BINJAI -- Tragedi menimpa RS, seorang pemuda berusia 19 tahun, warga Percukaian Kelurahan Pahlawan Binjai Utara, yang ditemukan tewas tertabrak kereta api di jalan cempaka. Kejadian ini diungkapkan oleh saksi MKA, yang melihat korban saat berlari pagi di lokasi kejadian.
Menurut keterangan saksi, RS pertama kali terlihat duduk di tengah rel dengan posisi memeluk lutut dan muka tidak terlihat. Meski saksi memanggil korban, tidak ada respons. Saksi melanjutkan perjalanan pulang, namun sekitar 150 meter dari korban, ia melihat sebuah box kuning.
Ketika saksi duduk di dekat box tersebut, ia teringat bahwa kereta api akan lewat. Fokusnya teralihkan ke arah korban, namun RS tak kunjung bergerak. Saksi mencoba membangunkan korban dengan melempar batu, namun sia-sia. Kereta api mendekat, dan saksi menyadari bahwa korban tertabrak dan terseret sejauh 20 meter.
Saksi mencoba memahami kondisi korban dan menduga bahwa RS mungkin tidur dalam keadaan mabuk. Sebuah sepeda yang ditemukan dalam keadaan bocor dan tanpa rantai membuat saksi menduga korban adalah seorang tukang parkir. Kantong plastik berisi rompi tukang parkir ditemukan di sepeda korban.
Setelah beberapa jam, keluarga korban datang ke tempat kejadian. Informasi dari warga menyebutkan bahwa tidak ada ambulans yang tiba di lokasi, hanya polisi yang membawa korban. Wajah korban hancur dan tidak dapat dikenali lagi.
Ketidakjelasan seputar kejadian ini meninggalkan banyak pertanyaan. Apakah RS tidur dalam keadaan mabuk atau ada niat bunuh diri? Mengapa tidak ada ambulans yang datang ke lokasi? Keluarga korban terpaksa merelakan kepergian RS dengan penuh duka. Kejadian ini menjadi peringatan akan pentingnya keselamatan di sekitar jalur kereta api.
Berdasarkan kasus, tidak terlihat secara langsung adanya pelanggaran hak asasi manusia. Akan tetapi, terdapat beberapa aspek yang dapat memunculkan pertanyaan atau kekhawatiran terkait hak asasi manusia:
Waktu Tanggapan Medis:
Ambulans yang tiba satu jam setelah kejadian dapat menimbulkan pertanyaan mengenai ketepatan dan kecepatan tanggapan medis. Hak asasi manusia mencakup hak untuk mendapatkan pelayanan medis yang tepat dan cepat, terutama dalam situasi kecelakaan atau darurat.
Keadaan Mental dan Kesejahteraan:
Dugaan bahwa RS mungkin tidur dalam keadaan mabuk atau memiliki niat bunuh diri menyoroti pentingnya memahami dan mengatasi masalah kesehatan mental di masyarakat. Masyarakat membutuhkan akses ke layanan kesehatan mental yang memadai dan edukasi untuk mengurangi stigma terkait masalah ini.
Meskipun tidak ada pelanggaran hak asasi manusia yang terlihat secara langsung, penting untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut dan mengidentifikasi apakah ada aspek lain dalam kejadian ini yang dapat mempengaruhi hak asasi manusia. Selain itu, peningkatan kesadaran akan kesejahteraan mental dan tanggapan medis yang cepat dapat membantu mencegah kejadian serupa di masa depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H