Memasuki tahun baru 2009 atau tahun baru 98 di taiwan, kesibukanku mulai mencapai puncaknya. Tugas tugas yang menumpuk, deraan hawa dingin yang menggigit disertai perasaan rindu kampung halaman dan kejenuhan yang teramat sangat. Ya Allah.. kuatkan aku untuk bisa bertahan, kalau aku tidak bisa melangkah maju, ijinkan aku untuk bergeming di tempatku saat ini, jangan biarkan langkahku surut menghadapi semua tantangan ini. Itulah doa dan kata kata penguat yang tak henti hentinya kubisikkan dalam diriku. Aku harus kuat!! paling tidak untuk bertahan dalam kondisi saat ini.
Satu persatu cobaan mulai datang lagi, bukannya berkurang, Allah kembali menumpukkan beban berat itu dipunggungku yang telah letih. Disela sela kesibukanku menghancurkan PR kuliah yang tak selesai selesai, muncullah masalah itu: VIRUS. Ah.. Virus gila menyerang komputerku, anti virus bajakan yang terinstal sebagai garda penyelamat laptopku berbalik mengenali dirinya sebagai virus. Ku matikan jaringan internetku, lantas kucoba menginstal anti virus lain, satu anti virus legal yang kubawa dari kampus dan beberapa antivirus free edition kucoba bergantian, namun sang virus teramat jahat. Dari pantauan salah satu antivirus yang terinstall, terlihat kalau setidaknya ada enam IP yang secara terus menerus mengirim virus itu ke IP ku. Ah.. inilah kacaunya kalau punya IP global.
Tak ingin menghabiskan waktu bermain main dengan virus, akhirnya kuputuskan untuk memformat dan menginstall ulang laptopku. Setelah semua selesai, langsung saja aku kabur dari asrama menuju toko komputer di kota kecil samping kampus, ya..! untuk membeli anti virus. Inilah untuk pertama kalinya aku mengeluarkan duit untuk membeli software. Setelah menunggu satu hari dan menelepon customer service di taipei, akhirnya Antivirus baru terinstall dan berjalan dengan baik. Alhamdulillah semua berjalan lancar. Pekerjaan Rumah kembali bisa aku obrak abrik dengan leluasa sembari mempersiapkan ujian akhir yang kabarnya sangat mengerikan.
Selepas ujian akhir harusnya bisa santai dan menunggu waktu pulang, tapi malah kepalaku tambah panas gara gara pusing tujuh keliling denga soal ujian yang sangat aneh, soal yang sangat teramat mudah tapi tetap saja tidak bisa aku jawab. Ada benarnya juga, makin banyak yang dipelajari makin sedikit yang diingat, gara gara berjibaku dengan yang sulit, soal sangat mudah malah tidak bisa diselesaikan, Aneh. Tambah aneh lagi ketika 2 hari menjelang pulang, kepalaku masih panas, badan tambah panas, tidak bisa tidur dan terus gelisah.
Hari yang dinanti telah tiba, saatnya untuk pulang, kuharap dalam perjalanan pulang aku bisa terlelap di pesawat. Pesawat mulai menderu, tanda takeoff telah tiba, bismillahimajreha wamursaaha. Wuzhh, pesawat lepas landas seakan kabur dan menantang langit langit taiwan. Hujan yang turun, kilat yang bersahut sahutan mengabadikan perjalananku. Entahlah, ada rasa was was dalam diriku, tubuh pesawat yang berkali kali berguncang menambah ngeri perjalanan ini. Kulihat navigator udara di layar kecil didepan ku, posisi pesawat selalu kuamati dan berjaga jaga seandanyai takdir itu tiba. Lima jam di udara, tak mampu kumanfaatkan untuk istirahat, Pesawat terburu buru turun dan mendarat di surabaya, yah.. belum waktunya untuk bisa istirahat.
Pukul 24.00 setelah lolos dari antrian imigrasi bersama bapak ibu mas mbak TKI, akhirnya aku bisa keluar juanda, terlihat banyak sekali manusia manusia desa sepertiku yang berkerumun menunggu keluarga mereka, yang telah berjuang habis habisan, banting tulang, peras keringat, bercucuran air mata bahkan mungkin darah, untuk mengangkat perekonomian keluarga, untuk mengais rezeki di negeri orang.
Ah, langsung saja kupesan taxi, rencananya mau menginap di hotel dekat bandara, tapi niatku urung dan tanpa sadar diriku langsung memutuskan untuk ke Asrama Haji Surabaya. Rp. 100.000, harga sekali jalan ke Asrama Haji, kubayar di loket pemesanan taxi. Kulambaikan tanganku ke sahabatku yang tak lain adalah teman se asramaku, dia juga sudah memesan tiket taxi. Kutangkap dari wajahnya, rasa iba dan khawatir terhadapku. Ke Asrama Haji Pak, begitu seruku ke Pak Sopir yang sudah memasukkan Koperku di bagasinya. Hari sudah teramat malam, bekas bekas air hujan masih membasahi jalanan kota surabaya, menjelang sampai di Asrama Haji, kutanyakan ke Pak Sopir; Pak, Hotel terdekat dari asrama ratenya berapa ya? jaga jaga kalau Asrama Haji penuh ? dua ratus, sahutnya. Taxi memasuki halaman depan Asrama Haji, tampak ramai sekali, orang orang dengan seragam hijau nampak berjejer, kelihatannya mereka menunggu kedatangan tamu penting. Pak Sopir sempat canggung melintas di hadapan mereka. Terus aja pak, jangan takut sahutku.
Pak Sopir berhenti dihadapan orang orang tadi, Pak Tolong tunggu saya di pojok sana, saya mau cek kamar dulu pintaku. Lantas aku buka pintu kiri taxi, nampak orang orang tadi melihat ke arahku, tapi aku cuek saja, keluar dan menerobos mereka, tujuanku cuma satu: recepsionist.
Ada kamar kosong pak?
Ada satu
Berapa harganya?
Dua ratus empat puluh ribu mas
Bentar ya pak
Astaghfirullahal adziem, aku tersentak, aku baru sadar bahwa hanya ada 350 ribu rupiah di dompetku, itupun sudah terpakai 100 ribu, berarti sisa 250 ribu. Kalau aku menginap disini, berarti hanya ada 10 ribu yang tersisa, hanya cukup untuk naik angkot ke stasiun gubeng karena perjalananku selanjutnya adalah ke banyuwangi. Ah, aku tidak mau membuang uang 240 ribu hanya untuk 6 jam, toh besok pagi pagi aku harus ke St. Gubeng.
Tubuhku yang sudah lelah langsung berbalik dan keluar meninggalkan kantor Asrama Haji, sambil sedikit terhuyung kukuatkan melangkah ke arah taxi yang menungguku.
Bagaimana mas, apa ada kamar yang kosong? tanya pak sopir ramah.
Ada pak, jawabku sekenanya
Pak Sopir lantas keluar dari taxinya dan menurunkan barang bawaaanku.
Terimakasih banyak pak atas bantuannya mengantarkan sampai disini.
Sama sama mas, jawabnya
AllahuAkbar, Taxi pelan pelan bergerak meninggalkanku dalam kebingungan. Ya Allah apa yang harus aku lakukan. Tak mungkin aku diam mematung semalaman di sini. Selalu ada jalan keluar, bukankah aku sangat sering menghadapi hal hal sulit semacam ini, ucapku. Kuambil Barang bawaanku dan bergerak, yah! ada masjid, aku baru ingat, di seluruh indonesia bahkan dimana saja, masjid adalah tempat tidurku ketika mendapat kesulitan. Ini rumah Allah, Tak kan ada yang berani menggangguku disini. Pelan pelan kuarahkan kakiku ke masjid, ada seorang pemuda yang sedang solat didalam sana. InsyaAllah semua akan berjalan lancar. Tubuhku sudah letih, kusandarkan punggungku di tiang masjid itu sambil mencari tempat untuk tidur. DILARANG TIDUR DISINI, aduh, masjid ini kok ramai sekali dengan papan kecil bertuliskan larangan itu. Aku duduk saja, hembusan angin malam terasa dingin, gerimis hujan menambah sedih hatiku. Kuatkan aku Ya Allah, Aku tidak boleh lemah.
Setelah setengah jam mematung, akhirnya kuberanikan diriku untuk naik kemasjid, langsung ke arah beduq raksasa di pojok tenggara masjid, koperku kuselipkan dibawah beduq, biar tidak terlalu terlihat, sementara tas ransel sengaja kubawa ke kamar kecil untuk mengambil air wudhu. Solat malam, semoga Allah selalu melindungiku. Ku habiskan malam itu dengan solat dan tilawah, sampai akhirnya diriku terhuyung dan tertidur dalam buaian puluhan nyamuk yang mendendangkan nyanyian kegemberiaan, sembari mencelupkan tusuk jarumnya ke kulitku. Aku bisa istirahat. Tetapi, kelebatan bayangan seseorang yang sepertinya mencurigaiku membuatku langsung terbangun, kulihat jam di HP bututku, Alhamdulillah aku berhasil tidur satu jam. Kuarahkan mataku ke arah pemilik bayangan tadi, ah ternyata pak satpam yang tadinya kutemukan tergeletak di dekat beduq sebelum aku sendiri ikut tertidur.
Kembali kuselonjorkan kakiku, berharap bisa kembali terlelap tapi tetap tidak bisa, sampai akhirnya waktu subuh menjelang. Kuambil air wudhu dan ikut menunggu solat subuh bersama jamaah lainnya. Solat subuhnya ramai, banyak yang pakai rompi seragam, kuperhatikan mereka satu satu, ternyata dari sebuah partai hijau yang sedang mengadakan temu caleg sejatim. Selepas subuh, kukembali duduk didekat beduq sambil berzikir dan… aku terlelap. Suara berisik membangunkanku, puluhan orang sudah berbaris dilapangan dekat masjid, dengan baju olahraga disertai atribut partai. Mereka menunggu seseorang, nampaknya orang penting yang akan membuka gerak jalan sehat mereka. Dari megaphone seorang panitia, kuketahui bahwa yang akan hadir adalah seorang menteri, ya .. mentri kehutanan, pemimpin partai mereka.
Jam 7 pagi, rombongan gerak jalan sudah meninggalkan Asrama, Aku langsung beranjak pergi sebelum mereka kembali lagi. Ku tunggu taxi kosong yang lewat, aku tidak bisa menelepon taxi, tak ada simcard lokal di HPku. Untungnya, tak berselang 30 menit, sebuah taxi kuning agak kusam memghampiriku, Aku lantas naik dan meluncur ke stasiun gubeng. Di sana, aku langsung menuju warung nasi rawon, kupesan sepiring dengan air putih saja. Selepas sarapan taklupa aku meminum obat andalanku antangin, semoga obat ini bisa menghantarkanku sampai rumah dibanyuwangi.
Masih satu jam lagi, kereta Mutiara Timur yang akan membawaku meluncur ke ujung timur pulau ini akan tiba. Kuambil tempat duduk dan tertidur lelap tigapuluh menitan. Beberapa menit kemudian keretanya tiba, kuharap bisa beristirahat di dalam. Tiket eksekutif ditanganku yang dibelikan oleh suami temanku dan masih aku hutang akan menjadi jaminan istirahat nyaman di gerbong berpendingin. Yah!, aku langsung naik dan mencari tempat dudukku, cukup nyaman. Keretanya mulai beranjak tepat jam 9.14, InsyaAllah akan nyaman, gumamku. Lima menit berlalu, AC kereta mati, Petugas KA lantas datang dan meminta maaf, karena AC ada masalah. AllahuAkbar, KA menjadi panas. 6 jam di dalam kereta eksekutif yang panas. Keringatku bercucuran, walau jaket telah kulepas.
Ya Allah. Tak ada satu kejadianpun dimuka bumi ini yang berada diluar kontrol Sang Maha Pencipta, semua kejadian yang menimpaku telah tercatat di sana. Hanya keihlasan saja yang pantas membalut diriku ini, ku teringat pesan professorku ketika berpamitan: ” kamu hanya perlu bersabar untuk sukses, aku yakin kamu punya kemampuan, kamu pasti bekerja keras, yang terpenting bagimu adalah bersabar untuk bertahan hidup di sini“
Ya Allah, aku rela serela relanya. Jadikan aku hambamu yang selalu sabar, ikhlas menjalani hidup dan menjadi pemenang dalam pertarungan hidup ini. Selamatkan aku dari badai dan terpaan gelombang besar yang mungkin akan kuhadapi di kemudian hari.
bersambung…
Bersabar, Kekuatan Tersembunyiku (2)
Bersabar, Kekuatan Tersembunyiku (3-habis)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H