Mohon tunggu...
Livia Halim
Livia Halim Mohon Tunggu... Penulis - Surrealist

Surrealism Fiction | Nominator Kompasiana Awards 2016 Kategori Best in Fiction | surrealiv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Review Film-film "Plot Twist" Tahun 2018-2019

8 Maret 2019   03:32 Diperbarui: 12 Maret 2019   11:42 20110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hai, Kompasianer! 

Dalam artikel ini saya lagi-lagi akan memberikan rekomendasi film-film plot twist yang menarik. Seperti review-review film yang saya tulis sebelumnya, semua film yang akan saya bahas di sini memiliki plot yang sangat kuat, tidak monoton, dan sebagian besar genre-nya adalah thriller. 

Namun, review kali ini agak berbeda, karena jika biasanya saya me-review kumpulan film dari tahun yang berbeda-beda dan cenderung acak, dalam review kumpulan film kali ini saya hanya me-review film-film plot twist yang berasal dari tahun 2018 hingga tahun 2019.

Di sini saya akan terlebih dahulu menyuguhkan plot filmnya, baru kemudian memberikan opini pribadi. Saya juga menyertakan trailer, sehingga Kompasianer bisa langsung menyaksikan trailer dari setiap filmnya di sini.

Selamat membaca!

1. Bad Times at the El Royale (2018)

IMDb.com
IMDb.com
Plot

Film ini mengisahkan mengenai empat orang dengan latar belakang berbeda-beda, yang memutuskan untuk menginap di sebuah hotel tua yang berada di perbatasan California dan Nevada, bernama Hotel El Royale.

Orang-orang ini ialah seorang pastor bernama Daniel Flynn (Jeff Bridges), seorang penyanyi soul bernama Darlene Sweet (Cynthia Erivo), dan seorang salesman bernama Dwight Broadbeck (Jon Hamm). Hotel itu sangat sepi dan pelayan yang bekerja di sana hanya satu orang, yaitu Miles Miller (Lewis Pullman).  Rupanya, setiap orang yang berada di hotel itu memiliki tujuan masing-masing yang tersembunyi.

Opini

Film yang disutradarai Drew Goddard ini merupakan salah satu film yang berlatar di satu tempat saja (yaitu Hotel El Royale), namun memiliki plot yang kompleks. Seperti halnya film-film lain yang berlatar di satu tempat, film ini berpusat pada beberapa tokoh sentral di mana semua tokoh utama ini sama pentingnya dalam film (tidak ada tokoh utama yang paling utama seperti tokoh James Bond, John Wick dan lain-lain).

Uniknya, meski kompleks, penonton sama sekali tidak dituntut untuk ikut berpikir ketika menonton film ini. Penonton cukup duduk dan menikmati saja, karena segala pertanyaan dan misteri kelak terkuak dengan sendirinya. Biar begitu, film ini memberikan sangat banyak peluang bagi penonton untuk menebak-nebak apa yang sebenarnya terjadi, karena misteri-misteri dalam film ini di-reveal secara perlahan-lahan.

Karena ada banyak misteri yang dikuak dalam film ini, maka ada banyak juga twist yang terbilang segar. Berbagai twist yang ada di film ini bukan terletak di akhir film, melainkan di sepanjang film. Selain itu, masing-masing tokoh memiliki karakter yang sangat kuat. Mungkin Kompasianer yang belum menonton film ini agak bingung mengapa ada Chris Hemsworth dalam poster, tetapi tidak disertakan dalam plot singkat di atas. Hal ini dikarenakan, tokoh yang diperankan oleh Chris Hemsworth baru akan muncul kemudian dalam film, setelah sebelumnya sudah banyak misteri yang terkuak.

Dari segi konsep besar, film ini  sedikit banyak mengingatkan saya kepada film Murder on the Orient Express (2017), meski tetap terdapat banyak perbedaan. Bad Times at the El Royale memiliki nuansa yang jauh lebih dark dan "aneh" dibandingkan dengan Murder on the Orient Express. Tokoh-tokoh dalam film bergenre crime, drama, mystery ini juga memiliki pemikiran dan latar belakang yang lebih "gila" dibandingkan Murder on the Orient Express. Menurut saya, film ini sangat seru dan sangat bisa dinikmati.

Film ini juga memberikan kesan neo-noir yang sangat kuat. Hal ini didukung dengan latar waktu film ini, yaitu tahun 1969, tidak berbeda jauh dengan masa dipertimbangkannya neo-noir sebagai genre tersendiri (yaitu tahun 1970). Jadi, cocok sekali untuk Kompasianer yang menyukai film-film neo-noir sejenis Memento (2000) dan lain-lain.

Film ini juga tentunya sangat cocok ditonton oleh penikmat film-film berlatar satu tempat. Jika Kompasianer tertarik dengan film-film berlatar satu tempat seperti ini, silakan baca rekomendasi film-film jenis ini yang lainnya di sini.

2. Bird Box (2018)

IMDb.com
IMDb.com
Plot

Film ini berpusat pada seorang perempuan hamil bernama Malorie (Sandra Bullock), yang lima tahun sebelumnya melihat ada banyak orang di kotanya yang bunuh diri secara masal.

Malorie yang panik kemudian ditolong oleh orang asing, dan diamankan di dalam sebuah rumah bersama dengan beberapa orang lainnya (Trevante Rhodes, John Malkovich, Rosa Salazar, Danielle Mcdonald, Lil Rel Howery, Tom Hollander, BD Wong, Pruitt Taylor Vince, dan Machine Gun Kelly). 

Malorie dan beberapa orang dalam rumah tersebut akhirnya memahami bahwa ada semacam monster yang sedang meneror kota, bahkan dunia. Siapa pun yang melihat monster itu akan bunuh diri. Karenanya, mereka berusaha bertahan hidup di dalam rumah dan menggunakan kain penutup mata ketika sedang keluar rumah agar tidak melihat monster tersebut. Hari-hari mereka dipenuhi rasa takut dan cemas.

Selain kisah berlatar lima tahun sebelumnya tersebut, ada juga kisah masa "kini" yang adegan-adegannya disajikan bergantian dengan kejadian lima tahun sebelumnya. Malorie di masa "kini" sedang berusaha untuk menyusuri sungai, dengan mata tertutup kain bersama dua orang anak kecil (Vivien Lyra Blair dan Julian Edwards), demi mencari tempat perlindungan.

Opini 

Bird Box adalah film garapan Netflix yang berlatar near future, seperti halnya What Happened To Monday (2017) dan serial fenomenal Black Mirror (di mana keduanya juga merupakan garapan Netflix). Seperti film-film berlatar near future lainnya, tokoh-tokoh dalam film yang digarap oleh Susanne Bier ini, masih memiliki mental yang sama dengan kita yang hidup di masa kini. Dengan kata lain, cara mereka berpikir dan bertindak masih sama seperti cara kita berpikir dan bertindak di zona waktu ini.

Hal ini terlihat dari cara mereka merespon ketika menghadapi hal-hal yang tak biasa. Karenanya, film-film near future seperti ini cenderung sangat "manusiawi" mengingat pemikiran tokoh-tokoh yang masih sangat relevan dengan pemikiran kita (bandingkan dengan cara berpikir dan bertindak tokoh-tokoh dalam film-film yang berlatar sangat futuristik seperti tokoh-tokoh Neo Seoul pada tahun 2144 dalam film Cloud Atlas (2012)). 

Menariknya, selain berlatar near future, Birdbox juga berlatar post-apocalyptic (era waktu setelah kiamat). Selain itu, meski dalam IMDb.com, film ini bergenre drama, horror, sci-fi, namun saya pribadi merasa film ini lebih kuat di fantasy dan thriller. 

Menurut saya, film yang mendapatkan penghargaan AARP Movies for Grownups Awards (pada tahun 2019) ini sangat menarik dari awal hingga pertengahan, namun saya sedikit kecewa di akhir film. Bagian yang paling saya sukai dari film ini adalah adanya unsur survival (seperti dalam film Sanctum (2011), Life (2017) dan lain-lain), yaitu ketika Malorie dan beberapa orang yang selamat mencoba bertahan hidup di dalam satu rumah. Twist-nya sendiri hanya ada satu, dan bukan di akhir film melainkan di masa-masa survival ini.

Film ini sama sekali tidak membosankan dari awal hingga menuju akhir. Seperti film-film yang saya sukai lainnya, film ini terkesan dark (bukan hanya dari nuansa, namun juga dari segi plot). Selain itu, karena diangkat dari sebuah novel berjudul sama (karya Josh Malerman), film ini memiliki plot yang detil. Yang juga menarik dari film ini adalah tidak diperlihatkannya sosok monster yang menerror dunia, sehingga memberikan kesan misterius. Saya rasa keputusan untuk membiarkan monster ini menjadi sosok yang free-interpreted adalah keputusan yang patut diacungi jempol.

Ketika sampai di adegan akhir dari film ini, saya merasa ada yang salah, ada perbedaan vibe yang mencolok antara jalan cerita (dan tentunya jalan pemikiran si penulis naskah) pada adegan-adegan awal hingga tengah dan adegan akhir ini. Setelah saya cek berbagai artikel, rupanya ada sedikit pengubahan ending sehingga ending film agak berbeda dengan ending pada novel. 

Saya sangat menyayangkan hal ini, namun positifnya, pengubahan ini mungkin dapat menjadi "kejutan" kecil bagi mereka yang sudah membaca novelnya, karena dalam film ini mereka akan disuguhkan sepenggal kisah yang berbeda dengan ketika mereka membaca novel Bird Box. Biar begitu, saya pribadi kurang suka jika ada film yang diangkat dari novel, namun tidak mengacu persis pada novel, namun hal ini kembali lagi pada preferensi masing-masing.

Terlepas dari sedikit kekecewaan saya pada ending film ini, Birdbox tetaplah sebuah film yang sangat bagus. Selain semua kelebihan yang sudah saya jelaskan di atas, film ini juga banyak memberikan kepada penonton pelajaran hidup mengenai kepercayaan.

3. Escape Room (2019)

IMDb.com
IMDb.com
Plot

Enam orang yang tidak saling mengenal dengan latar belakang yang berbeda-beda (Taylor Russell, Logan Miller, Tyler Labine, Jay Ellis, Deborah Ann Woll, dan Nik Dodani) suatu hari mendapatkan undangan untuk datang ke sebuah gedung permainan escape room.

Escape room adalah permainan di mana peserta akan "dikurung" dalam suatu ruangan, dan mereka harus memecahkan kode-kode kunci untuk keluar dari ruangan tersebut. Apabila telah keluar dari suatu ruangan, mereka akan tiba di ruangan lainnya dan lagi-lagi mereka harus memecahkan kode-kode.

Permainan terus berlangsung seperti itu hingga akhirnya mereka berhasil keluar dari ruangan terakhir dan benar-benar keluar dari permainan. Biasanya permainan ini tidak berbahaya, dan peserta juga dapat memanggil petugas apabila gagal memecahkan kode kunci. Karena permainan ini menyenangkan, bahkan seorang dari mereka memiliki hobi bermain escape room, maka mereka semua mendatangi gedung permainan tersebut. Semua baik-baik saja hingga mereka menyadari bahwa bukan mereka yang sedang bermain, melainkan ada seorang game master misterius di balik permainan ini, yang sedang memainkan nyawa mereka.

Opini

Film Escape Room sebenarnya tidak jauh berbeda dengan film-film survival yang berlatar di ruangan-ruangan misterius. Mungkin banyak dari Kompasianer yang juga tidak asing dengan film-film sejenis ini, katakanlah Cube (1997), Jigsaw (2017) dan masih banyak lagi. Sejujurnya, menurut saya tidak ada yang membedakan Escape Room dengan film-film room-survival lainnya tersebut. Bisa dibilang, seluruh formatnya sama. Namun, yang menarik dari film-film seperti ini adalah banyaknya karakter manusia kita jumpai.

Biasanya tokoh-tokoh dalam film jenis ini memiliki karakter yang sangat kuat. Penonton bisa melihat perbedaan masing-masing tokoh dalam menghadapi rintangan-rintangan pada setiap ruang misterius. Ada tokoh yang banyak bicara tapi cepat gagal, ada tokoh yang sangat pintar, ada tokoh yang licik, ada tokoh yang karakternya berubah seiring dengan berjalannya waktu.

Semua karakter tokoh-tokoh dalam film-film room-survival ini terbentuk biasanya bukan hanya dari pengalaman menyusuri ruangan misterius saja, namun terbentuk dari pengalaman mereka sejak bertahun-tahun bahkan berpuluh-puluh tahun sebelumnya. Film-film room-survival seperti ini menegaskan bahwa manusia merupakan makhluk multidimensional, memiliki kepribadian dan pikiran yang sangat kompleks dan terkadang tak terduga. Film Escape Room yang disutradarai Adam Robitel ini memberikan lebih variasi karakter manusia tersebut kepada penikmat film-film seperti ini.

Dari segi plot, tentunya sangat sama seperti yang film-film survival-room lainnya, yang kita semua tahu. Satu persatu tokoh akan meninggal dengan caranya masing-masing. Peran penonton adalah menebak siapa yang selamat berdasarkan pengamatan masing-masing terhadap seluruh tokoh. Seluruh format tersebut selalu sama dalam film-film seperti ini, namun disitu serunya.

Penikmat yang baru menonton film-film room-survival akan menikmati film ini dengan berusaha menebak-nebak berdasarkan nalarnya, sementara penonton yang sudah biasa menonton film-film jenis ini mungkin akan berusaha menajamkan lagi nalarnya, dan mengecek apakah kali ini tebakan mereka akan tepat. Oh ya, jangan lupa ini adalah artikel film-film plot twist. Jadi meski berformat sama dengan yang lainnya, film ini juga memiliki twist yang sama sekali tidak mengecewakan. Film ini sangat layak ditonton dan memberikan kesan tersendiri bagi penikmatnya.

4. Happy Death Day 2U (2019)

IMDb.com
IMDb.com
Plot

Film ini mengisahkan mengenai seorang laki-laki bernama Ryan Phan (Phi Vu) yang suatu hari dibunuh oleh seseorang yang memakai topeng di kampusnya. Anehnya, setelah dibunuh, Ryan tidak meninggal melainkan terbangun lagi di pagi pada hari di mana ia dibunuh. Ryan pun panik dan menceritakan hal ini kepada sahabatnya, Carter Davis (Israel Broussard).

Rupanya, kekasih Carter, Theresa Gelbman atau Tree (Jessica Rothe) sangat mengerti kondisi yang dialami oleh Ryan. Tree kemudian menjelaskan bahwa ia juga pernah mengulang hari di mana ia dibunuh, seperti Ryan. Tree pun membantu Ryan memecahkan masalah aneh tersebut. Sayangnya, Tree justru jatuh ke dalam masalah yang lebih besar.

Opini

Film Happy Death Day 2U merupakan sekuel film Happy Death Day (2017). Namun, dalam film yang kedua ini ada tambahan unsur film yang menarik, yaitu sci-fi. Anehnya, di IMDb.com, film ini bergenre drama, horror, mystery. Menurut saya, tidak ada unsur horror dalam film ini sama sekali. Mungkin film ini lebih cocok bergenre Mystery, Sci-fi dan sedikit romance. Hal itulah yang membedakan dengan film pertama yang murni merupakan film bergenre mystery, thriller. 

Berbeda dari film pertamanya yang sama sekali tidak menjelaskan asal usul time loop yang dialami Tree, pada film kedua ini ada penjelasan ilmiah mengenai hal tersebut. Jadi, penonton yang penasaran mengenai apa yang terjadi pada film pertama, kini dapat bernapas lega. Lantas, apakah film ini memiliki korelasi yang sangat kuat dengan film pertama? Jawabannya, ya, namun sebenarnya penonton (yang belum pernah menonton film pertamanya) dapat langsung menonton film kedua saja karena disajikan flashback-flashback (yang berasal dari film pertama) dalam film ini. Jadi, tidak perlu khawatir!

Tokoh Ryan yang tidak diberikan personality pada film pertama juga kini memegang peran penting dalam film kedua. Film ini memadukan berbagai unsur sci-fi beserta teori-teorinya, seperti tentunya time loop, parallel universe, dan sedikit paradox. Sangat mengesankan untuk sekuel sebuah film yang bisa dibilang "anak muda banget".

Bumbu-bumbu romansa dalam film garapan Christopher Landon ini juga sama sekali tidak terkesan cheesy. Selain itu, ada banyak nilai moral yang bisa dipetik mengenai persahabatan, romance dan keluarga.

Dari semua film yang telah saya review di atas, film yang paling saya suka adalah Bad Times at The El Royale karena memiliki plot, nuansa dan tokoh-tokoh yang paling unik dibandingkan dengan film-film lainnya dalam artikel ini. Sementara, film kedua yang saya suka adalah Escape Room karena saya menyukai film-film room-survival. Biar begitu, semua film yang saya bahas di sini sangat seru. Semoga review ini bermanfaat dan dapat menjadi rekomendasi hiburan bagi Kompasianer.

Terima kasih!

Baca juga:

1. Review film plot twist lainnya:

2. Review film lainnya:

3. Artikel edukatif seputar fiksi dan bahasa:

4. Fiksi:

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun