Mohon tunggu...
Muhammad Fikrillah
Muhammad Fikrillah Mohon Tunggu... Swasta -

Pembelajar hingga batas terjauh.\r\nAyah dari Muhammad Abiyyu Maisan \r\ndan Muhammad Dzaky Naufal. \r\nMotto "hidup, berarti, dan tiada". \r\nAkumulasi asa, serpihan coretan, dan kegalauan terhadap lingkungan sekitar. Lewat kata, mari menyuarakan. Saatnya berekspresi, keluar dari pasungan yang membungkam dan mengekang kebebasan. Terimakasih atas kesediaan Anda mampir di dinding ini. Coretkan apa saja. Semoga kita menjadi teman yang menyenangkan, berbagi pengalaman hidup, suka-duka, rajutan cerita, dan sudut pandang. Salam hangat… \r\n

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

‘Papa Pulang, Mama Basah’

19 September 2014   02:32 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:17 2084
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada-ada saja tindakan para supir truk dan bus yang berkreasi pada bodi bagian belakang kendaraannya. Jika Anda rajin memelototi lalu-lalang kendaraan, maka beragam tulisan atau pesan stiker bisa dibaca. Ada yang menempatkannya di belakang, samping, dan depan. Biasanya isinya ringan dan jenaka. Ada juga yang seriusjika diikuti kontemplasi sesaat.

Tulisan ‘Papa Pulang, Mama Basah’ saya lihat pada kaca depan kendaraan pick up sekitar rumah di Bima Provinsi NTB. Sayangnya, saya tidak mengonfirmasi lebih jauh apa makna atau pesan yang ingin disampaikannya. Hal yang pasti, itu kalimat bersayap, membutuhkan kemampuan dan daya jelajah imajinasi tersendiri menerjemahkannya dalam bahasa praktis dan mudah dimengerti.

Saya menafsirkannya atau ingin menggiring asumsi pada dua arah sasaran bidikan. Pertama, bisa berarti bahwa kepulangan sang supir membawa rejeki, sehingga kebutuhan rumah-tangga bisa dipenuhi. Dompet Mama lebih tebal karena ada pasokan lembaran baru. Ada yang menyatakan para supir sebenarnya berpenghasilan lumayan jika mengetatkan kedisiplinan dalam gaya perbelanjaannya.

Namun, kerapkali masyarakat tersajikan fakta minor bahwa mereka dikenal boros, menghamburkan uang tidak pada tempatnya, dan berlebihan dalam konsumsi rokok. Ada juga yang terjebak minuman keras. Malah, kebiasaan berjudi kerap berkembang antarsupir. Selain itu, maaf, mereka kerap melirik bini muda.

Secuil fakta ini ada di sekitar Anda kan? Jadinya, uang yang seharusnya bisa dibawa pulang ke rumah (take home pay) tergerus di tengah jalan. Imbasnya jelas, Mama tidak lagi merasakan sesuatu yang ‘basah’ dalam mekanisme dana segar yang digenggamnya. Jika kondisi ini yang tersaji, maka ‘Papa Pulang, Mama (malah) Kecewa’ he..he..

Kedua, menggiring ke arah hubungan privasi. Ketika sang supir mendarat kembali di tengah keluarga, setelah seharian atau berhari-hari mengendalikan arah dan pedal gas, maka bertemulah momentum yang tepat. Ibarat menemukan ‘oase di tengah kegersangan padang pasir’. Ada perasaan sukacita yang tidak sanggup terwakili kata. Kerinduan yang membuncah hebat terobati dalam satu ruang makna sunyi menghanyutkan. Mereka lumat dalam muara. Ujungnya adalah ‘Papa dan Mama pun Mandi Janabah’ he..he..

Namun, ada juga yang memasang kata-kata bermakna dalam sebagai refleksi atau respons terhadap lingkungan. Pada kaos atau kendaraan bermotor tulisan menyengat pun tersebar kemana-mana. Misalnya ‘Aku Nggak Bisa Bedakan antara Pejabat dengan Penjahat’. Lalu ‘Motor ini bukan Hasil Korupsi’ dan ‘Kutunggu Jandamu’ serta lainnya.

Ada juga yang menyergap merek minuman suplemen dengan memelesetkannya, ‘Kuku Bima’ menjadi ‘Kurang Kuat Bini Marah’. Pilihan diksi memang terasa lebih segar dan diperagakan oleh para supir atau pemilik kendaraan. Saya yakin di tempat Anda juga demikian.

Dari rangkaian tulisan itu menunjukkan bahwa ada ‘komunikasi jalanan’ yang mewarnai dunia berbahasa kita. Para supir dan pemilik kendaraan kini semakin kreatif membahasakan perasaannya atau reaksinya terhadap dinamika sosial, politik, dan moralitas.

Mari kita belajar dari bahasa jalanan itu…

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun