Mohon tunggu...
Nur Halizah
Nur Halizah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa PIAUD 2021 UIN Malang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penanaman Nilai Moral dalam Kehidupan Sehari-hari

24 November 2022   00:26 Diperbarui: 25 November 2022   09:32 1295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Moral menjadi bagian penting bagi kehidupan, nilai moral seseorang dilihat dari benar salahnya perilaku orang tersebut. Menurut Webster's New World Dictionary moral diartikan sebagai sesuatu yang berhubungan dengan suatu kemampuan untuk menentukan antara benar salah dan baik buruknya perilaku. 

Contoh nilai moral seperti menghormati, dermawan, jujur, disiplin dan bertanggungjawab merupakan suatu faktor penentu dalam membentuka suatu perilaku yang baik. Jika seseorang memahami nilai moral berarti orang tersebut memahami bagaimana cara menerapkannya diberbagai situasi. 

Perkembangan Moral Menurut Jean Piaget dan Lawrence Kohlberg

Menurut Piaget, proses penalaran moral berjalan seiring adanya perkembangan kognitif. kemampuan kognitif tersebut yang dapat menetukan kemampuan anak bernalar sesuai dengan lingkungan sosialnya. 

Piaget membagi dua tahap perkembangan moral yakni, tahap moralitas heteronom dan tahap moralitas otonom. Tahap moralitas heteronom, tahap ini terjadi pada anak usia dini usia sekitar 4 sampai 7 tahun. Tahap ini juga disebut sebagai tahap realisme moral atau moral paksaan, dikatakan peksaan karena dilihat lagi dari arti heteronom yakni tunduk pada suatu aturan yang dibuat orang lain. 

Pada tahap ini seorang anak kecil terus-menerus dihadapkan pada orang tua atau orang dewasa lainnya yang akan memberi tahu mereka apa yang salah dan apa yang benar. Pada usia ini, seorang anak akan berpikir bahwa melanggar aturan akan selalu dihukum dan orang jahat pada akhirnya akan dihukum. 

Piaget juga menegaskan bahwa anak di usia kanak-kanak awal akan menilai sebuah perilaku yang jahat merupakan hal yang akan menghasilkan dampak buruk sekalipun hal tersebut untuk kebaikan. Tahap moralitas otonom, tahap ini terjadi pada anak usia diatas 6 tahun hingga usia akhir kanak-kanak, Antara usia 10 dan 12 tahun, anak-anak mulai mengabaikan dan mematuhi aturan hati nurani. 

Moralitas otonom disebut juga moral kooperatif. Moralitas ini dimanifestasikan ketika dunia sosial anak berkembang untuk mencakup lebih banyak teman sebayanya. Interaksi dan kerja sama yang konstan dengan anak-anak lain pada akhirnya akan mengubah gagasan anak tentang aturan, dan berdampak pada perubhan moralitas anak.

Menurut Kohlberg, beliau menekankan bahwa cara berpikir moral akan berkembang sesuai dengan tahapannya, tahapan ini bersifat universal. Konsep penalaran morol menurut Kohlberg ini merupakan suatu perubahan dari perkembangan perilaku yang dikendalikan secara eksternal sehingga menjadi perilaku yang dikendalikan secara internal. Kohlberg mengemukakan 6 tahapan moral yang dibagi kedalam 3 tingkatan penalaran moral yang masin-masingnya memiliki 2 tahapan, yakni:

1. Penalaran prakonvensional yang merupakan tingkatan terendah dari penalaran moral menurut Kohlberg. Pada tinkat ini baik dan buruk akan digambarkan dengan pemberian berupa reward  ataupun hukuman. 

  • Tahap 1, moralitas heteronom merupakan tahap pertama dalam penalaran prakonvensonal. Pada tahap ini penalaran moral berhubungan dengan pemberian hukuman. Misalnya, anak-anak percaya bahwa mereka harus patuh karena mereka takut akan hukuman karena ketidaktaatan.
  • Tahap 2, individualisme, tujuan instrumental dan pertukaran merupakan tahap kedua dalam penalaran prakonvensional. Pada tahap ini, penalaran individu yang hanya memikirkan kepentingan pribadi merupakan hal yang benar dan hal ini juga berlaku pada orang lain. Oleh karena itu, menurut anak apa yang benar merupakan sesuatu yang akan melibatkan suatu pertukaran yang setara. Anak akan berpikir jika mereka melakukan kebaikan kepada orang lain maka orang lain akan melakukan kebaikan kepada mereka juga. 

2. Penalaran konvensional, pada penalaran ini individu akan membuat suatu pertauran baru, namuan peraturan ini akan di setujui oleh orang lain misalnya orangtua.

  • Tahap 3, ekspektasi interpersonal mutual, hubungan dengan orang lain, dan konformitas interpersonal. Pada tahap ini, individu menghargai kepercayaan, perhatian, dan kesetiaan mereka kepada orang lain sebagai dasar penilaian moral mereka. Pada fase ini, anak-anak dan remaja seringkali mengadopsi standar moral orang tuanya agar dianggap sebagai anak yang baik.
  • Tahap 4, moralitas sistem sosial. Pada tahap ini, penilaian moral didasarkan pada pemahaman tentang tatanan sosial, hukum, keadilan, dan kewajiban.

3. Penalaran Pascakonvensonal, pada tingkat ini individu mengenali jalur moral alternatif, menimbang pilihan tersebut, dan kemudian membuat keputusan berdasarkan kode moral pribadinya.

  • Tahap 5, kontrak atau utilitas sosial dan hak individu. Pada tahap ini, individu menganggap nilai, hak, dan prinsip lebih penting atau lebih luas daripada hukum. Efektivitas undang-undang yang ada dapat diukur dan diperiksa dari sejauh mana sistem sosial menjamin dan melindungi hak asasi manusia dan nilai-nilai dasar kemanusiaan.
  • Tahap 6, prinsip etis universal. Pada tahap ini, seseorang telah mengembangkan standar moral
    berdasarkan hak asasi manusia universal. Menghadapi konflik antara hukum dan hati nurani, seseorang berpendapat bahwa yang harus diikuti adalah hati nurani, meskipun pilihan itu mengandung risiko.

Faktor-Faktor yang Dapat Mempengaruhi Moral

  • Lingkungan Keluarga

Orang tua biasanya dipandang memiliki pengaruh yang besar karena mereka memiliki tanggung jawab utama untuk membesarkan anak-anak mereka dan memiliki banyak waktu dan kesempatan untuk mempengaruhi mereka. Orang tua juga merupakan makhluk fundamental karena memiliki ikatan emosional yang kuat dengan anaknya, membuat anak sangat rentan terhadap pengaruh orang tua. Banyak minat dalam peran orang tua berasal dari pendekatan teori psikoanalitik dan perilaku (pembelajaran sosial). Pendekatan ini secara historis menekankan pentingnya pengalaman keluarga awal untuk sosialisasi moral anak-anak.

  • Teman Sebaya

Interaksi positif dengan teman sebaya memastikan bahwa orang lain dipandang setara dan membantu anak membentuk konsep tentang memperlakukan orang lain secara adil.

  • Lingkungan Sosial

Konteks kehidupan yang dimaksud adalah situasi sosial di mana norma-norma sosial itu ada. Artinya, di mana pun anak bersosialisasi, ada seperangkat norma yang mereka lihat, alami, dan negosiasikan. Situasi yang dialami anak memberinya pemahaman dan pengetahuan tentang moralitas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun