Mohon tunggu...
Lalu Muhamad Jaelani
Lalu Muhamad Jaelani Mohon Tunggu... -

Pemuda desa yang mengais rezeki di surabaya dan menimba ilmu di negeri naga kecil

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bersabar, Kekuatan Tersembunyiku (2)

9 April 2010   15:02 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:53 419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Hari itu, sudah dua minggu lamanya aku tinggal di rumah keduaku di banyuwangi. Hari hari berjalan menyenangkan, bersama istri, buah hatiku dan kedua mertuaku. Tak terasa bahwa sudah lebih dari dua minggu kepalaku tetap panas, walau kucoba ramuan sakti mixagrip yang menjadi andalanku untuk mengusir flu dan konco konconya, tetap saja kepalaku sakit. Apalagi ditambah kesibukan mempersiapkan kedatangan tamu istimewa keluargaku dan menjamunya sampai larut malam. Ah.. Kepala boleh tetap panas, udara di luar boleh panas tapi hatiku harus tetap dingin dan tenang.

Sehari setelah kedatangan tamu istimewa, aku merencanakan untuk melanjutkan perjalanan cukup panjang, melanjutkan perjalanan ke rumah utamaku di kaki gunung rinjani, rumah yang tenang yang dibalut suasana pegungunan yang asri dan damai. Kuharap diriku dapat menikmati liburan ini bersama keluarga besar di kotaraja.

Siang hari, udara cukup bersahabat, mendung menutup langit blambangan, udara mengalir cukup sejuk. Kuajak anak dan istriku untuk melihat suasana pelabuhan, bukan untuk berlibur, tapi untuk memastikan jadwal kedatangan BUS ANTAR KOTA ANTAR PROPINSI yang biasa lalu lalang dari Jakarta – Mataram bahkan Jakarta-Bima. Biasanya jam 3 sore sudah ada BUS yang tiba dipelabuhan ketapang untuk selanjutnya bergerak ke timur ke arah mataram.

Menggunakan Vega R, yang dibelikan ayah menjelang pernikahanku, aku membonceng anak istriku menuju Pelabuhan Ketapang. Udara masih nyaman, namun tak lama. Tiba tiba saja hujan deras mengguyurku, padahal tinggal 15 menit lagi aku sampai tujuan. Mi, kita lanjut? tanyaku pada istri, Silahkan terserah abi. Mendengar persetujuan itu, akhirnya aku putuskan untuk melanjutkan perjalanan. Anak semata wayangku ditutup dengan jaket agar hujan tidak langsung mengguyurnya. Alhamdulillah, kami sampai juga ke tempat tujuan. Sebuah kantor agen BUS yang ditunjukkan oleh seorang Bapak yang aku telpon sebelumnya. Aku berhenti dan memarkir motor, anak dan istriku turun dan berteduh di rumah dekat Kantor Agen tersebut. Namun, tak disangka Kantor agennya tutup. Tertulis TUTUP, BUKA KEMBALI JAM 5 SORE beserta sebuah nomor telpon lokal. Kulihat jam di HPku, ah masih jam 1 siang, masih sangat lama jika menunggu penjaga kantor datang.

Sebenarnya, aku punya pengalaman cukup dengan perjalanan dari ketapang ke mataram, sudah berkali kali aku mencegat BUS disini. Namun, tak ingin mengulang getirnya perjalanan yang tak ternencana, akhirnya aku putuskan untuk menelpon nomor yang tertempel di dinding kantor. Ya! untuk membeli tiket dan memastikan tempat duduk, tapi ternyata sang agen malah tidak bisa menjanjikan jam berapa BUSnya tiba di ketapang. Aku tidak bisa mendapatkan tiket, tidak bisa memastikan 4 kursi untukku dan keluargaku, juga tidak bisa memastikan jam berapa BUS nya akan tiba di ketapang. Ah, hujan diluar sana masih belum reda, anakku sudah lapar dan minta pulang. Menunggu redanya hujan juga akan lama. Akhirnya aku dan anak istri memutuskan untuk pulang saja, apapun yang terjadi. Dan benar saja, kami kehujanan sampai rumah. Untung saja anakku tidak apa apa, hanya istri yang langsung masuk angin.

Hari yang ditentukan telah tiba, aku sekeluarga berangkat menuju kotaraja. Jam 4 sore, walau hujan belum surut, kami berangkat juga dengan bantuan taxi. Hujan benar benar tidak kenal ampun, ia seperti marah! tumpah sejadi jadinya, walau kami sudah tiba di pelabuhan.

Turun disini, taxi tidak boleh masuk pelabuhan, itu aturan yang berlaku sekarang, kata pak sopir. Ya, apa boleh buat, satu persatu dari kami keluar dari taxi, memanfaatkan satu payung yang kebetulan berkenan menemani perjalanan ini.

Hujan masih lebat, aku dan keluarga menunggu di peron pemberangkatan, biasanya disinilah orang ornag yang akan melanjutkan perjalanan ke mataram naik BUS. Hari ini, tidak seperti biasanya tidak ada satupun BUS yang lewat. Waktu mulai merangkak pelan menemani kami yang menunggu, menunggu sesuatu yang tidak pasti datangnya. Anakku mulai tidak sabar, ia mulai ingin turun dari gendonganku. Ia ingin berlari ke tempat parkir BUS yang masih basah. Sementara istriku masih terlihat kurang sehat sejak hujan kemarin. Waktu menunjukkan pukul 7 magrib, ada BUS Safari Darmaraya yang masuk pelabuhan. Hatiku riang bukan kepalang, anakku ku turunkan dan kutitipkan ke ibu mertuaku. Aku langsung lari kearah BUS untuk memastikan ada kursi yang kosong atau tidak. Waduh, tampaknya belum beruntung, semua kursi terisi penuh.

Tunggu aja BUS selanjutnya mas, jam 9 ada lagi yang masuk,  kataPetugas pelabuhan

Aku kembali ke tempat semula, menunggu datangnya bus yang lain. Hujan sudah mereda tapi udara dingin pantai masih terasa. Jaketku kulepas dan kupakaikan ke istriku. Ya Allah kuatkanlah aku, anak istri dan keluargaku.

Jam  9 malam! ada bus yang masuk pelabuhan, tampak bus DUNIA MAS berjalan pelan ke arah parkiran. DUNIA MAS, tak seindah namanya. Inilah BUS paling jelek tampilannya, paling buruk pelayanannya. Namun tetap sesak penumpangnya. Aku langsung saja ke arah BUS tanpa peduli citra buruk bus ini, yang ada difikiranku adalah cepat naik dan sampai di lombok, biarkanlah kenyamanan nomor 100. Alhamdulillah ada kursi kosong, hanya 3! tapi petugas bus bilang cukup untuk 4 orang. Awalnya aku tidak mau, apalagi letak kursi kosongnya ada di paling belakang, berjubel dengan barang beraroma menusuk bercampur bau toilet. Tapi desakan istri membuatku maju, AYO! kita naik.

Benar saja, setelah duduk dibelakang, rasanya tak layak kami menjadi penumpang BUS ini, 3 kursi untuk 4 orang ditambah satu bayi. Ah.. luar biasa, didepanku ada motor juga yang dinaikkan diatas BUS. BUS mulai bergerak, melaju masuk kapal ferry. Air menetes dari kap bus, awalnya aku anggap biasa, mungkin saja itu tetesan AC, apalagi diluar masih gerimis. Namun ternyata, airnya makin deras bak cipratan pancuran. AllahuAkbar, Aku minta pindah tempat tapi petugas tidak membolehkan. Ya akhirnya kami semua basah kuyup didalam BUS, kami bergantian menjaga bayiku agar tidak basah. Barang bawaaan basah semua, tas, kardus basah semua. Ini harus kami jalani sampai 5 jam perjalanan ke padang bai sebelum menyeberang ke pelabuhan lembar, lombok.

Sesampai Padang Bai, aku dan keluarga turun dari BUS dan istirahat di kapal, suasana panas di kapal ternyata mampu mengeringkan baju dan celanaku, Alhamdulillah. Setelah 5 jam di atas laut, akhirnya sampai juga Pulau Lombok, Aku tidak mau lagi naik BUS, keluarga aku suruh langsung turun ke pelabuhan dan barang barang aku turunkan, walau sebenarnya masih ada satu jam perjalanan lagi menuju mataran dengan BUS ini. Ku kontak keluarga agar menjemput langsung di pelabuhan karena kami semua sudah payah, apalagi anakku sempat muntah di kapal.

Perjalanan melelahkan…

bersambung

Bersabar, Kekuatan Tersembunyiku (3-habis)

Tulisan sebelumnya:

Bersabar, Kekuatan Tersembunyiku (1)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun