Mohon tunggu...
JUNe
JUNe Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Cuma Seorang Penulis Kambuhan :( Semoga sementara...

Selanjutnya

Tutup

Money

Ibarat Senapan Tanpa Peluru, AEC 2015

30 Oktober 2015   13:24 Diperbarui: 30 Oktober 2015   13:35 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Ide pembentukan AEC mendapatkan beragam respon dari publik, pro dan kontra, yang jika dirincikan satu per satu maka akan menghabiskan satu bab sendiri. Dan berhubung dosen yang ngasih tugas ini bilang jangan terlalu panjang juga karena itulah saya hanya akan membahas apa yang menjadi pandangan saya pribadi tentang apa yang ditawarkan AEC bagi masyarakat Indonesia khususnya.

Ibarat senjata, AEC bisa tak ubahnya pisau bermata dua yang jika digunakan dengan baik bisa membantu kita memenangkan pertarungan, tapi dilain pihak juga bisa melukai kita apabila tidak berhati-hati menggenggamnya. AEC menawarkan tantangan, menuntut pemerintah untuk berfikir keras bagaimana melindungi usaha kecil menengah dan industri-industri yang baru berdiri agar tak secara langsung berhadapan langsung dengan industri raksasa ditengah keharusan untuk meminimalkan regulasi, meningkatkan kapasitas produksi, mengangkat nilai ekspor, memperluas pasar bagi produk industri nasional, dan setumpuk lagi PR lainnya yang menunggu untuk dikerjakan. AEC juga menawarkan peluang, bagi masyarakat yang ingin memperluas jangkauannya baik dalam menempuh pendidikan maupun lapangan pekerjaan, kesempatan terbuka lebar. Bagi para produsen, momentum ini bisa digunakan untuk memperluas penjualan dan meningkatkan profit, bagi konsumen pun gelaran AEC membawa keuntungan tersendiri dengan banyaknya pilihan barang/jasa dengan harga yang bervariasi. Singkatnya, AEC akan menjadi “pasar malam” yang meriah dan menawarkan berbagai bentuk kemudahan.

Akan tetapi yang perlu diingat adalah, kesempatan dan peluang yang terbuka lebar itu hanya dapat dilihat oleh mereka yang memiliki keberanian, daya juang dan sikap kompetitif tinggi. Karena tentu saja, peluang datang satu paket dengan resiko. Jika kita seorang dokter, maka AEC akan membuat impian kita bekerja di rumah sakit paling keren di Singapura sudah terlihat di ceruk mata. Akan tetapi jangan lupa, bahwa nyatanya, disana sudah akan bertumpuk ratusan CV lain yang siap bersaing memperebutkan pekerjaan itu. hanya yang terbaiklah yang akan diterima. Bagi wiraswasta pembuat es krim misalnya, cita-cita untuk memasarkan produknya ke Malaysia akan kandas apabila kualitas dan harga nya tidak lebih daripada produk lokal di sana.

Bersama dengan kesempatan datang pula resiko. Indonesia memiliki kesempatan besar untuk menjadi superior dalam AEC 2016 mendatang, tapi tentu saja, untuk mewujudkannya membutuhkan persiapan matang dari segala lapisan masyarakat. Pemerintah—dengan segala keterbatasan regulasi—saja tidak akan mempu berkompetisi di AEC sendirian. Pun para pengusaha yang hanya ibarat bangunan kosong tanpa masyarakat keseluruhan yang menjadi konsumennya.

Survey kecil-kecilan yang dilakukan LSA bentukan saya memang sama sekali tak bisa dijadikan acuan, karena tentu saja, judulnya memang sudah survey abal-abal. Akan tetapi responden saya adalah generasi muda yang duduk di bangku kuliah, dan dimasa mendatang akan melanjutkan estafet perjuangan di kawasan bahkan global. Jika mereka saja tidak aware dengan adanya event ini, maka jangan tanya orang tua kita yang sehari-hari berada di sawah atau pasar.

Sudah selayaknya pemerintah mulai menyusun anggaran supaya bisa memasang banyak baliho untuk mengiklankan gelaran AEC ini, bukan Cuma di Bundaran Senayan saja. Mengenalkannya kepada para pelajar melalui sekolah, juga mempromosikan nasionalisme dan “aku cinta produk Indonesia” di televisi, media sosial, dan media massa lain dengan harapan meningkatkan kesadaran masyarakat sehingga lebih siap dalam menghadapi momentum hebat ini. bukannya Cuma sibuk membahas rencana dalam forum-forum terbatas yang hanya bisa dihadiri sekelompok orang saja.

AEC seharusnya bukan hanya menjadi konsen pemerintah, para pengusaha, akademisi, maupun pengamat saja. melainkan dijadikan agenda bersama seluruh lapisan masyarakat—yang memang menjadi target dari tujuan yang ditetapkan pemerintah ketika meratifikasi AEC ini—karena merekalah, kitalah amunisi paling penting dalam pertarungan ekonomi kawasan. Tanpa partisipasi maksimal dari masyarakat, AEC hanya ibarat letusan senjata tanpa amunisi, berisik ledakannya tapi kosong saja isi dalamnya. (Berbagai sumber)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun