Mohon tunggu...
LK Siregar
LK Siregar Mohon Tunggu... Akuntan - Finance Enthusiast

Suami, Ayah dan Anak

Selanjutnya

Tutup

Financial

Konsolidasi konsep Banking Ratio

9 April 2024   06:12 Diperbarui: 9 April 2024   06:32 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Fungsi perbankan menurut Ismail, dalam "Manajemen Perbankan" (2010:0291) adalah bank merupakan lembaga keuangan yang fungsi utamanya adalah menghimpun dana dari masyarakat, menyalurkan dana kepada masyarakat, dan juga memberikan pelayanan dalam bentuk jasa perbankan.

Sejarah perbankan di Indonesia dimulai jauh sebelum kemerdekaan, tepatnya pada tahun 1746. Saat itu, VOC mendirikan De Bank van Leening, sebuah bank yang digunakan untuk memudahkan kegiatan perdagangan mereka di Indonesia. Sayangnya, kegiatan operasional bank ini tidak berjalan baik sehingga harus gulung tikar. Bank bisa dikelompokkan menjadi tiga jenis ditinjau dari tugas atau fungsinya. Ketiga jenis Bank tersebut adalah Bank Sentral, Bank Umum Konvensional atau Syariah (BUK/BUS) dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) atau BPR Syariah (BPRS).

Nah, pada kesempatan ini saya mau konsentrasi bahas terkait dengan 2 jenis bank saja yaa, yaitu: BUK/BUS dan BPR/BPRS. Pembahasan kali ini terkait dengan banking ratio atau juga dikenal dengan Loan to Deposit Ratio (LDR) yaitu sebuah indikator yang digunakan untuk mengukur kegiatan yang dilakukan oleh suatu bank yaitu penyaluran dan penghimpunan dana. LDR di perbankan syariah dikenal dengan istilah Financing to Deposit Ratio (FDR)

Banking Ratio merupakan rasio yang digunakan mengukur jumlah dana yang disalurkan setelah dibandingkan dengan jumlah dana simpanan masyarakat (dana pihak ketiga). Semakin tinggi banking rasio (LDR/FDR) menunjukkan semakin rendahnya likuiditas bank atau semakin tingginya risiko likuiditas yang dimiiliki bank tersebut. Bank sebagai sebuah entity keuangan sangat dituntut untuk selalu menjaga tingkat likuditas yang dimilikinya, karena hal ini sangat berpengaruh terhadap tingkat kepercayaan masyarakat (kalo mau tarik dana harus selalu tersedia) dan stabilitas sosial masyarakat.

Bank Indonesia (BI) menetapkan Banking Ratio Bank Syariah adalah sebesar 80% - 100% dan harus dijaga agar terus seimbang sehingga tidak terlalu rendah dan tidak terlalu tinggi. Mengacu kepada SEOJK No 14/SEOJK.03/2021 bahwa penyaluran dana (pembiayaan) adalah aktivitas pembiayaan sesuai dengan ketentuan OJK mengenai Penilaian Aset Bank Syariah (BUS/UUS) dan hanya mencakup pembiayaan kepada pihak ketiga bukan bank, sedangkan Penghimpanan dana (Dana Pihak Ketiga) mencakup simpanan masyarakat dalam bentuk giro, tabungan dan deposito (tidak termasuk antarbank)

Berdasarkan data statistik sepanjang 2022 - Sept 2023, maka didapatkan informasi bahwa banking ratio BUS masih berada kisaran 72% -85% sedangkan di UUS pada triwulan IV tahun 2022 dan posisi Sept 2023 sudah melewati 100%. Lain hal nya dengan kondisi di BPRS yang sepanjang tahun 2022 sampai dengan September 2023 masih bertengger di atas 100%. Hal ini menunjukkan bahwa risiko likuiditas di BPRS lebih tinggi dari BUS ataupun UUS. Namun jika dari prespektif lain yaitu fungsi sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat (fungsi intermediary) BPRS lebih optimal dibandingkan dengan BUS dan UUS.

Bank Indonesia (BI) yang berfungsi sebagai bank sentral di Indonesia juga mempunyai aturan terkait dengan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) dan Rasio Intermediasi Makroprudensial Syariah (RIM Syariah), yaitu merupakan instrumen makroprudensial yang ditujukan pada pengelolaan fungsi intermediasi perbankan agar sesuai dengan kapasitas dan target pertumbuhan perekonomian serta tetap menjaga prinsip kehati-hatian. Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 24/16/PBI/2022.

RIM/RIMS adalah rasio hasil perbandingan antara kredit dan Surat berharga Dimiliki yang diberikan dalam rupiah dan valuta asing, dan surat berharga korporasi dalam rupiah dan valuta asing yang memenuhi persyaratan tertentu, yang dimiliki BUK/BUS, terhadap DPK BUK/BUS dalam bentuk Giro, Tabungan dan Deposito (tidak termasuk antarbank), Surat Berharga Diterbitkan dan Pinjaman yang diterima.

Jika kita perhatikan kembali bahwa RIM/RIMS juga bisa diklasifikasikan sebagai banking ratio yang dapt digunakan para stakeholder untuk mendapatkan informasi terkait fungsi perbankan dalam kegiatan ekonomi masyarakat, namun variabel yang digunakan terdapat perbedaan. Apakah karena institusi regulasi nya mengeluarkan formulasinya juga berbeda?

Berikut Tabel perbandingan formula banking ratio yang saya coba petakan, agar lebih mudah memahaminya:

sumber: Informasi umum yang diolah 
sumber: Informasi umum yang diolah 

Point of View (PoV) dari tabel diatas adalah kita perlu melakukan konsolidasi atas konsep pengukuran ratio intermediary perbankan, karena tentunya saat ini Bank sudah melakukan aktivitas yang tidak hanya berkisar atas simpan pinjam namun sudah melangkah ke arah yang lebih advance dan update.

Wallahu A'lam Bishawab

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun