Jakarta - Mengangkat kisah nyata ke layar lebar selalu membutuhkan pertimbangan khusus, terutama jika berkaitan dengan pengalaman traumatis. Ada sensitivitas yang harus dijaga demi menghormati individu yang menjadi subjek cerita tersebut. Namun, tampaknya hal ini kurang diperhatikan oleh Anggy Umbara dan Dheeraj Kalwani, sutradara dan produser film "Vina: Sebelum 7 Hari".
Meski disambut dengan kritik sejak perilisan teasernya, "Vina: Sebelum 7 Hari" tetap tayang di bioskop dan menarik perhatian banyak penonton. Film ini mengisahkan seorang remaja berusia 16 tahun dari Cirebon yang mengalami kekerasan dan pemerkosaan oleh geng motor, hingga akhirnya meninggal pada tahun 2016.
Komersialisasi Trauma dalam "Vina Sebelum 7 Hari”
Walaupun sudah mendapat izin dari keluarga Vina, banyak yang menilai film ini tidak etis karena menggambarkan kekerasan yang dialami Vina secara eksplisit dalam balutan film horor. Materi promosi film, termasuk poster yang menampilkan Vina dengan luka parah, dianggap menonjolkan aspek kekerasan demi menarik perhatian penonton.
Kalis Mardiasih, seorang penulis dan aktivis isu gender, mengkritik keras film ini melalui platform X. Menurutnya, meskipun keluarga Vina memberi izin, tidak ada yang tahu bagaimana proses negosiasi tersebut terjadi.
Ada kekhawatiran bahwa ada ketimpangan kuasa antara rumah produksi dan keluarga korban. Mardiasih menyoroti tiga isu utama: pengalaman traumatis korban, kekerasan seksual, dan usia muda korban saat kejadian. Ketiga hal ini seharusnya cukup untuk membuat pembuat film lebih berhati-hati dalam proses produksi.
Dheeraj Kalwani, produser dan CEO Dee Company, berargumen bahwa film ini menyampaikan pesan penting seperti keadilan untuk Vina, bahaya perundungan, dan ancaman geng motor liar. Ia menyangkal tuduhan eksploitasi dengan alasan bahwa keluarga juga mendukung pembuatan film ini.
Response Reviewer Film
Menariknya, respons dari pelaku industri film terhadap kontroversi ini beragam. Banyak reviewer film, termasuk Neo Historia Indonesia, memilih untuk tidak mengulas film ini, dengan alasan film ini melanggar etika dan terlalu eksplisit dalam menampilkan adegan kekerasan dan pemerkosaan.