Hai, Kompasianer!
Kali ini saya akan me-review Film Underwater yang saat ini sedang tayang di bioskop. Film bergenre action, drama, horror ini menarik perhatian saya sejak saya menonton trailer-nya karena konsepnya yang survival, jenis film kesukaan saya sekarang ini.Â
Trailer-nya sedikit banyak mengingatkan saya kepada Film Sanctum (2011) karena film tersebut juga berjenis survival dan berlatar aquatic. Biar begitu, setelah menonton film ini, rupanya ada banyak perbedaan antara Underwater dan Sanctum. Jadi, jika Kompasianer sudah menonton Sanctum, tenang saja, meski unsur-unsurnya serupa, namun Underwater adalah film yang sangat berbeda.
Review ini ditujukan untuk memberikan pertimbangan bagi Kompasianer penggemar film- film survival dan horror, atau bahkan jika Kompasianer hanya ingin membaca review-review film baru yang sedang tayang di bioskop. Selamat membaca!
Plot
Sebuah perusahaan bernama Tian Industries berencana melakukan pengeboran sumber daya yang berada di bawah laut, sedalam tujuh mil ke dasar Palung Mariana. Gempa bumi besar melanda, dan para pekerja di Stasiun Kepler 822 (Kristen Stewart, Vincent Cassel, Jessica Henwick, John Gallagher Jr., Mamoudou Athie, T.J. Miller) mencoba menyelamatkan diri mereka.
Review Film
Selama ini, saya selalu mengagumi film-film survival dengan beberapa tokoh yang kemudian tumbang satu persatu. Karena Underwater adalah salah satu dari film-film tersebut, maka film ini sudah memiliki poin plus tersendiri bagi saya. Sebagai sebuah film, sebenarnya tidak ada hal yang benar-benar salah dari Underwater, hanya saja, ada beberapa hal yang saya rasa agak kurang mengena di hati.
Jika sebagian besar film survival sejenis ini memiliki alur yang sangat twisty (sebut saja Life (2017) atau Exam (2009) yang dapat dibaca review-nya di sini), sayangnya Underwater tidak demikian. Jadi, jika Kompasianer sudah menonton banyak film survival, sepertinya alur film ini akan terasa sangat biasa. Underwater tidak memiliki alur yang meliuk-liuk maupun mengejutkan.Â
Kabar baiknya, Kompasianer bisa membaca atau menonton review film ini sebanyak-banyaknya sebelum menyaksikan filmnya di bioskop tanpa perlu khawatir akan adanya spoiler, karena yaaa... apa yang perlu dikhawatirkan dari spoiler film yang alurnya lurus-lurus saja?
![Ilustrasi: imdb.com](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/01/16/mv5bzgu0ztljy2etnzhjms00yjlilwflnzqtm2y1otlhmddlyjvkxkeyxkfqcgdeqxvymzywmzixntkat-v1-sx1500-cr0-0-1500-999-al-5e1f5de1097f3659621c04c2.jpg?t=o&v=770)
Dalam Underwater, para tokoh mayoritas tidak memiliki karakter yang kuat. Hanya satu tokoh yang iconic, yaitu Paul yang unik. Tokoh ini digambarkan suka mengatakan hal-hal yang aneh dan selalu membawa boneka kelinci ke mana pun ia pergi. Menariknya lagi, ada tiga referensi novel legendaris Alice's Adventure in Wonderland karya Lewis Carroll (1865) yang "dipresentasikan" oleh Paul.Â
Pertama, melalui dialognya ketika menggambarkan Alice dalam novel yang menangis sampai air matanya membendung, dilanjut oleh penjelasan Paul mengenai Alice yang memang bisa berenang, namun setelah itu terjadi hal-hal yang menyulitkan bagi Alice.
![wikidata.org](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/01/16/de-alice-s-abenteuer-im-wunderland-carroll-pic-08-5e1f5e44097f365fc5231304.jpg?t=o&v=770)
Namun jika ada alasan lain, bisa jadi Wonderland adalah representasi latar tempat film ini, yaitu dasar laut, mengingat kedua tempat tersebut sama-sama menyimpan misteri dan tidak bisa ditebak. Puisi nonsense Jabberwocky yang legendaris dalam novel tersebut yang menggambarkan keberadaan makhluk/ monster menyeramkan yang keberadaannya belum dapat dibuktikan selama ini juga berkolerasi dengan makhluk laut dalam film ini, yang hendak saya bahas di sini.
Saya melihat adanya gap yang sangat jauh antara karakter Paul dan karakter tokoh-tokoh lainnya. Paul memiliki karakter yang sangat popped up, bahkan mengemban referensi dari novel yang terbit ratusan tahun lalu, sementara karakter lainnya biasa saja. Terkadang, dalam dialog-dialog tertentu tokoh-tokoh lain menjelaskan tentang keluarga atau anjing mereka, namun semua informasi tokoh-tokoh tersebut menjadi sangat "dangkal" jika dibandingkan dengan karakter Paul.Â
Padahal, saya berharap meski tokoh-tokoh lain tidak menampilkan referensi-referensi sastra lama, setidaknya ada perbedaan karakter yang jelas dan mudah diidentifikasi di awal (misalnya karakter 1: pemarah, karakter 2: penakut, karakter 3: banyak bicara, dan seterusnya), akan lebih bagus lagi jika nanti ternyata sebagian dari karakter tersebut ternyata palsu dan menunjang unsur twisty dalam plot, seperti halnya film-film survival kebanyakan.  Namun, karena film ini tidak seperti itu, jadi, Kompasianer penikmat berat film survival tidak dapat berharap banyak terkait unsur keberagaman karakter.
![mv5bzmfhoda4zdytmwvkmi00ntfilthhndetnmewmzaznzq4odrhxkeyxkfqcgdeqxvymzywmzixntkat-v1-5e1f6206097f364dec587173.jpg](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/01/16/mv5bzmfhoda4zdytmwvkmi00ntfilthhndetnmewmzaznzq4odrhxkeyxkfqcgdeqxvymzywmzixntkat-v1-5e1f6206097f364dec587173.jpg?t=o&v=770)
Namun, di luar dugaan, ketika melihat sosok-sosok makhluk laut dalam film ini, saya pribadi sangat menyukai desain tokoh makhluk-makhluk tersebut. Menurut saya desain makhluk-makhluk ini sangat disturbing (dalam arti positif), serta membuat saya ingin terus membayangkannya. Sayangnya, saya merasa sisi disturbing yang sangat potensial dari makhluk-makhluk ini kurang dieksekusi dengan baik di dalam film. Saya mengharapkan visual yang jauh lebih "sadis" dan "sakit" yang melibatkan makhluk-makhluk ini agar penonton mendapatkan kadar haunting yang lebih tinggi.
Pada bagian akhir film, ada adegan yang seolah mengajak penonton untuk mengintepretasi sendiri hal apa yang terjadi berikutnya, namun sebenarnya... tidak ada yang perlu diinterpreasi karena semuanya sudah jelas. Jadi, saya pribadi merasa adegan yang ditujukan untuk memberi kesan open-ending tersebut sangat sia-sia.
Dapat disimpulkan, secara keseluruhan saya merasa film ini memiliki banyak hal yang "nanggung", yaitu plot yang lurus-lurus saja, karakter para tokoh yang cenderung homogen, visualisasi yang kurang "sadis", dan adegan seolah open-ending yang tidak berguna. Namun, film ini menampilkan desain tokoh (makhluk-makhluk laut) yang jenius, dan referensi Alice's Adventure in Wonderland yang lebih dari satu (membuktikan bahwa siapapun yang datang dengan ide itu benar-benar memahami literasi klasik tersebut). Secara umum,film ini cukup menarik untuk ditonton, namun Kompasianer pecinta film-film sejenis mungkin harus sedikit maklum dengan sisi-sisi "nanggung" di sana- sini. Semoga review ini bermanfaat. Terima kasih sudah membaca!
Keterangan FilmÂ
- Genre:Â action, drama, horror, mystery, sci-fi, thriller
- Sutradara: William Eubank
- Penulis: Brian Duffield dan Adam Cozad
- Pemain: Kristen Stewart, Vincent Cassel, Jessica Henwick, John Gallagher Jr., Mamoudou Athie dan T.J. Miller
- Musik: Marco Beltrami dan  Brandon Roberts
- Sinematografer: Bojan Bazelli
- Editor: Brian Berdan, William Hoy, Todd E. Miller
- Perusahaan Produksi: Chernin Entertainment
- Distributor: 20th Century Fox Film Corporation
Review Film Lainnya
- Film-Film Plot Twist yang Berlatar di Satu Tempat
- Film-Film Plot Twist
- Film-Film Mind BendingÂ
- Film-Film Dark Beauty
- Film-Film Time Travelling
Artikel Edukatif Seputar Fiksi dan Bahasa
- Time Travelling Dalam Karya Fiksi
- Unreliable Narrator Dalam Karya Fiksi
- Kapanpun Atau Kapan Pun?
- Pedoman Menulis Fiksi Surealis
Fiksi
Kontak
surrealiv@gmail.com
instagram.com/livilivilivilivilivi
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI