Mohon tunggu...
Angela LiviaA
Angela LiviaA Mohon Tunggu... Freelancer - LC #69

Semarang

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Permasalahan di Balik Penggunaan Stem Sel

14 Mei 2019   21:50 Diperbarui: 20 September 2019   20:39 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn%3AANd9GcS-gw5qJjIY46aewCE1rKlO-GMfZA4tGVFCOxGpkxpGfaCGJSBg

Apakah kalian pernah mendengar istilah stem sel atau sel punca? Memang istilah ini masih asing bagi kebanyakan orang. Tetapi tahukah kalian bahwa terapi menggunakan sel punca memberi harapan yang besar bagi pengobatan di masa depan? Sejauh mana kalian setuju jika pengobatan ini memanfaatkan janin yang gugur? Pasti sekarang kalian justru bertanya-tanya apa itu sebenarnya sel punca. Nah, artikel ini akan membahas mengenai terapi sel punca lebih lanjut khususnya yang memanfaatkan janin gugur.


Seperti yang kita ketahui, tubuh manusia itu disusun oleh sel. Sel-sel yang dimiliki oleh manusia tidak hanya satu jenis, namun bisa mencapai ratusan jenis sel. Masing-masing jenis sel mempunyai fungsinya sendiri. Misalnya, sel yang membuat lambung kita bekerja, jantung kita berdetak, dan masih banyak lagi. Namun, apakah kita pernah bertanya darimana asalnya berbagai jenis sel tersebut? Jawabannya adalah sel punca. Stem cell atau sel punca adalah sumber dari berbagai jenis sel tersebut. Sel punca bertugas untuk menciptakan berbagai jenis sel yang ada di tubuh kita ini.


Sebelum kita lanjut lebih jauh, kita harus tahu bahwa sel punca memiliki dua jenis yang spesifik. Sel punca dibagi menjadi sel punca dewasa dan sel punca embrionik. Apa perbedaan dari kedua sel punca ini?
Perbedaan utama dari kedua jenis sel punca ini terletak pada kemampuan mereka dalam berdiferensiasi menjadi berbagai jenis sel. Sel punca dewasa hanya dapat membentuk sel-sel lain yang sesuai dengan asal dari sel tersebut. Misalnya, sel punca darah hanya dapat membentuk berbagai jenis sel darah. Namun, sel punca embrionik dapat membentuk lebih dari 220 jenis sel di tubuh kita.

Penggunaan Sel Punca Dewasa https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4089750/figure/fig3/?report=objectonly
Penggunaan Sel Punca Dewasa https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4089750/figure/fig3/?report=objectonly

Penggunaan sel punca dewasa cenderung lebih susah dalam pengambilan serta penggunaannya. Padahal untuk menumbuhkan suatu jaringan baru, dibutuhkan sel dalam jumlah yang banyak. Namun, pemanfaatan sel punca dewasa jauh lebih tidak beresiko karena kemungkinan penolakan dari tubuh pasien yang kecil. Sel punca dewasa diambil dari tubuh pasien itu sendiri, kemudian dikembangkan di lingkungan laboratorium yang sudah dikontrol. Setelah sel punca dewasa berkembang menjadi jaringan yang baru, barulah jaringan tersebut diberikan kepada pasien kembali.

Penggunaan Sel Punca Embrionik https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4089750/figure/fig1/?report=objectonly
Penggunaan Sel Punca Embrionik https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4089750/figure/fig1/?report=objectonly

Lalu, bagaimana dengan penggunaan sel punca embrionik? Sel punca embrionik diambil dari zigot yang sudah berkembang 4-5 hari menjadi blastosis. Blastosis ini memiliki kemampuan untuk membentuk ratusan jenis sel di tubuh manusia. Pengambilan dan pengembangan sel punca embrionik jauh lebih mudah. Tetapi, sel punca embrionik ini diambil dari embrio yang nantinya dikembangkan menjadi jaringan baru. Jaringan baru itu kemudian diberikan kepada pasien yang membutuhkan. Padahal jaringan itu sendiri pasti memiliki kode genetik yang berbeda dengan pasien. Tentu saja hal ini membuat resiko penolakan yang bisa dialami pasien cukup tinggi.


Berbeda dengan penggunaan sel punca dewasa, penggunaan sel punca embrionik lebih mengundang banyak kontroversi. Dalam penelitian sel punca embrionik ada dua kode etik atau biasa disebut bioetika yang seharusnya diikuti namun bertentangan. Yang pertama yaitu bioetika untuk meringankan dan mengobati penyakit. Yang kedua yaitu bioetika untuk bertanggung jawab atas nilai suatu kehidupan manusia. Dalam kasus ini, tidak mungkin bisa dilaksanakan proses penelitian sel punca embrionik tanpa melanggar salah satu bioetika yang ada. Kenapa bisa begitu? Untuk melakukan penelitian sel punca embrionik diharuskan untuk mengambil zigot yang sudah masuk tahap blastosis. Ini sama saja artinya dengan membunuh embrio yang masih pada tahap dini. Padahal embrio nantinya bisa tumbuh menjadi manusia dewasa. Di sisi lain, penelitian ini mempunyai peluang yang besar bagi masa depan. Dengan memanfaatkan sel punca embrionik, peneliti seharusnya bisa menyembuhkan lebih banyak penyakit di masa depan, mengingat sel punca embrionik ini dapat membentuk ratusan jenis sel.


Sekarang mari kita kembali ke pertanyaan di awal. Sejauh mana kamu setuju jika stem sel diambil dari janin yang gugur? Penulis sendiri kurang mendukung proses penelitian stem sel atau sel punca yang diambil dari janin yang gugur. Mungkin akan ada banyak anggapan lain yang merasa bahwa hal itu tidak ada salahnya. Janin tersebut sudah gugur, mengapa tidak? Namun, penulis akan menjabarkan apa saja isu-isu yang harus dipertimbangkan jika ini diperbolehkan.
Sepeti yang sudah dibahas di awal artikel ini, sel punca yang diambil dari tahap embrio dini memiliki kemampuan untuk membentuk ratusan jenis sel lainnya. Dalam pemanfaatan sel punca embrionik, kita harus membunuh embrio. Tapi, dari mana saja embrio itu? Sebenarnya embrio yang bisa digunakan untuk penelitian ini berasal dari tiga sumber. Tiga sumber itu yaitu embrio dari janin yang gugur secara alami, embrio yang memang digugurkan atau diaborsi oleh yang mengandung, dan yang ketiga berasal dari pendonor yang memang sudah setuju untuk mengandung serta diambil embrionya.


Seorang dokter yang berasal dari Inggris pernah mengatakan para peneliti bisa memanfaatkan embrio yang mati karena keguguran. Dengan menggunakan embrio yang mati secara alami dan tidak disengaja, pemanfaatan embrio tidak lagi melanggar kode etik. Sebenarnya, hal ini kurang memungkinkan. 

Pertama, kita ingat kembali bahwa sel punca embrionik seharusnya diambil dari tahap blastosis, yang terjadi sekitar 4-5 hari setelah pembuahan. Tetapi di sini kita membicarakan kematian alami di mana orang tidak bisa mengatur waktu dari kematian tersebut. Kedua, persetujuan dari yang mengalami keguguran pun harus diperhitungkan. Tidak semua orang yang keguguran akan setuju jika embrionya yang sudah mati akan dimanfaatkan untuk penelitian. Dengan hal-hal ini apakah dapat dipastikan bahwa semua embrio yang nantinya digunakan untuk penelitian berasal dari embrio yang mati secara alami?


Mungkin pemanfaatan sel punca embrionik dari embrio yang keguguran bukanlah sesuatu yang patut dilarang. Namun, hal ini jelas bukan sesuatu yang patut diperbolehkan hanya karena tidak lagi melanggar kode etik. Walaupun hal ini diperbolehkan, kita tetap tidak dapat memastikan sudah tidak ada lagi embrio yang sengaja dibunuh untuk kepentingan penelitian. Selain itu, meskipun benar-benar bisa didapat sel punca embrionik, maka resiko yang akan ditanggung oleh pasien tetap sangat tinggi karena perbedaan kode genetik.  Jika penelitian ini memang ditujukan untuk menyembuhkan penyakit serta menyelamatkan banyak orang, mengapa dalam prosesnya peneliti justru mengobankan banyak orang?


Hanya karena pemanfaatan sel punca embrionik dilarang dan menimbulkan banyak kontroversi, bukan berarti peluang pengobatan di masa depan sudah sirna. Beruntung, masih ada cara lain. Peneliti sudah berhasil menggantikan sel punca embrionik dengan Induced Ploripotent Stem Cells. Induced Ploripotent Stem Cells atau yang biasa disingkat IPSCs adalah sel dewasa yang diprogram ulang menggunakan gen agar bisa menjadi seperti sel punca embrionik sehingga dapat berdiferensiasi menjadi ratusan jenis sel.

Penggunaan IPSCs https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4089750/figure/fig2/?report=objectonly
Penggunaan IPSCs https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4089750/figure/fig2/?report=objectonly


Dengan menggunakan IPSCs ini, permasalahan sel punca embrionik dapat terselesaikan. Tingkat penolakan dari tubuh pasien jauh lebih rendah jika menggunakan IPSCs. Pada dasarnya IPSCs diambil dari tubuh pasien itu sendiri yang kemudian dikembangkan di laboratorium. Sel yang dewasa tersebut diprogram menggunakan gen sehingga mirip dengan sel punca embrionik. Yang tidak kalah penting, penggunaan IPSCs tidak mengundang kontroversi dan melanggar kode etik.


Pengobatan dengan memanfaatkan sel punca embrionik memang membuka peluang yang sungguh besar untuk mengobati penyakit-penyakit yang selama ini terkesan sulit untuk sembuh. Walaupun demikian, jangan sampai demi tujuan tersebut peneliti harus melanggar bioetika yang ada dan mengorbankan nyawa lebih banyak lagi. Dengan ditemukannya IPSCs, penulis rasa peluang di masa depan akan jauh lebih besar lagi, apalagi peneliti sudah tidak dihalangi oleh isu kontroversial seperti pada penggunaan sel punca embrionik. Meski pada awal penemuannya pengembangan IPSCs di laboratorium masih tergolong sulit dan tidak efektif. Namun baru saja pada tahun 2018, penggunaan IPSCs ini makin efektif semenjak ditemukan metode pengembangan baru oleh kelompok peneliti dari Universitas Colorado. Dengan metode baru ini lah penulis yakin pengobatan medis akan semakin maju dan berkembang tanpa menghilangkan bioetika.

Daftar Pustaka
•Admin, 2018. “Mengapa Penggunaan Sel Punca Embrionik Kontroversial?” Diunduh dari : http://prostem.co.id/articles/view/mengapa-penggunaan-sel-punca-embrionik-kontroversial-1
•Chagastelles, Pedro C dan Nardi, Nance B, 2011. “Biology of Stem Cells : an Overview” Diunduh dari : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4089750/
•Loxafamosity Ministries, 2009. “Stem Cell Research and Abortion” Diunduh dari : https://abort73.com/abortion_facts/stem_cell_research_and_abortion/
•National Institutes of Health, 2016. “Stem Cell Information” Diunduh dari : https://stemcells.nih.gov/info/basics/3.htm
•Randerson, James, 2006. “Dead Embryos can be used to Make New Stem Cells” Diunduh dari : https://www.theguardian.com/science/2006/sep/21/stemcells.genetics
•The Niche, 2018.”What are stem cells?” Diunduh dari : https://ipscell.com/what-are-stem-cells/
•University of Colorado Anschutz Medical Campus, 2018. "Reprogramming adult cells into induced pluripotency with unprecedented efficiency: Discovery could speed clinical translation of stem cell therapies." Diunduh dari : www.sciencedaily.com/releases/2018/02/180222125733.htm

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun