbeda.

Dalam bahasa lain, Caleg yang ‘ambruk alias tiarap’ hanya mereka yang berpikiran pragmatis dan gamang memahami ideologi perjuangan politiknya. Anda termasuk yang mana?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun